1. Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (X1)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keteladanan atau teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Keteladan itu berupa perbuatan, kelakuan, sifat dan sebagainya.(KBBI, 2007: 1427). Bila dihubungkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen maka yang dimaksudkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen adalah sejumlah karakter unggul dalam diri seorang guru Agama Kristen yang patut ditiru oleh peserta didik. Ini berarti seorang Guru Pendidikan Agama Kristen perlu memiliki sifat-sifat mulia dalam dirinya. Hal ini disebabkan karena seorang guru adalah orang yang patut menjadi teladan.
Keteladan guru Pebdidikan Agama Kristen sedemikian penting karena guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang pribadi yang bertindak sebagai pendidik dan pengajar (pemberi instruksi edukatif dalam nilai-nilai Kristiani yang bersumber dari Alkitab). Dalam kapasitas Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai pendidik dan pengajar, ia harus menunjukkan keteladanan yang patut dicontohi peserta didik. Sebagai pendidik, guru Pendidikan Agama Kristen menginternalisasi nilai-nilai edukasi Kristen dalam wujud perilaku positif, sedangkan dalam perannya sebagai pengajar, seorang guru Pendidikan Agama Kristen harus bertindak profesional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi”.(KBBI, 2007:377). Dalam penegasan yang terakhir, yaitu guru sebagai tenaga profesional maka ia mesti melakukan apa yang dikatakan oleh Ornstein dan Levine sebagaimana dikutip dalam judul buku “Profesi Keguruan” yang ditulis oleh Soetjipto berikut ini:
Jabatan yang sesuai dengan pengertian sebagai profesi adalah sebagai berikut: memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang, menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan” (Soetjipto, 2007:15-16).
Selain itu, profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis secara insentif. Searah dengan pengertian ini patut dikemukakan suatu pendapat dari Andar Gultom tentang pengertian profesi Guru Pendidikan Agama Kristen seperti yang dinyatakan dalam judul buku: Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK. Menurut Gultom, “Guru PAK memang dianggap sebagai suatu profesi atau jabatan, karena pekerjaan ini memerlukan keahlian khusus, dan profesi atau jabatan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak memiliki keahlian sebagai guru PAK”.(Andar Gultom, 2007:15). Dalam pengertian bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian khusus. Oleh karena itu suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi, membutuhkan kualifikasi khusus melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.
Mengenai kualifikasi guru yang merupakan jabatan profesional Soetjipto mengatakan bahwa :
“Jabatan guru merupakan jabatan fungsional yang membutuhkan kualifikasi khusus yang melibatkan intelektual, spesifikasi pendidikan yang khusus, memerlukan latihan dan jabatan yang berkesinambungan, memerlukan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanannya, mempunyai organisasi profesional dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya” (Soetjipto, 2007: 37).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dalam kapasitasnya sebagai pengajar profesional mesti memiliki pengalaman dalam apa yang disebut: guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya kemudian diharapkan menjadi teladan yang baik terhadap peserta didiknya. Proses ini telah berlangsung, sedang dan akan berlangsung dalam diri seorang guru yang bertindak sebagai pengajar profesional.
Dalam konteks pembahasan Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai teladan bagi peserta didik maka berlakulan prinsip kebenaran ini. Seorang Guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang yang dapat diandalkan dalam memberi layanan edukasi kepada peserta didik, layanan edukasi tersebut dilakukan dengan kesediaan guru Pendidikan Agama Kristen menguasai materi Pendidikan Agama Kristen yang diajarkannya, serta berusaha untuk memiliki citra yang baik di masyarakat, menunjukkan karakter (sifat/kebiasaan) yang positif yang menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat yang ada disekelilingnya. Dalam pemahaman ini, seorang guru Pendidikan Agama Kristen penting memperhatikan apa yang disampaikan oleh Mary Setiawani dan Stephen Tong. Menurut Mary dan Stephen Tong, “Seandainya seorang mengajar sesuatu sedemikian muluk, tetapi kemudian apa yang ia lakukan di masyarakat sama sekali bertentangan dengan apa yang ia ajarkan, itu hanya ucapan kosong belaka” (Mary Setiawani & S. Tong: 2008, 41). Pernyataan Mary dan Stephen Tong menegaskan pentingnya seorang guru menunjukkan keteladanannya sehingga patut dicontohi.
2. Pembentukan Karakter Kristiani (X2)
Karakter mulia itu bersumber dari karakter yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan. Seorang guru PAK selain harus mempunyai kualifikasi dan kompetensi khusus dalam pendidikan agama kristen, juga dituntut untuk mencerminkan hidup dan karakter Tuhan Yesus Kristus dalam hidup dan tugas panggilannya sebagai pengajar Kristen. Tujuannya ialah agar selain memperoleh informasi dan pencerahan, para peserta didik memiliki hidup dan karakter yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus Kristus.
Karakter mulia yang perlu dimiliki oleh peserta didik yang beragama Kristen karena pengaruh keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen itu seperti: peserta didik Kristen memiliki karakter mencintai Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Kecintaan terhadap Tuhan yang dimaksud disini adalah Allah Tritunggal. Allah Bapa, Anak yaitu Yesus Kristus dan Rohulkudus, memiliki karakter mandiri dan tanggungjawab melaksanakan tugas, memiliki karakter jujur, karakter hormat dan santun terhadap orang lain, dermawan, suka menolong dan kierja keras, karakter memimpin dan keadilan, karakter baik dan kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan Tuhan Yesus: berbahagialah orang yang miskin atau rendah hati di hadapan Allah (Bnd. Mat. 5), karakter toleransi yaitu menghargai perbedaan, mencintai kedamaian, dan kesantunan. Dan masih banyak karakter mulia yang perlu terbentuk dalam diri peserta didik. Untuk itulah maka berbagai bentuk pendidikan karakter dilakukan, salah satunya pendidikan karakter melalui keteladanan kehidupan Guru Pendidikan Agama Kristen. Memang mesti disadari bahwa Pendidikan Agama Kristen di sekolah mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan Agama yang berhubungan dengan karakter tetapi perlu juga penerapan yaitu melalui pemodelan yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Kristen.
Keteladanan guru PAK yang mampu mempengaruhi para peserta didik untuk meneladani kehidupannya adalah karena adanya kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam hidupnya. Sangat mustahil bagi seorang guru PAK untuk mampu mempengaruhi para peserta didik lewat materi pengajarannya tanpa kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam kehidupan pribadinya.
Keteladanan Guru PAK itu memiliki pengaruh bagi pembentukan karakter peserta didik maka penulisan menyarankan kepada para guru PAK dan para calon guru PAK, agar tidak hanya memperlengkapi diri dengan pengetahuan Alkitab, tetapi harus menghidupi hidup dan karakter yang mulia yang bersumber dari Tuhan Yesus Kristus sebagaimana yang ada dalam Alkitab.
Keteladanan hidup merupakan faktor terpenting dalam pembentukan karakter peserta didik maka disarankan kepada sekolah atau lembaga pendidikan agar mempersiapkan calon guru dengan kemampuan Kognitif, psikomotorik (ketrampilan) dan kemampuan karakter (Afektif), agar kelak Guru Pendidikan Agama Kristen adalah pribadi-pribadi yang memiliki karakter unggul.
3. Meyakini Panggilan Tuhan (X3)
Pekerjaan menjadi guru merupakan sebuah pekerjaan yang mulia. Pekerjaan ini tidak akan dikerjakan secara serius bila seseorang tidak mempunyai panggilan Tuhan atau karunia dalam dirinya untuk mengajar. Panggilan Tuhan atau karunia Tuhan dalam diri seseorang sebagai pengajar akan menggairahkan seseorang untuk mengajar. Jadi guru yang merasakan panggilan dalam dirinya akan terdorong oleh visi dan misi mengajar.
Dalam Efesus rasul Paulus berbicara tentang adanya jabatan-jabatan dan karunia-karunia dalam pelayanan yang dikaruniakan Allah. Diantaranya ada jabatan dan karunia sebagai pengajar (Roma 12:6-8; Efesus, 4:11-13;1 Korintus 12:28).
Merujuk pada pemaparan di atas maka seorang yang memutuskan untuk memilih pekerjaan sebagai seorang guru harus meyakini bahwa Tuhan memanggil dirinya untuk melakukan tugas mengajar. Dengan kata lain meyakini bahwa mengajar adalah panggilan ilahi yang harus dilakukan seseorang dengan penuh keiklasan. Mengajar bukan kegiatan sekadar mendapat penghasilan tetapi mengajar adalah menghidupi panggilan Tuhan sebagai seorang pangajar.
4. Peningkatan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta Didik (Y)
Pembentukan Kognitif Siswa. Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian : Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan mengacu kepada kemampuan mengenal materi Pendidikan Agama Kristen atau pelajaran lain yang diberikan di sekolah yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar. Pemahaman (comprehension). Penerapan (application), Analisis (analysis), Sintesa (evaluation), Evaluasi (evaluation). Sedangkan pada ranah Afektif, diharapkan terjadi pembentukan kemampuan afektif peserta didik dalam hal sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa. Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori : Penerimaan (recerving), Pemberian respon atau partisipasi (responding), Penilaian atau penentuan sikap (valung), Organisasi (organization), Karakterisasi / pembentukan pola hidup. Kemudian ranah Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu : Peniruan, Manipulasi, Ketetapan, Artikulasi, Pengalamiahan. Ketiga kemampuan ini mesti tercapai dalam proses edukasi terstruktur. Ketiga kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui berbagai variabel yang ada di dalam dan disekitar peserta didik dan guru. Variabel-variabel yang dimaksud seperti: Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (X1), Pembentukan Karakter Kristiani (X2), Meyakini Panggilan Tuhan (X3)dan Peningkatan Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta didik (Y)
Salam Sukses