Blog ini berisi info pendidikan, tidak diperkenankan tampilan iklan dewasa. Silakan Baca Postingan baru 2024 tentang judul-judul penelitian mahasiswa dan masalah penelitian. Dilarang Keras Mengkopi Paste Artikel dalam Blog ini tanpa izin pemilik blog. Bila Anda mengkopi paste, saya akan laporkan ke DMCA dan blog Anda dapat dihapus.Copi paste dapat diketahui melalui www.google.co.id/. Selamat Paskah 2024. Imanuel

Sponsor

Sponsor

Tuesday, April 26, 2016

Korelasi sebelas variabel yang berkontribusi bagi efektivitas proses pembelajaran PAK

Saya memposting topik ini tidak hanya sifat pribadi semata tetapi ingin berkontribusi dalam memberi masukan kepada Sekolah Tinggi Teologi di Indonesia dalam hal Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Inilah motivasi saya. Berdasar pada motivasi mulia itu, siang ini saya mendisain 11 variabel bebas atau (X) yang memberi pengaruh terhadap proses Pendidikan Agama Kristen yang dilaksanakan secara formal di sekolah dan di Perguruan Tinggi. Berikut Disain variabel tersebut. PENGARUH X1 Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. X2 Pendekatan Pembelajaran Rekonstruksi. X3 Pendekatan Pembelajaran Nativisme. X4 Pendekatan Pembelajaran Empiris. X5 Pendekatan Pembelajaran Konfergensi. X6 Pendekatan Pembelajaran “Kogito Ergo Sum". X7 Pendekatan Pembelajaran “Aku Tahu Baru Percaya” X8 Pendekatan Pembelajaran “Aku Percaya Baru Mengerti” X9 Pendekatan Pembelajaran “Aku Menerima Perasaan maka Aku Ada” X10 Pendekatan Pembelajaran “Dimana ada sinyal Internet” X 11GoBlog Mobile Hp Terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Jadi bila disain di atas disusun dalam bentuk rumusan judul penelitian Disertasi maka hasil rumusannya menjadi seperti ini: PENGARUH Pendekatan Pembelajaran Kontekstual,Pendekatan Pembelajaran Rekonstruksi, Pendekatan Pembelajaran Nativisme, Pendekatan Pembelajaran Empiris, Pendekatan Pembelajaran Konfergensi, Pendekatan Pembelajaran “Kogito Ergo Sum”, Pendekatan Pembelajaran “Aku Tahu Baru Percaya”, Pendekatan Pembelajaran “Aku Percaya Baru Mengerti”, Pendekatan Pembelajaran “Aku Menerima Perasaan maka Aku Ada”, Pendekatan Pembelajaran “Dimana ada sinyal Internet”, Go-Blog Mobile Hp Terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di SMP Sola Gratia, SMP Zion, SMP Harapan Bunda,Harapan Kekekalan. Selanjunta penelitian di atas dapat dilakukan dalam pendekatan Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif dengan Krangka penelitian sbb: Krangka Kuantitatif 

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah.
B. Identifikasi Masalah.
C. Batasan Masalah.
D. Rumusan Masalah.
E. Tujuan Penelitian.
F. Pentingnya Penelitian.

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. 

A. Kajian Teoritis

1. Hakikat Variabel Y
2. Hakikat Variabel X1
3. Hakikat Variabel X2
4. Hakikat Variabel X3
5. Hakikat Variabel X4
6. Hakikat Variabel X5
7. Hakikat Varibel X6
8. Hakikat Variabel X7
9. Hakikat Varibel X8
10. Hakikat Variabel X9
11. Hakikat Variabel X10
12. Hakikat Variabel X11

B. Kerangka Berpiki.
1. Uraian dari rumusan masalah pertama.
2. Uraian dari rumusan masalah kedua
3. Uraian dari rumusan masalah ketiga.
4. Uraian dari rumusan masalah keempat.
5. Uraian dari rumusan masalah kelima.
6. Uraian dari rumusan masalah keenam.
7. Uraian dari rumusan masalah ketujuh.
8. Uraian dari rumusan masalah kedelapan.
9. Uraian dari rumusan masalah kesembilan.
10. Uraian dari rumusan masalah kesepuluh.
11. Uraian dari rumusan masalah kesebelas.

C. Hipotesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan lokasi penelitian
B. Jenis Penelitian
C. Populasi
D. Tehnik Sampling
E. Besar Sampel
F. Variabel Penelitian
G. Hubungan antar varibel atau disain variabel penelitian
H. Teknik pengumpulan data
I.Instrumen Penelitian
J. Teknik Analisa Data

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Deskripsi Data
1. Variabel Y
2. Variabel X1
3. Variabel X2
4. Variabel X3
5. Variabel X4
6. Variabel X5
7. Varibel X6
8. Variabel X7
9. Varibel X8
10. Variabel X9
11. Variabel X10
12. Variabel X11

B. Uji Persyaratan Analisis
C. Uji Hipotesis

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
1. Saran Praktis
2. Saran Penelitian Lanjutan
3. dll

KRANGKA PENELITIAN KUALITATIF (Penelitian menemukan teori)

BAB I 
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Fokus Penelitian
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Pentingnya Penelitian

BAB II
KAJIAN TEORI 

A. Efektifvitas Proses Pembelajaran PAK
B. Pembelajaran Kontekstual
C. Pendekatan Pembelajaran Rekonstruksi
D. Pendekatan Pembelajaran Nativisme
E. Pendekatan Pembelajaran Empiris
F. Pendekatan Pembelajaran Konfergensi
G. Pendekatan Pembelajaran “Kogito Ergo Sum”
H. Pendekatan Pembelajaran “Aku Tahu Baru Percaya” I. Pendekatan Pembelajaran “Aku Percaya Baru Mengerti” K. Pendekatan Pembelajaran “Aku Menerima Perasaan maka Aku Ada” L. Pendekatan Pembelajaran “Dimana ada sinyal Internet”

BAB III 
METODOLOGI PENELITIAN 

A. Metode penelitian
B. Langkah-langkah Penelitian
C. Tempat Penelitian
D. Informan dan Sampel
D. Tehnik Pengumpulan Data
E. Analisa Data Kualitatif
F. Pengujian Kredibilitas Data
G. Temuan Hipotesis
H. Teknik pengumpulan data
I. Instrumen Penelitian
J. Teknik Analisa Data

BAB IV 
Hasil Penelitian dan Pembahasan 

A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V
 KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
1. Saran Praktis
2. Saran Penelitian Lanjutan
3. dll

Beberapa penjelasan: Penelitian Kuantitatif bertujuan menuji teori maka dalam kerangka penelitian kualitatif terdapat Hipotesis, sedangkan penelitian kualitatif bertujuan menemukan teori. Oleh karena itu maka dalam kerangka Bab III tidak ada Hipotesis, penelitian kualitatif berusaha menemukan teori. Pengertian Kerangka Berpikir.
Pengertian Kerangka Berpikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang menjadi objek permasalahan yang diteliti. Kerangka berpikir iini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan atau terkait. Kerangka berpikir ini merupakan suatu argumentasi penulis yang akan menghantar pada perumuskan hipotesis. Dalam merumuskan suatu hipotesis, argumentasi kerangka berpikir menggunakan logika deduktif (untuk metode kuantitatif) dengan memakai pengetahuan ilmiah sebagai premis premis dasarnya.
Kerangka berpikir merupakan buatan penulis, bukan dari pendapat orang lain. Dalam hal ini, bagaimana cara kita berargumentasi dalam merumuskan hipotesis. Argumentasi itu harus membangun kerangka berpikir yang merujuk pada pernyataan-pernyataan yang disusun sebelumnya. Dalam hal menyusun suatu kerangka berpikir, sangat diperlukan argumentasi ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang relevan atau saling terkait. Agar argumentasi kita diterima oleh sesama ilmuwan, kerangka berpikir harus disusun secara logis dan sistematis. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir Kerangka berpikir yang meyakinkan hendaklah memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut.

1. Teori yang digunakan dalam berargumentasi hendaknya dikuasai sepenuhnya serta mengikuti perkembangan teori yang muktahir.
2. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan yang diarahkan kepada cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut harus disebutkan secara tersurat semua asumsi, prinsip atau postulat yang mendasarinya.
Penyusunan kerangka berpikir dengan menggunakan argumentasi-argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan ini akhirnya melahirkan suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut yang menjadi rumusan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap pemecahan masalah penelitian kita.

Contoh Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kompetensi mengajar dosen, motivasi berprestasi dosen baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika (Y). Kerangka logis hubungan antara variable-variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Hubungan Kompetensi Mengajar Dosen dengan Efektivitas Proses Pembelajaran kelompok Mata Kuliah Historika (Contoh rumusan hipotesis ini diambil dari tesis Yonas Muanley)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kompetensi mengajar dosen merupakan bagian integral yang menyatu dalam diri dosen untuk melaksanakan tugas mengajar sehingga kegiatan mengajar dapat berlangsung secara efektif.
Jika ditarik ke dalam konteks penelitian ini, para dosen yang menghendaki terjadinya proses pembelajaran yang efektif hendaknya memiliki sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan. Dalam hal ini kompetensi mengajar dosen merupakan seperangkat karakteristik yang dimiliki seorang dosen sehingga memungkinkannya mencapai tujuan pembelajaran yang dialami mahasiswa. Karakteristik tersebut cendrung tidak tampak secara nyata, namun dapat diamati secara berkesinambungan. Sesuai dengan persyaratan atau ketetapan yang telah dinyatakan sebelumnya, terdapat 10 karakteristik kompetensi mengajar dosen. Dengan memiliki karakteristik-karakteristik kompetensi mengajar tersebut, besar kemungkinan dosen akan dapat melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Alasannya adalah bahwa karakteristik-karakteristik ini merupakan modal dasar yang memungkinkan seorang dosen akan melaksanakan tugas mengajar secara efektif.
Jika faktor kompetensi ini dikaitkan dengan efektifitas proses pembelajaran maka kemampuan tersebut akan membuat seorang dosen mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa makin tinggi kompetensi yang dimiliki dosen maka besar pula kecendrungan untuk mencapai efektifitas proses pembelajaran. Jadi semakin baik kompetensi yang dimiliki dosen semakin baik pula mencapai tujuan pembelajaran
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan positif antara kompetensi mengajar dosen dengan efektifitas proses pembelajaran (pencapai tujuan pembelajaran). Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dosen, makin tinggi efektivitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.

1. Hubungan Motivasi Berprestasi Dosen dengan Efektifitas Proses Pembelajaran Kelompok Mata Kuliah Historika (Contoh rumusan hipotesis ini diambil dari tesis Yonas Muanley)

Motivasi berprestasi merupakan keinginan dan kecendrungan seorang dosen untuk melaksanakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, baik oleh dosen itu sendiri maupun oleh lembaga atau pihak lain. Dorongan ini terjadi secara internal dan merupakan dinamika atau daya pendorong bagi setiap dosen, secara khusus dosen historika untuk mengerjakan pekerjaan mengajar sebaik mungkin tanpa mempertimbangkan imbalan-imbalan yang bersifat material yang akan diterimanya atau diberikan oleh lingkungan di mana ia bekerja.
Apa yang dikatakan di atas menegaskan bahwa dosen historika yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki kecendrungan untuk lebih unggul dari yang lain, memilih tugas yang tingkat kesulitannya cukup menantang atau cukup moderat dan lebih tertarik kepada pencapaian pribadi atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, ingin berhasil dalam situasi persaingan. Dengan kata lain semakin tinggi motivasi berprestasi, semakin tinggi hasrat dan kecendrungan seorang dosen mengerjakan pekerjaan mengajar sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, motivasi berprestasi merupakan daya pendorong yang mendasar bagi setiap dosen untuk melaksanakan tugas mengajar sebaikmungkin, tanpa mengharapkan imbalan-imbalan eksternal yang mungkin akan diperolehnya jika berhasil.
Dosen yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cendrung untuk selalu berusaha unggul, memiliki kecendrungan memilih tugas mengajar yang tingkat kesulitannya moderat, lebih tertarik pada pencapaian pribadi dari pada imbalan yang diperoleh atas keberhasilannya, lebih tertarik pada situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan mengajar sebaik mungkin. Ingin lebih berhasil dalam situasi persaingan, mengerjakan pekerjaan yang menghendaki ketrampilan dan usaha, ingin mendapatkan pengakuan, mengerjakan tugas yang dianngap penting, dan menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik.
2. Hubungan Kompetensi Mengajar Dosen, Motivasi Berprestasi Secara Bersama-sama dengan Efektifitas Proses Pembelajaran Kelompok Mata Kuliah Historika di Sekolah Tinggi Theologia .......... (diambil dari Tesis Yonas Muanley)

Kompetensi mengajar diartikan seperangkat karekteristik yang dimiliki seorang dosen sehingga memungkinkannya melakukan transfer pengetahuan kepada para mahasiswa dan sekaligus mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa tersebut secara lebih optimal dalam arti untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Karakteristik tersebut terkait erat dengan kemampuan mentransfer pengetahuan dan membimbing peserta didik sehingga peserta didik dapat memahami fenomena dirinya dan lingkungannya. Dengan memiliki karakteristik-karakteristik ini, maka diyakini seorang dosen akan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar dan sekaligus pendidik karena karakteristik-karakteristik tersebut merupakan modal dasar yang mutlak dimiliki seorang dosen agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, untuk melaksanakan tugas mengajar maka seorang dosen harus memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam kompetensi mengajar dosen atau persyaratan profesionalisme dosen. Salah satu dari persyaratan tersebut adalah memiliki ijazah pendidikan keguruan yang formal atau memiliki akta mengajar. Dengan demikian orang yang menjadi dosen telah dipersiapkan terlebih dahulu melalui pendidikan formal. Selain itu dosen harus terus menerus belajar melalui literature atau sumber-sumber yang terkini tentang aspek-aspek pengajaran sehingga ia terus menerus melengkapi diri dengan kemampuan mengajar. Inilah yang disebut kompetensi menghajar dosen.
Pernyataan terakhir menegaskan bahwa upaya peningkatan kompetensi mengajar dosen setelah melakukan tugas mengajar pada dasarnya terletak pada diri dosen yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena ketika dosen melakukan tugas mengajar mungkin ia tidak ada yang membimbingnya dalam arti ia harus berusaha mengajar tanpa ada dosen senior yang mendampinginya oleh karena itu pengembangan kemampuan mengajar dosen berpulang pada diri dosen tersebut. Jadi salah satu alternatif yang dinilai efektif meningkatkan kompetensi mengajar dosen ini terletak pada diri dosen.
Selain kompetensi yang diuraikan diatas, motivasi berprestasi merupakan hasrat dan kecendrungan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh individu itu sendiri maupun oleh orang lain. Ini terjadi secara internal dan merupakan daya pendorong bagi setiap individu untuk mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, tanpa mempertimbangkan imbalan-imbalan yang bersifat material yang mungkin diberikan oleh lingkungan eksternalnya.
Orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki kecendrungan untuk lebih unggul dari yang lain sehingga tugas yang dipilihnya tingkat kesulitannya moderat, lebih tertarik pada pencapaian pribadi dan situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya, mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, ingin lebih berhasil dalam situasi persaingan, mengerjakan pekerjaan yang menghendaki ketrampilan dan usaha, ingin mendapatkan pengakuan, mengerjakan tugas yang dianggap penting, dan menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik.
Sementara efektifitas proses pembelajaran adalah kelompok mata kuliah historika di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar adalah usaha dosen mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam pembelajaran dalam kuliah kelompok mata kuliah historika, yang berindikator: mahasiswa mengerti setiap pokok materi kuliah mulai dari pendahuluan sampai bagian penutup dari setiap pokok bahasan.
Efektifitas proses pembelajaran tidak lain adalah membandingkan antara hasil atau prestasi yang diperoleh dengan tujuan atau pencapaian tujuan. Ini berarti efektifitas menitikberatkan pada pencapaian tujuan atau hasil yaitu membuat sesuatu yang benar didalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disini efektifitas proses pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar adalah usaha dosen menolong mahasiswa dengan prosedur pembelajaran yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam pembelajaran dalam kuliah kelompok mata kuliah historika, yang berindikator: mahasiswa mengerti setiap pokok materi kuliah mulai dari pendahuluan sampai bagian penutup dari setiap pokok bahasan.
Pencapaian tujuan pembelajaran dalam diri mahasiswa meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), perubahan sikap (afektif), perubahan kemauan (konatif) dan ketrampilan (psikomorik) serta psikospritual (= kemapuan rohani/relasi dengan Tuhan/pertumbuhan rohani. Psikospritual = tambahan untuk perubahan yang diharapkan dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi Teologi Jurusan Teologi dan PAK Teologi Jurusan Teologi dan jurusan lainnya yang dikenal dalam lingkungan Sekolah Tinggi Teologi).
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara kompetensi mengajar dosen, motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dan motivasi berprestasi dosen, maka makin tinggi pula efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
Penilaian terhadap efektifitas proses pembelajaran dalam penilitian ini dapat dilakukan oleh mahasiswa, dan untuk menjaga objektivitas data yang diberikan maka dalam penelitian ini juga akan diterapkan tehnik penilaian hal yang sama. Dan untuk membantu mahasiswa dalam memberikan penilaiannya, instrumen pengukur yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk angket dengan tehnik skala berjenjang (ranting scale)

Contoh Perumusan Hipotesis Penelitian (dari tesis Yonas Muanley)

Sesuai dengan kerangka pikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
(1) Terdapat hubungan positif antara kompetensi mengajar dosen dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi kompetensi mengajar dosen, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
(2) Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dosen dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, makin tinggi motivasi berprestasi dosen, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.
(3) Terdapat hubungan positif kompetensi mengajar dosen, dan motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama dengan efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika. Dengan kata lain, semakin tinggi kompetensi mengajar dosen dan motivasi berprestasi dosen secara bersama-sama, makin tinggi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika.

Efektivitas Proses Pembelajaran Agama Kristen

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu dari frasa “effective” yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektifitas mempunyai beberapa pengertian yaitu, akibatnya, pengaruh dan kesan, manjur, dapat membawa hasil.(KBI) Sedangkan dalam kamus Ilmiah Populer, efektivitas adalah ketepat gunaan, hasil guna, menunjang tujuan.

Bemard menyatakan bahwa efektivitas organisasi merupakan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat objektif (“if it accomplished its specific objective aim”). Selanjutnya Schein dalam bukunya “organizational Psychology mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.(Widodo, 2002)

Frasa efektivitas dapat dipahami dalam pengertian tercapainya sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas (hasil) yaitu mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Di mana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
Menurut Yusufhadi Miarso, efektivitas pembelajaran adalah yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para peserta didik atau siswa, melalui prosedur pembelajaran yang tepat. Jadi, menurut definisi ini efektivitas pembelajaran dikenali dari tercapainya tujuan pembelajaran. (Yusufhadi Miarso, 2004)

Selain itu, Astim Riyanto menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran diartikan berhasil guna atau tepat guna, Definisi ini menegaskan efektifitas pembelajaran dalam dua indicator penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan guru. Menurut Gaff dalam Miarso pembelajaran yang efektif meliputi bagaimana membantu peserta didik atau siswa-siswi untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini efektivitas adalah membandingkan antara hasil belajar yang diperoleh dengan tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan tercapai maka tercapai pula efektivitas. Efektivitas pembelajaran ditandai dengan indikator:

Pertama, kemampuan mengorganisir bahan pelajaran secara baik. Bagian penting yang perlu ada dalam mengorganisasi materi pelajaran adalah merumusan tujuan pembelajaran. Tujuan ini kini disebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, pemilihan bahan pelajaran, kegiatan kelas, pemberian tugas, dan penilaian. Pokok-pokok inilah yang mesti ada dalam komponen proses pembelajaran yang efektif. Pengorganisasian bahan pelajaran adalah kewenangan guru. Maka yang dapat menilai baik atau tidaknya pengorganisasian materi pelajaran adalah para sejawat dalam bidang studi yang bersangkutan, atau ketua program studi, dan siswa. Siswa yang mengikuti pelajaran guru dapat menilai guru dengan cukup tepat. Misalnya siswa dapat menilai: apakah guru menyajikan bahan pelajaran di dalam cara teratur; apakah guru telah mempersiapkan diri untuk kelasnya, apakah guru telah menjelaskan pokok yang perlu dipelajari, dan apakahbahan ajar itu memungkinkan untuk dapat diikuti dengan baik.

Kedua Kemampuan berkomunikasi secara efektif. Aspek-aspek yang berkait dengan komunikasi secara efektif dalam pembelajaran pada bagian ini meliputi: strategi dan metode mengajar, pemakaian media untuk menarik perhatian mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Selain itu penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh, kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi guru), dan kemampuan untuk mendengarkan siswa.
Ketiga, Kemampuan dalam Penguasaan dan antusiasme dalam mata pelajaran. Seorang guru dituntut mengetahui materi pelajarannya dengan baik, agar mudah mengorganisirnya secara sistematis dan logis. Guru mampu menghubungkan isi pelajarannya dengan apa yang telah diketahui siswa.
Keempat, kemampuan dalam bersikap positif terhadap peserta didik. Sikap positif terhadap siswa dilakukan melalui cara-cara seperti: Apakah guru memberi bantuan jika siswa mengalami kesulitan dengan bahan pelajaran. Apakah guru mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi pendapat, Apakah guru dapat dihubungi siswa di luar kelas, Apakah guru peduli terhadap apa yang dipelajari oleh siswa. 

Kelima, Kemampuan memberi ujian dan nilai yang adil. Sejak awal pelajaran siswa harus mendapat informasi tentang: sistem penilaian yang akan mereka peroleh, seperti: kehadiran mereka dalam kelas, tugas-tugas yang akan dikerjakan, ujian tengah semester dan akhir semester.
Keenam, Kemampuan dalam kesesuaian soal ujian dengan bahan pelajaran yaitu pembuatan soal yang konsisten dengan indicator-indikator dari setiap kompetensi dasar yang telah dibuatnya sebagaimana yang ada dalam kontrak dan silabus serta satuan acara pembelajaran. Kesesuaian soal ujian dengan bahan pelajaran yang diberikan merupakan salah satu indicator keadilan dalam ujian.
Ketujuh, Hasil belajar siswa yang yang baik. Pelajaran yang diberi kepada siswa diarahkan untuk tercapainya perubahan pada tiga ranah yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pedoman yang harus dipegang adalah hasil belajar mahasiswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dimaksud dapat berupa perubahan tiga ranah di atas.

Monday, April 25, 2016

Pemanfaatan Free Weblog Sebagai Bahan Ajar Online Pendidikan Agama Kristen

Postingan ini merupakan variabel bebas ke 4 (X4) dari penelitian disertasi Yonas Muanley. Untuk keperluan postingan ini maka saya sederhanakan. Penyederhanaan ini dimaksudkan untuk tidak membosankan pengunjung blog dalam berinteraksi dengan isi postingan yang terlampau panjang. Berdasarkan pemahaman ini saya masuk dalam pembahasan singkat tentang judul postingan di atas. Zaman Yesus dan zaman kini berbeda, teknologi pada zaman Yesus dengan teknologi pada zaman kini berbeda. Yesus pada waktu melaksanakan tugas mengajar tidak mengabaikan teknologi, walaupun teknologinya sederhana yaitu perahu. Yesus memakai perahu untuk mengajar. Yesus Kristus diutus oleh Bapa untuk misi menyelamatan manusia berdosa. Dalam menjalankan tugas misi itu, Yesus menempuhnya dengan mengajar. Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama dengan memperkenalkan tujuan instruksional pengajaran, yaitu “mampu menjadi penjala manusia” (Mat. 4: 19…). Berdasarkan tujuan instruksional itu, Yesus juga memilih setting instruksional, seperti memilih bahan instruksional (misalnya ucapan atau isi bahagia yang disampaikan melalui khotbah Yesus di Bukit) tempat instruksional (misalnya mengajar di bukit), menggunakan media instruksional, yaitu Yesus mengajar orang banyak di atas perahu(Luk. 5:3), melakukan doa instruksional (salah satunya adalah doa Bapa Kami), dan aspek lain yang berkaitan dengan mengajar. Berdasarkan informasi awal ini jelas menunjukkan bahwa ada disain instruksional pengajaran dengan berbagai komponen yang menunjang untuk tercapai tujuan instrusional yang telah Yesus tetapkan seperti dalam Injil Matius 4:19. Salah satu komponen yang Yesus pakai untuk mencapai tujuan instruksional adalah media instruksional, khususnya pada peristiwa Yesus mengajar orang banyak dari atas perahu. Perahu hanyalah sebuah media atau alat untuk menyampaikan informasi (pengajaran). Pada media yang sama, murid-murid-Nya dapat memakainya untuk menangkap ikan. Jadi, satu media dapat dipakai untuk banyak tujuan instruksional. Hal yang menarik penulis untuk mengadakan penelitian ini, yakni perkembangan alat teknologi pada zaman Yesus dengan zaman sekarang tentunya sangat berbeda. Bila pada zaman dulu, Yesus memilih perahu untuk mengajar orang banyak maka sekarang ada banyak fasilitas teknologi, mulai dari sederhana sampai teknologi informasi canggih, khususnya internet dengan berbagai fasilitas yang tersedia pada internet untuk kepentingan informasi. Perkembangan ilmu dan teknologi yang merupakan hasil dari pendidikan terhadap manusia muda, membawa dampak perubahan yang sangat besar, salah satunya adalah ditemukannya internet oleh Departemen Pertahanan Amerika pada tahun 1969..Penemuan ini membawa perkembangan baru. Sejak ditemukan internet, internet hanya terbatas pada negara-negara tertentu dan untuk bidang-bidang tertentu. Akan tetapi sesuai perkembangan zaman maka internet mulai dibutuhkan di berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satunya yaitu dalam dunia Pendidikan. Internet merupakan koneksi antara satu komputer dengan komputer lain di seluruh dunia. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1.000 komputer. Pada tahun 1987, jumlah computer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat menjadi 10.000 lebih. Pada tahun 1988, jarko Oikarinen dari Finlandia menemukan dan memperkenalkan IRC (Internet Relay Chat). Tahun 1989 jumlah computer yang saling berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat, sehingga diperkirakan pada tahun 1989, sudah tercapai 100.000 komputer yang saling terhubung atau membentuk jaringan. Tahun 1990 merupakan tahun yang bersejarah, yaitu ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu computer dengan computer lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program ini kemudian disebut www (world wide web). Pada tahun 1992, computer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta computer dan di tahun yang sama muncul istilah surving the internet. Tahun 1994, situs internet telah berkembang menjadi 3.000 alamat halaman dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berubah. Di tahun 1994, Yahoo! Didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator 1.0 Perkembangan Tehnologi Informasi dan Internet sebagaimana yang dimaksud di atas, membuat masyarakat tidak dibatasi oleh jarak antara dua orang atau lebih yang ingin berkomunikasi secara langsung, hal ini disebabkan karena salah satu fungsi internet adalah untuk menghilangkan jarak antara dua orang atau lebih yang ingin berkomunikasi secara langsung secara online. Orang dapat berkomunikasi dari satu Negara ke Negara lain yang jaraknya terlampau jauh tetapi dapat diatasi melalui internet. Berkomunikasi di telepon bisa saja dilakukan antara satu dengan lain melalui jarak yang jauh tetapi membutuhkan biaya yang sangat mahal, internet mengatasi kendala tersebut. 

Bila dikatakan internet mengatasi factor hambatan jarak antara satu individu dengan yang lainnya maka hal ini dapat dimungkinkan karena internet memiliki fasilitas-fasilitas berkomunikasi seperti: electronic mail (e-mail), discussion group, maling list (milis), newsgroups, FTP (file transfer protocol), Telnet, Gopher, dan world wide web (www). Bagian terakhir ini akan menjadi focus pembahasan penulis dalam disertasi. World wide web adalah layanan internet yang paling banyak dikenal orang dan perkembangan teknologinya paling cepat. Layanan ini menggunakan link hypertext yang disebut hyperlink untuk merujuk dan mengambil halaman-halaman web dari server. Halaman web baik yang profesional maupun Free dapat digunakan untuk menyimpan suara, gambar, animasi, teks, dan yang kemudian dapat diakses secara online. Akses itu terlaksana karena adanya skrip halaman web atau program html. Dalam web tersebut kita kenal istilah world wide web. Aplikasi dari world wide web adalah domain (alamat web) dan hosting (tempat meletakkan produk yang berupa informasi dalam bentuk teks, gambar, suara) yang berbayar dan gratis. Bagian yang terakhir ini seperti: www.blogspot.com, www.wordpress.com, www.multiply.com dan lain-lain. Fasilitas internet yang terakhir ini memberi peluang yang sangat besar dalam komunikasi di dunia pendidikan atau dalam proses pembelajaran, khususnya penyediaan layanan weblog atau blog berbayar maupun yang gratis, seperti: www.blogger.com (blogspot.com), www.wordpress.com dapat dipakai untuk proses pembelajaran. Di dunia pendidikan umum sudah banyak yang memanfaatkan untuk kepentingan proses pembelajaran setiap mata kuliah. Di perguruan tinggi mulai dikenal blog dosen, baik yang dikelola oleh lembaga (fakultas) maupun oleh pribadi dosen. Perkembangan yang lebih signifikan adalah ternyata guru-guru di SMA atau SMK telah memiliki blog yang dikelola untuk mata pelajaran yang diasuh. Fakta ini (paparan di atas) tidak diikuti oleh warga pembelajar, khususnya para dosen dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi. Para dosen Teologi, baik yang di bidang Teologi maupun Pendidikan Agama Kristen sedikit yang memiliki blog, demikian pula mahasiswa Teologi. Kalaupun ada, jarang ada yang merancang blog gratis seperti Blogspot dan wordpress sebagai media instruksional. Oleh karena itu maka perlu dibahas memanfaatkan blog gratis sebagai media instruksional pembelajaran untuk setiap mata kuliah yang diasuh oleh dosen di Sekolah Teologi. Memang benar bahwa internet ketika ditemukan dan dalam perkembangannya hanya terbatas pemakaiannya oleh orang-orang dari golongan menengah ke atas dan perusahan-perusahan besar. Akan tetapi seiring perkembangan tehnologi informasi yang semakin canggih (era revolusi internet) mempengaruhi perkembangan internet ke seluruh pelosok dunia, mulai dari perkotaan sampai pedesaan, perkembangan internet yang demikian pesat dan canggih tentu menguntungkan masyarakat. Seiring dengan itu, terjadi persaingan tehnologi informasi dari perusahan-perusahan besar, khususnya tehnologi informasi seperti Komputer, Laptop, notebook, netbook, hp-hp murah dan lain sebagainya yang merupakan produk-produk dari perusahan-perusahan besar, seperti produk Cina dan Korea membuat masyarakat semakin diuntungkan, karena tehnologi informasi yang dulunya mahal sekarang menjadi semakin terjangkau oleh masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah . Perkembangan teknologi yang demikian semakin lama semakin membawa pada persaingan harga, harga berbagai teknologi informasi seperti lap top, notebook, netbook, hp mulai relative murah. Perangkat tehnologi informatika seperti computer, pocket pc, notebook, netbook, dan telepon selular yang semuanya bisa digunakan untuk browsing internet dengan mudah. Dengan demikian internet bukan lagi sebagai barang mewah, melainkan sebuah kebutuhan yang bagi sebagian orang sudah keharusan. Tidak heran perkembangan demikian membuat internet dijadikan sebagai media yang sangat potensial untuk berbisnis, sarana media pendidikan dan lain-lain. Hal ini membuat penulis surving di internet untuk mencari seberapa banyak dosen teologi, baik jurusan teologi maupun pendidikan agama Kristen yang memiliki blog yang dipakai untuk proses pembelajaran, ternyata hasilnya tidak terlalu banyak. Kalaupun ada, isi blognya tidak diatur dalam format disain isntruksional yang menjadikan weblog atau blog yang dikelola sebagai media instruksional pengajaran. Padahal di blog terdapat banyak peluang untuk disain instruksional pengajaran, khususnya untuk mata kuliah yang diasuh. Tidak hanya untuk tujuan instruksional pengajaran tetapi tujuan instruksional lembaga pendidikanpun dapat disampaikan dalam blog. Blog sangat efektif dan efisien untuk dijadikan sebagai media instruksional pengajaran. Dikatakan demikian karena weblog atau blog adalah salah satu fasilitas internet. Sebagai bagian dari fasilitas internet maka isi blog memiliki jangkauan yang sangat luas atau mendunia. Perkembangan blog yang sedemikian pesat mesti dipergunakan secara baik untuk pendidikan Kristen. Kini koneksi internet sudah mulai diterapkan dalam pendidikan, yaitu ada koneksi dari satu computer ke computer lain yang berada di dunia yang terkoneksi dengan dunia pendidikan. Itu berarti fasilitas internet dipakai untuk kebutuhan pendidikan. Dalam dunia pendidikan tidak dapat mengabaikan komunikasi, komunikasi demikian dapat diwujudkan melalui internet. Perwujudan sebagaimana yang dimaksud di atas dapat tercapai karena internet. Internet adalah kumpulan dari jutaan computer di seluruh dunia yang terkoneksi satu sama lainnya. Media koneksi yang digunakan bisa melalui sambungan telepon, serat optic (fiber optic), kabel koaksial (coaxial cable), satelit, atau dengan koneksi wireless. Ketika Anda log on (terhubung) dengan internet, Anda diberikan hak akses ke computer lain di seluruh dunia yang terhubung juga dengan internet. Dengan kemajuan tehnologi yang semakin pesat, internet dapat diakses dengan koneksi wireless dari handheld PC atau dari sebuah computer notebook. Setelah terhubung dengan internet, Anda dapat mengirim dan menerima e-mail (surat elektornik), chatting dengan media teks atau suara, berselancar (surfing) di world wide web, atau hal-hal lain dengan suatu software aplikasi tertentu. Penjelasan di atas menegaskan bahwa internet memerlukan perangkat-perangkat seperti: computer, Satelit dan lain-lain yang saling terkoneksi. Dengan demikian kemajuan teknologi Informasi (kemajuan berbagai merek computer sampai pada netbook), persaingan perusahan-perusahan dalam tehnologi informasi yang canggih menyebabkan persaingan harga dari terbatas terjangkau menjadi terjangkau oleh semua pihak. Perangkat tehnologi informatika seperti: computer, pocket pc, notebook, netbook, dan telepon seluler yang semuanya bisa digunakan untuk browsing internet dengan mudah, membuat masyarakat semakin dimanjakan. Sehingga saat ini internet bukan lagi sebagai barang mewah, melainkan sebuah kebutuhan yang bagi sebagian orang adalah suatu keharusan. Tak heran lagi internet dijadikan tempat yang sangat potensial untuk berbagai kegiatan, seperti: berbisnis (bisnis online), pendidikan (pendidikan online), dan lain-lain. Salah satu fungsi internet adalah untuk menghilangkan jarak antara dua orang atau lebih yang ingin bersosialisasi secara langsung. Kita ingin tulisan kita dibaca oleh orang banyak di berbagai tempat (dunia), melalui bukupun bisa tapi sangat terbatas, internet mengatasi kesulitan tersebut. Punya email namun hanya dipakai untuk facebook, berkirim surat dll. Ada banyak fasilitas gratis di internet, seperti weblog dll. Tersedianya weblog gratis, seperti blogspot, wordpress, multiply. Blogspot dalam praktik penggunaannya sangat mudah. Dengan kemudahan dalam penggunaan dan pengelolaan, membuat blog (blogspot) lebih banyak diminati para penulis dibandingkan dengan website lainnya. Semakin banyak orang mengunjungi blog dan mengapreasi tulisan Anda secara positif, Anda akan semakin dikenal khalayak ramai. Secara umum, blog memiliki cirri sebagai berikut:

1. Isi utama biasanya berupa informasi yang bersifat kronologis dan terbagi menjadi beberapa kategori 2. Terdapat arsip untuk berita atau informasi lama 3. Ada tempat buat orang lain meninggalkan pesan atau memberi komentar 4. Biasanya terdapat link ke web/blog favorit atau yang sering dikunjungi, yang disebut blogroll
Membuat blog tidak harus menyewa domain atau hosting. Seorang dosen bisa memanfaatkan penyedia layanan blog, seperti: blogspot, wordpress, multiply. Blogger atau yang lebih dikenal dengan sebutan blogspot merupakan salah satu layanan blog gratis yang popular saat ini. Dalam penggunaan blogspot, dikenal Istilah Blogger dan Blogspot, kedua istilah ini sama saja, istilah blogger digunakan untuk membuat akun, membuat artikel, memodifikasi tampilan, dan lain-lain. Bisa dibilang, blogger sebagai halaman administratornya, sedangkan blogspot alamat url dari blog yang kita buat. Misalnya, http://yonas-muanley.blogspot.com Penggunaan Blog sebagai media jurnal pribadi online oleh semua kalangan membuatnya semakin popular, ditambah dukungan penyedia layanan Blog popular Blogger.com. Diperkirakan pengguna blog di Indonesia menempati peringkat antara 3-4. Hal menunjukkan budaya NgeBlog sudah tidak asing lagi di Indonesia. Walaupun demikian sedikit sekali dosen teologi yang memakai weblog untuk dijadikan sebagai media pembelajaran untuk mata kuliah yang diasuhnya. Padahal bahan kuliah dapat dimuat secara online di blog. Terlebih lagi dosen dapat menjadikan blog sebagai papan tulis online, buku online, bahan ajar online. Namun kenyataannya tidak banyak dosen teologi yang menulis di blog. Khususnya memanfaatkan blog sebagai media instruksional pengajaran dan menjadikannya sebagai multimedia untuk pengajaran sehingga terjadi pembelajaran yang menyenangkan (pembelajaran yang menyapa belahan otak kiri dan kanan) peserta didik. Penggunaan media pembelajaran memungkinkan hal tersebut. Pengalaman dalam proses pembelajaran menunjukkan bahwa ketersediaan media dan pemanfaatannya sangat terbatas. Media yang sering digunakan adalah media cetak seperti: diktat, modul, hand out, buku teks, bahan ajar, majalah, surat kabar, dan sebagainya. Dan didukung oleh alat bantu sederhana yang masih dipergunakan seperti: papan tulis, whiteboard, kapur tulis/spidol. Sedangkan media audio, siaran TV/Radio, overhead transparency, video/film, dan media elektronik (computer, internet, khususnya blog) masih belum secara intensif dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran. Selain masalah di atas, fakta menunjukkan bahwa setiap dosen dan mahasiswa punya email namun hanya dipakai untuk facebook, berkirim surat dll. Sedikit yang memakai email untuk membuka account weblog gratis. Sekaligus belajar memanfaatkan teknologi internet, khususnya halaman-halaman website sebagai media eksistensi dosen. Ada banyak fasilitas gratis di internet, seperti weblog dll. Tersedianya weblog gratis, seperti blogspot, wordpress, multiply, dapat dipakai untuk hal-hal yang bermanfaat. Salah satunya adalah dapat dipakai oleh dosen untuk mengonlinekan bahan kuliahnya, silabus, RPP dan kontrak pembelajaran, dll. Blogspot dalam praktik penggunaannya sangat mudah. Dengan kemudahan dalam penggunaan dan pengelolaan, membuat blog (blogspot) lebih banyak diminati para penulis dibandingkan dengan website lainnya. Membuat blog tidak harus menyewa domain atau hosting. Anda bisa memanfaatkan penyedia layanan blog, seperti: blogspot, wordpress, multiply. Blogger atau yang lebih dikenal dengan sebutan blogspot merupakan salah satu layanan blog gratis yang popular saat ini. Dalam penggunaan blogspot, dikenal Istilah Blogger dan Blogspot, kedua istilah ini sama saja, istilah blogger digunakan untuk membuat akun, membuat artikel, memodifikasi tampilan, dan lain-lain. Bisa dibilang, blogger sebagai halaman administratornya, sedangkan blogspot alamat url dari blog yang kita buat. Misalnya, http://yonas-muanley.blogspot.com Blog merupakan jurnal pribadi seseorang yang berisi tulisan-tulisan yang dimuat sebagai posting, tulisan-tulisan tersebut bisa berupa gagasan, ide bahkan sesuatu yang pernah dilakukan oleh pemilik blog tersebut. Seiring dengan berkembangnya dunia jaringan internet membuat tehnologi tak terdiam begitu saja, penggunaan jaringan internet dari tahun ke tahun semakin bertambah pesat mendorong tehnologi tersebut melangkah seperti roket. Penggunaan Blog sebagai media jurnal pribadi online oleh semua kalangan membuatnya semakin popular, ditambah dukungan penyedia layanan Blog popular Blogger.com. Cara memanfaatkan weblog sebagai bahan ajar online atau media pembelajaran/sumber pembelajaran teologi dan pendidikan agama Kristen. Ada beberapa pilihan, menjadi blogger (orang yang memanfaatkan blog untuk berbagai keperluan) yaitu: (1) tingkat pemula, (2) tingkat menengah, (3) tingkat mahir. Berdasarkan riset sederhana di internet dengan memakai google, blogspot (blogger) memiliki peringkat terbaik di mesin pencari google dan peringkat berikutnya adalah wordpress. Artinya bila seorang dosen memanfaatkan blogspot untuk memposting bahan ajarnya maka dalam beberapa waktu cepat sekali terindeks oleh google dan dibaca oleh banyak orang di seluruh dunia. Di atas telah ditegaskan bahwa dalam menggunakan free weblog seperti Blogspot.com dan wordpress.com, ada kategorinya yaitu mulai dari pemula sampai pada tingkat mahil dalam memanfaatkan blog. Untuk dosen teologi bisa dimulai dari tingkat pemula. Menjadi Tingkat Pemula dalam memakai blog Blogger.Com. Syaratnya sebagai berikut.
a. Punya email/membuat email
1. Yahoo
2. Ymail
3. Gmail
b.Pengertian Blog
c. Membuat Blog
d. Membuat Entri (Posting Materi Kuliah)
e. Tampilan Blog
a. Template blog
b. Template Dinamis
c. Template dari pihak ketiga (Blogger)
c. Membuat Tombol Navigasi untuk:
a. Silabus
b. Tugas
c. Sistem Penilaian
d. Kontak dengan dosen
e. Standar Kompetensi
f. Kompetensi Dasar
g. Indikator
h. dll (sesuai kebutuhan)
Contoh-contoh Pemanfaatan Free Weblog berbasis blogspot untuk bahan Ajar Online dengan sejumlah tugas. Contoh untuk Mahasiswa di STT .......

Jadi, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pemanfaatan free weblog adalah kemampuan dosen memanfaatkan blog gratis untuk mendukung tercapainya efektivitas proses pembelajaran dengan indicator:Blog Dosen (1) membuat blog, (2) menata blog, (3) memposting Standar Kompetensi dan (4) Kompetensi Dasar, (5) memposting bahan Ajar Secara Online, (4) Kontrak Pembelajaran, (5) silabus, (6) RPP/SAP, (6) membuat tombol navigasi, (7) tugas online (8) UTS Online (9) UAS online Blog Mahasiswa: Mahasiswa Paper Online/Makalah Online/Hasil Diskusi Online (Bahan ini adalah variabel Bebas atau X4 dari Disertasi Yonas Muanley). Mohon tidak dikopi paste.

Sunday, April 24, 2016

Mari belajar Bab I tentang tempramen peserta didik

BAB I 
PENDAHULUAN 

Pokok-pokok pembahasan dalam Bab ini yaitu: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, hipotesis, ruang lingkup penelitian, metode dan prosedur penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Narasi suci dalam Kejadian 1 dan 2 meneguhkan para pembaca teks suci bahwa manusia dicipta secara komplit. Manusia punya keunikan yang berbeda dengan makluk lainnya. Artinya Tuhan menciptakan manusia demikian unik, keunikannya inilah yang membuat manusia itu berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya.
Keunikan itu salah satunya yang muncul dalam teori kebenaran dalam proses berpikir Hipocrates. Ia adalah seorang ahli dalam kedokteran di Yunani kala itu. Teori yang terkenal dari Hipocrates yaitu bahwa manusia memiliki empat tipe temperamen dasar.
Keempat tipe temperamen ini adalah akibat dari empat macam cairan tubuh yang sangat penting di dalam tubuh manusia yaitu darah, empedu kuning, empedu hitam dan flegma.(Tim Lahaye,2005:11). Berdasarkan teori ini kemudian dikembangkan sebuah pemahaman bahwa tidak ada manusia yang hanya memiliki satu tempramen, paling tidak ada beberapa tempramen karena temperamen bersifat “herediter” (diwariskan atau diturunkan). Hal ini berarti perkembangan kehidupan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan.
Teori tipe kepribadian sebagaimana yang disebutkan di atas juga ditanggapi dalam berbagai aliran pemikiran. Misalnya aliran nativisme menyatakan bahwa setiap orang akan menjadi pribadi sesuai tempramen yang dibawa sejak ia dilahirkan. Misalnya seorang yang memiliki tempramen pendiam. Tempramen ini merupakan warisan genetika dari keturunan orangtua atau dari garis keturunan keluarga besarnya. Jadi menurut aliran ini tempramen seseorang dapat mempengaruhi sifat-sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu menurut aliran nativisme tempramen seseorang tidak dapat diubah. Alasan argumen ini yakni tempramen merupakan bawaan sejak lahir. Jadi, tempramen tidak bisa diubah. Jika demikian apakah manusia membutuhkan pendidikan?
Corak berpikir di atas bukan satu-satunya, masih ada cara berpikir lain yang berbeda dengan cara berpikir kelompok Nativisme. Kelompok ini datang dari aliran berpikir yang disebut aliran empiris. Penganut aliran ini menyatakan bahwa setiap orang sejak lahir diibaratkan kertas yang masih putih bersih. Tidak ada noda dalam dirinya. Noda dalam dirinya disebabkan oleh lingkungan. Aliran ini juga disebut “tabularasa”. Pengaruh yang dimaksud yaitu pengaruh karena pengalaman, pengaruh pendidikan atau pengaruh lingkungan hidupnya. Jadi lingkungan mempengaruhi kepribadian anak. Bila lingkungan baik maka semakin baik seorang anak, jika lingkungannya kurang baik maka kehidupan anak juga dibentuk menjadi pribadi yang kurang baik.
Ada pula corak berpikir yang memadukan dua aliran yang bertentangan di atas, aliran berpikir ini dicetuskan oleh W.Stern dengan teorinya yang terkenal yaitu “teori konveregensi” atau teori perpaduan. Menurut teori ini kedua kekuatan berpikir di atas yaitu kekuatan berpikir Nativisme dan Tabularas atau aliran empiris keduanya dapat dipadukan menjadi satu kekuatan yaitu keduanya (Nativisme dan empirisisme/Tabularasa) berpadu menjadi satu. Jadi keduanya saling memberi pengaruh. (Singgih D. Gunarsa, 1999, 19).
Jadi mana yang dapat dipakai dalam proses Pendidikan Agama Kristen? Setiap Guru Pendidikan Agama Kristen harus memutuskan pendekatan mana yang dipakai. Apakah tempramen tidak bisa berubah atau bisa berubah atau dipadukan menjadi satu kekuatan yaitu saling memberi pengaruh?
Pokok yang dikemukakan di atas sedemikian penting karena peserta didik yang dihadapi Guru Pendidikan Agama Kristen adalah peserta didik yang memiliki tempramen yang berbeda. Ada peserta didik yang pendiam, sulit bergaul secara leluasa, tetapi ada pula peserta didik yang periang dan mudah bergaul dengan siapa saja, ada pula peserta didik yang emosinya meledak-ledak dan seterusnya.
Dalam konteks demikian apa yang mesti dilakukan oleh seorang guru Pendidikan Agama Kristen. Apakah berusaha mengenal kepribadian anak secara lebih mendalam atau cukup hanya sebatas mengajar dan selesailah tugas guru. Jika ini yang terjadi maka sejauh mana perubahan yang terjadi pada diri peserta didik dalam pendidikan Agama Kristen yang mentransformasi kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain perubahan apakah yang dihasilkan dari “mengasihi Tuhan dengan segenap kognitif, afektif dan psikomotorik”? Bukankan perubahan ini merupakan perubahan yang dikehendaki TUHAN. Jika demikian apakah Pendidikan Agama Kristen harus berada pada aliran pemikiran Nativisme yaitu tempramen anak tidak dapat dirubah, maka pendidikan sebenarnya tidak merubah tempramen anak, ataukah sebaliknya Pendidikan Agama Kristen memakai pendekatan empiris yaitu tempramen bisa diubah maka Pendidikan Agama Kristen dapat berkontribusi untuk perubahan tersebut. Jika kedua pemikiran ini sulit dipakai maka apakah pemikiran yang terakhir yaitu memakai pendekatan konvergensi, yaitu kedua pemikiran ini saling mempengaruhi maka Pendidikan Agama Kristen dapat menakomodir kedua gaya berpikir di atas sebagaimana akomodir teologis dalam konsili Nicea 325 yang merangkum pemikiran Nestorius dan Cyrillus menjadi sebuah kekuatan dogama yang bertahan sampai kini dan masa-masa yang akan datang.
Bertitik tolak dari masalah di atas, maka penulis menetapkan variabel penelitian ini menjadi: Hubungan paradigma Nativisme, empiris serta Konvergensi terhadap Tujuan Pendidikan Agama di .........

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini:

1. Bagaimana paradigma Navisme terhadap perubahan tempramen peserta didik?
2. Bagaimana paradigma Empiris terhadap perubahan temperamen peserta didik?
3. Bagaimana paradigma Konvergensi terhadap perubahan tempramen peserta didik?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yakni berusaha menganalisi sejaumana hubungan paradigma Navisme, Empiris dan Konvergensi terhadap Tujuan Pendidikan Agama Kristen di .................

D. Pentingnya Penelitian

Pentingnya penelitian ini berkenaan dengan kegunaan teoritis dan praktis. Kegunaan teoritis yaitu memberi kontribusi untuk pengembangan Ilmu Pendidikan Agama Kristen dalam aspek pendidikan tentang tempramen, dan kegunaan praktisnya yaitu untuk menolong para guru dalam praksis Pendidikan Agama Kristen di berbagai setting Pendidikan Agama Kristen

Temuan Bab IV Disertasi memakai metode kualitatif

BAB IV
PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran umum Objek Penelitian

Penelitian pada prinsipnya memiliki objek penelitian, objek penelitian dalam penelitian mahasiswa (disertasi) ini yaitu peserta didik dan pendidik yang melakukan kegiatan proses pembelajaran di Sekolah Tinggi Teologi. Beberapa STT yang dipilih yaitu STT terletak di Jakarta Timur.
Mahasiswa yang berada di empat STT di atas berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Memiliki karakter dan budaya yang berbeda pula. Fasilitas yang dimiliki sekolah pun berbeda-beda, ada yang memiliki kampus tersendiri, dan ada pula yang menyewa tempat perkuliahan.
Fasilitas belajar, seperti papan tulis dinilai memilki kelayakan, alat-alat menulis seperti spidol tersedia, media pembelajaran, khususnya LCD/Infocus terbatas sehingga tidak semua dosen memakai LCD/infokus dalam proses pembelajaran atas mata kuliah yang diasuh dosen.
Waktu belajar, ada yang pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00 – 12.00, ada pula kuliah siang yaitu pukul 13.30 – 15.20 untuk mata kuliah yang berbobot 2 sks. Ada pula yang melaksanakan kuliah pada sore hari sampai malam yaitu mulai pukul 16.00 – 21.00.

B. Temuan Penelitian

Penelitian apapun selalu memiliki ontology (hakikat realitas yang diteliti), dan epistemology (membangun pengetahuan yang sesuai dengan hakekat realititas yang diteliti), dan aksioligi (kemanfaatan hasil penelitian). Dalam penelitian ini hakekat salah satu dari sekian banyak realitas (ada) yang diteliti oleh penulis adalah pembelajaran (peserta didik dan pendidik), pengetahuan yang hendak dibangun adalah efektivitas proses pembelajaran atau tercapainya tujuan pembelajaran yaitu perubahan pada peserta didik yang meliputi domein kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka dalam kajian teori telah ditemukan teori efektivitas proses pembelajaran, yang selanjutnya ditetapkan dalam penelitian ini menjadi landasan dalam meneliti efektivitas proses pemelajaran dengan beberapa variable bebas yang mempengaruhi efektivitas tersebut. Teori efektivitas proses pembelajaran yang dimaksud yaitu menurut Wina Sanjaya (2011:59), efektivitas pembelajaran teriri atas: tujuan, isi/materi, metode, media, evaluasi.
Dalam konteks epistemology penelitian variable efektivitas sebagaimana yang dimaksud di atas (menurut teori Wina sanjaya), apakah pengetahuan ini benar, yakni efektivitas proses pembelajaran dapat terjadi dalam diri peserta didik bila dosen telah merumuskan tujuan pembelajaran, dan berusaha memakai proses-proses seperti: memilih materi yang cocok dengan tujuan yang hendak dicapai, menggunakan strategi dan metode sehingga tujuan pembelajaran tercapai, selain itu untuk mencapai efektivitas proses pembelajaran maka penggunaan media menjadi hal yang penting, dan untuk mengetahui bahwa tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai maka digunakan evaluasi atau penilaian.
Secara epistemology dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang benar adalah persesuaian antara pengetahuan dengan realitas (validitas). Pengetahuan yang benar adalah sesuai dengan kenyataan yaitu objek yang diteliti. Dalam konteks pemahaman demikian maka disebar instrument kepada objek penelitian yaitu para mahasiswa di STT. Artinya apakah yang dikatakan dalam teori efektivitas proses pembelajaran yaitu bahwa untuk terjadinya belajar yang efektif dalam diri peserta didik maka unsure-unsur yang harus ada dan dikelola secara baik yaitu (1) merumuskan tujuan mata kuliah, (2) memilih materi, (3) memakai metode, (4) memakai media, (5) mengadakan evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Benarkan demikian pada peserta didik (mahasiswa) di STT?
Untuk maksud inilah disebarkan angket kepada mahasiswa di STT sebagai dasar empiris (kenyataan), kenyataan lapangan yaitu pada objek yang diteliti. Di sini penulis menggunakan kebenaran teori dan kebenaran empiris (fakta lapangan) yaitu apakah para mahasiswa mengalami perubahan belajar dalam diri mereka atas setiap mata kuliah karena menemukan dosen di STT yang memulai kuliah dengan perumusan tujuan yang jelas dan dikomunikasikan kepada mahasiswa, apakah benar bila dosen memakai materi kuliah yang baik maka akan tercapai tujuan pembelajaran, apakah benar jika dosen memakai media dalam proses pembelajaran maka peserta didik akan mengalami perubahan (kognitif, afektif dan psikomotorik), apakah benar teori yang menyatakan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran maka diperlukan evaluasi atau penilaian.? Semuanya ini akan dibuktikan berdasarkan penelitian lapangan dengan cara menyebarkan angket dan dianalisis secara kualitatif.
Pemahaman yang sama juga dihubungkan pada variable-variabel bebas yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran di STT . Artinya, apakah kompetensi paedagogik dalam hal merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar serta indicator-indikator mempunyai pengaruh terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT (fakta empiris/penelitian lapangan), apakah motovasi berprestasi dosen mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran?, apakah itegrasi pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran yaitu terjadi perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik (mahasiswa) di STT ? Apakah pemanfaatan weblog (blog) yang gratis seperti wordpress dan blogspot mempengaruhi mahasiswa di STT dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan? Berdasarkan maksud yang demikian (yang telah dipaparkan di atas), maka temuan-temuan dalam penelitian disertasi ini difokuskan kepada masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian, yaitu:

(1) Bagaimana efektivitas proses pembelajaran di STT ?
(2) Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT ?
(3) Bagaimana pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT ?
(4) Bagaimana pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus
terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT ?
(5) Bagaimana pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT ?
(6) Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen, motivasi berprestasi dosen, pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus, pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran secara sendiri-sendiri dan bersama-sama berpengaruh terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT ?

1. Efektivitas proses pembelajaran di STT

Temuan data pada variable efektivitas proses pembelajaran di STT dapat diperoleh berdasarkan hasil sebaran angket kepada mahasiswa yang dipaparkan sebagai berikut: Sebelum memaparkan hasil angket maka pedoman angket ini adalah bertolak dari definisi konseptual dan operasional dari variable Y yaitu efektivitas proses pembelajaran adalah penilaian mahasiswa terhadap efektivitas tercapainya tujuan pembelajaran yang mereka alami pada waktu mengikuti kuliah untuk setiap mata kuliah yang dilaksanakan di STT (variable terika/ Y). Ini berarti apa yang ada dalam angket adalah penilaian mahasiswa.

Alternatif penilaian:

4/1. SE = Sangat efektif
3/2/ E = Efektif
2/3 KE = kurang efektif
1/4 TE = Tidak Efektif

INSTRUMEN (Y): Efektivitas proses pembelajaran di STT
No Pernyataan Jml responden yg memilih pernyataan SE Jml responden yg memilih pernyataan E Jml responden yg memilih pernyataan KE Jml responden yg memilih pernyataan
Maaf olah data secara kualitatif dalam postingan ini dihapus karena tidak terbaca secara baik dalam sistem blog. Mungkin karena postingan sudah banyak. Nanti saya posting dalam postingan selanjutnya

Saturday, April 23, 2016

Berani mewujudkan Bab I Disertasi Secara Kualitatif

Berani mewujudkan bab I Disertasi dengan Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Sekolah Teologi mungkin agak langka. Kita butuh keberanian untuk memulai. Saya buktikan itu melalui disertasi saya. Pada tahun 2012 saya mempertahankan disertasi saya dengan metode penelitian kualitatif. Metode ini tidak banyak dipakai karena kesulitan mendapatkan bentuk penelitian kualitatif dengan mengadakan penelitian lapangan, dan bukan hanya kajian teori dan selesai tanpa ada penelitian lapangan. Model ini saya sudah pakai pada strata S1 (S.Th.) dan Magister (M.Div.).

Berdasarkan pendekatan ini (Hanya stdudi pustaka) kita tidak punya kebenaran empiris atas apa yang kita teliti. Semua yang kita dapat dari kajian pustaka adalah hanya kebenaran teori dan bukan kebenaran empiris. Itulah sebabnya dalam disertasi saya menggunakan metode kualitatif. Krangka Bab I, II, III, IV dan V dari metodologi Penelitian Kualitatif itu saya temukan melalui studi mandiri sejak tahun 2005, yaitu setelah saya menyelesaikan M.Th saya dengan metode kualitatif yang dikuantitatfkan.Karena saya temukan sendiri maka praktis dalam penelitian disertasi yang saya lakukan, saya bertindak sebagai dosen pembimbing metodologi dan isi. Kedua pembimbing atau ko promotor disertasi hanya mengoreksi beberap isi kajian teori. Itulah sebabnya saya beri judul postingan berani mewujudkan Bab I Disertasi dalam Metodologi Kualitatif. Selanjutnya karena model penelitian kualitatif dengan penelitian lapangan di STTT masih kurang maka saya berusah memposting isi BAb I Disertasi yang telah saya buat dan diuji tahun 2012. Para pengunjung blog. 

Bila Anda adalah seorang yang sedang bergumul mencari bentuk penelitian kualitatif untuk disertasi Anda tetapi tidak ada contoh maka saya hadir untuk memberi contoh disertasi dengan penelitian kualitatif. Bentuk ini saya temukan sendiri, saya lebih banyak berperan dalam mengadakan penelitian disertasi. Ada pembimbing tetapi mereka tidak punya keahlian dalam pendekatan kualitatif, mereka sudah terbiasa dengan penelitian kuantitatif. Jadi saya bekerja sendiri, mencari format penelitian kualitatif, mereka (dosen pembimbing) hanya koreksi sedikit tentang isi dan beberapa masukan dari pembimbing metodologi. Jadi saya bertindak sebagai dosen pembimbing untuk diri sendiri. Ha ha ha. Namanya penelitian Doktor, harus menemukan teori bukan hanya uji teori. Baiklah berikut ini adalah contoh penelitian untuk Disertasi dalam Bidang Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan oleh Yonas Muanley. Bahan postingan ini hanya BAB I. Tujuan postingan ini yakni menolong para pengunjung blog yang sedang mencari bentuk penelitian dengan menggunakan METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF dengan penelitian lapangan. Rasanya metode penelitian kualitatif masih kurang dalam penelitian yang dikembangkan di Sekolah Tinggi Teologi. Itulah sebabnya Bahan Bab I ini diposting. Mohon tidak dikopi paste tanpa izin dari pemilik blog ini. Kemudian frasa "Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif"? yang selalu berulang dalam postingan ini untuk setiap alinea hanya sekadar untuk menguji teori "kesukaan google" dan "kesukaan pembaca". Mohon tidak terganggu dengan frasa tersebut. Kini kita masuk dalam Bab yang dimaksud.

Berikut ini adalah Contoh Bab I Disertasi yang diambil dari Disertasi Dr. Yonas Muanley, M.Th.


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah Penelitian


Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif? Pembelajaran adalah sebuah istilah yang dipakai untuk menggambarkan kegiatan terstruktur edukatif antara pendidik dengan peserta didik, di dalam pembelajaran ada kegiatan mengajar dan belajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru dan dosen, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Mengajar dan belajar atau mendidik dan belajar bukanlah sesuatu yang tidak dinarasikan dalam Alkitab, di dalam Alkitab justru terdapat banyak bukti tentang kegiatan mengajar. Memang benar bahwa mengajar yang disebutkan di dalam Alkitab tidak harus dibayangkan secara formal seperti yang terjadi sekarang ini di dalam kelas. Walaupun demikian konsep tentang mengajar dan praktik mengajar sudah ada dalam Alkitab. Allah sendiri memulainya di taman Eden untuk dua manusia pertama, dan manusia pertama meneruskan kegiatan mendidik itu, kegiatan mendidik dan dididik (mengajar dan belajar) itu diwariskan dari generasi ke generasi manusia sepanjang zaman. Di atas telah dinyatakan bahwa Alkitab mendeskripsikan tentang mengajar. Untuk menopang epistemologi pernyataan bahwa Alkitab memaparkan bukti-bukti yang kuat tentang mengajar perlulah sebuah ontology yang tentunya beranjak dari kesaksian teks kitab suci (Alkitab). Data-data Alkitab menunjukkan kepada setiap orang yang membacanya bahwa memang benar ada singgungan tentang mengajar dalam Alkitab. Usaha menemukan data-data tentang mengajar berdasarkan Alkitab bermaksud untuk memberi kepastian bahwa mengajar adalah bagian dari kesaksian Alkitab. Data-data itu dapat diruntut dalam ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan kata mengajar dapat diperhatikan dalam nats-nats ini: Kel. 4:12, 35:34, Ul. 20:18, Hak. 13:8, II Sam. 22:35, II Raj. 12:2, II Taw. 17:7,9, Ezr. 7:10, Neh. 8:9,9:20, Ayb. 4:3, 15:5, 36:2, Maz. 18:34, 32:8, 71:17, 119:102, 144:1, Kid. 8:2. Pada ayat-ayat di atas dipakai kata “mengajar”, frasa mengajar dalam ayat-ayat ini dipakai dalam beberapa pengertian yaitu dalam arti kiasan dan literal (pembahasannya dalam kajian teori bab II disertasi). Sedangkan data-data Perjanjian Lama tentang “mendidik” dapat dilihat dalam: II Raj. 10:6, Ams. 6:23, 9:7, sementara data tentang “didikan” dapat diperhatikan dalam ayat-ayat ini: Ayb. 5:17, Ams. 1:2, 3, 7,8, 3:1, 4:1, 13, 5:12, 23, 8:33, 10:17, 12:1, 13:1, 13:18, 15:5, 10, 32, 33, 19:20. Sedangkan data Perjanjian Baru tentang “mengajar” dapat dilihat dalam: Mat. 9:35, 11:1, 13:54,21:23, 26:55, Mark. 1:21, 2:13, 4:1, 6:6, 10:1, 12:35, Luk. 4:31, 5:17, 6:6, 11:37, 12:1, 13:10, 22, 20:1, 21:37, Kis. 13:43. Sedangkan data tentang “dididik/pendidik” dalam Perjanjian Baru muncul secara dua kali, yaitu Rom. 2:20 (pendidik orang bodoh), I Kor. 4:15 (beribu-ribu pendidik dalam Kristus …).

Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif? Data di atas secara literal hanya membicarakan tentang mengajar, mendidik, didikan dan tidak membicarakan tentang pelajar atau istilah terkini peserta didik. Akan hal itu dapat dianalisis bahwa bila ada bukti-bukti mengajar di dalam Alkitab maka pastilah ada orang yang mendengar ajaran itu, orang yang mendengar ajaran itu disebut murid/peserta didik atau manusia muda yang membutuhkan tuntutanan edukatif dari orang dewasa (guru/pendidik). Alkitab sering memakai anakku dan murid. Sebutan yang terakhir banyak dipakai dalam kegiatan instruksional Yesus. Yesus pun memilih murid dan memberi pengajaran kepada murid-murid-Nya. Memang harus disadari bahwa didaktik (proses pembelajaran) yang dibicarakan dalam Alkitab tidaklah dalam arti ilmu mengajark sebagai suatu ilmu yang bercerai/berpisah/berdiri sendiri sebagai suatu ilmu mandiri dari induknya yaitu ilmu pendidikan sebagaimana yang dikenal dalam ilmu didaktik. Tetapi yang mau ditegaskan di sini yakni kegiatan mengajar (menyampaikan pengetahuan yang berguna) supaya manusia muda yang diajar mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sang pendidik. Kegiatan mengajar sudah dimulai oleh Allah dan diteruskan di dalam umat pilihan-Nya. Adam dan Hawa mengajar anak-anaknya, Nuh dan isterinya mengajar anak-anaknya, Abraham dan isterinya mengajar anak-anaknya dan seterusnya sampai terbentuknya Israel sebagai bangsa pilihan dan meneruskan kegiatan mengajar. Misalnya Musa mengajar umat Israel. Bukti kegiatan instruksional (mengajar dan belajar) di dalam Alkitab memberi penegasan bahwa mengajar adalah sebuah aktivitas pelayanan yang dikehendaki Tuhan. Di sini mengajar dan belajar menjadi bagian kehendak Tuhan, Ia sendiri melakakukan tugas mengajar itu, dan Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan dikarunia karunia mengajar untuk mengajar umat-Nya memahami kehendak-Nya. Maka tepatlah kata para ahli PAK, mengajar adalah tugas gereja. Yesus di dalam pelayanan-Nya penuh dengan tugas mengajar. Jadi, ada dasar yang kuat untuk percakapan dan perwujudan pembelajaran. Adanya fakta di dalam Alkitab yang begitu kuat menyatakan tentang mengajar memberi warga pembelajar (pendidik dan peserta didik) semangat yang berkobar-kobar untuk mengajar dan belajar. Bila di dalam Alkitab terdapat banyak keterangan tentang mengajar maka dapatlah dikatakan bahwa istilah mengajar (ilmu mengajar) sebelum dikenal dan dibicarakan secara ilmiah baik di dalam suatu disiplin ilmu pendidikan umum, dan pendidikan agamawi non ekklesia Israel dan Gereja, istilah dan praktik mengajar sudah disaksikan di dalam Alkitab yang merupakan historinya Tuhan. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa tidak ada dalam kitab-kitab suci non Kristen yang memuat data begitu kuat tentang mengajar selain Alkitab. Berdasarkan alasan ini maka aksiologi pembelajaran adalah semangat untuk melaksanakan didaktik Kristus di Indonesia melalui lembaga pendidikan swasta maupun negeri, secara khusus di STT. Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?Paparan di atas memberi konfirmasi bahwa mengajar dan belajar di STT adalah bagian dari perintah Tuhan yang mesti dilaksanakan secara efektif. Yesus di dalam melaksanakan misi soteriologi juga memakai pendekatan mengajar sebagaimana yang dinyatakan dalam Matius 5 -7. Di dalam Matius 4:19 Yesus menyatakan apa yang menjadi tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya, kemudian dalam Matius 5-7 Yesus menyampaikan materi pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang telah dicatat dalam Matius 4 :19, materi pengajaran Yesus: ucapan bahagia (pendidikan karakter/etika), hukum taurat (Mat. 5:17-48), cara memberi sedekah (Mat. 6:1-4), Cara Berdoa (Mat. 6:5-15), Cara puasa (Mat. 6:16-18), Mengumpulkan harta (Mat. 6:19-24), Pelajaran tentang kekuatiran (Mat. 6:25 – 34), Menghakimi, hal yang kudus dan berharga, Pengabulan doa, jalan yang benar, pengajaran sesat, dua macam dasar, (Mat. 7). Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?Isi pengajaran harus disampaikan dengan cara yang efektif agar pendengar yang mendengar materi pengajaran mengalami perubahan. Yesus pun memakai metode mengajar. Metode-metode yang dipakai Yesus dalam mengajar yaitu metode ceramah atau khotbah (Mat. 5:1). Yesus mengajar sambil duduk, Yesus juga memakai metode penguatan, metode penguatan ini dapat diperhatikan dalam cara Yesus menyampaikan pujian kepada murid-murid-Nya dengan mengatakan bahwa murid-murid-Nya adalah garam dan terang dunia, garam dan terang dunia adalah kata-kata kiasan untuk menggambarkan peran para murid yaitu bahwa mereka dipanggil untuk menjadi berguna bagi sesama (bdn. Mat. 5:13-16). Ukuran efektivitas dari setiap kegitan terstruktur adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Yesuspun sebelum mengajar telah menentukan tujuan dan untuk mencapai tujuan itu Yesus memakai prosedur yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan yang dimaksud itu dapat dibaca dalam Mat. 4:19, sedangkan prosedur yang dipakai Yesus yaitu pemakaian metode mengajar, memakai kiasan-kiasan dalam mengajar, memilih tempat mengaja secara fleksibel tanpa terikat pada satu tempat, Yesus sering memakai bukit, pantei, perahu dan lain-lain. Salah satu murid yang membuktikan tujuan Yesus dalam Matius 4:19 adalah Petrus, ketika Petrus berkhotbah tiga ribu orang bertobat (menjadi penjala manusia). Paparan di atas menegaskan bahwa Yesus melaksanakan sebuah kegitan terstruktur yaitu mengajar, sementara murid-murid-Nya melakukan kegitan belajar. Inilah kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini merupakan kegiatan terstruktur. Ada tujuan yang hendak dicapai, ada materi untuk mencapai tujuan, ada metode untuk mencapai tujuan, ada evaluasi apakah tujuan tercapai.

Sekolah Tinggi Teologi sebagai lembaga studi yang berkonsentrasi pada panggilan keagamaan dan budaya, ikut terlibat dan melakukan proses pembelajaran tersruktur. Proses pembelajaran diartikan interaksi edukatif antara pendidik dengan peserta didik, antara sesama peserta didik, antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar. Proses interaksi ini memberi dampak yaitu terjadinya perubahan pada peserta didik. Perubahan itu meliputi kognitif, afaketif dan psikomotorik. Serta perubahan lain yang mulai gencar dilakukan di Indonesia adalah perubahan karakter dengan mengedepankan pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter agar anak memiliki karakter unggul di dalam dirinya. Efektivitas proses pembelajaran itu diukur dari ketercapaian tujuan pembelajaran yaitu penetapan standar kompetensi dan Kompetensi dasar serta indicator-indikatornya. Untuk mewujudkan itu maka dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi paedagogis yang mampu memikirkan secara mendalam dan merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta memikirkan bagaimana peserta didik mencapainya sehingga proses pembelajaran memenuhi kriteria efektivitas. Salah satu bagian dari kompetensi paedagogi dosen adalah mampu merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta indikatornya. Bagian yang disebutkan di atas membutuhkan apa yang disebut dengan kemampuan merumuskan tujuan instruksional. Kemampuan menyusun tujuan yaitu kemampuan dalam identifikasi masalah yaitu proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesanjangan antara kedua keadaan tersebut. Bila kesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besar dan ditetapkan untuk diatasi itu disebut maslah. Kesenjangan ini disebut kebutuhan. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan instruksional umum atau standar kompetensi (M.Atwi Suparman, 2001:40) Kenyataan menunjukkan bahwa perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi masalah pada dosen. Bagaimana merumuskan sebuah tujuan yang bila memakai pendekatan kurikulum berbasis kompetensi maka tujuan mata kuliah itu dirumuskan dalam bentuk kompetensi yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar. Ada sebagian dosen yang dapat merumusakn standar kompetensi secara baik, tetapi ada pula yang tidak mencantumkan atau memikirkan secara mendalam perubahan seperti apakah yang hendak dimiliki peserta didik setelah mengikuti mata kuliah yang diajarkan. Sering ditemukan bahwa pendidik mengajar mengejar materi dan bukan pada tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang dirumuskan juga hanya sekadar mengambil dalam silabus yang sudah ada, dan atau tanpa memiliki tujuan mengajar. Sekedar menulis di silabus tetapi tidak pernah memikirkan secara mendalam akan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya.

Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?Beberapa ahli pendidikan seperti W. James Popham dan Eva L. Baker mengungkapkan bahwa tidak ada pendidik professional (guru dan dosen) yang sengaja berusaha mencapai hal-hal yang tidak penting. Namun masalah yang terjadi yaitu secara empiris kontekstual kekinian terdapat banyak guru yang secara tidak sadar berusaha mencapai tujuan yang tidak penting, dengan kedok berusaha mencapai tujuan yang sangat penting . Pada sisi lain ada kendala dalam mewujudkan perubahan-perubahan dalam diri peserta didik. Perubahan-perubahan itu diduga lebih banyak berhubungan dengan kognitif ketimbang afektif dan psikomotorik, terlebih lagi pembentukan karakteristik unggul yang menyatu dengan misi setiap mata kuliah. Perubahan kognitif yaitu membentuk mahasiswa dengan perubahan dalam bidang kemampuan manusia muda (mhs) dalam berpikir, sedangkan perubahan afektif yaitu perubahan peserta didik dalam aspek bersikap, sedangkan perubahan psikomotorik yaitu perubahan kemampuan peserta didik dalam melakukan gerak fisik. Proses pembelajaran bertujuan untuk perubahan, perubahan itu berkait dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan dosen merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator-indikatornya Mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif: mampu memakai strategi instruksional, metode-metode instruksional, memanfaatkan media-media instruksional, melakukan doa-doa instruksional, waktu-waktu belajar instruksional, efektifitas pendidikan karakteristik unggul menurut didaktik Yesus dalam matius 5:1-16 yang terintegrasi dengan mata kuliah. Mampu mengadakan penilaian/efaluasi secara efektif. Perubahan Kognitif, Afektif dan psikomotorik serta pemilikan karakteristik unggul. Kemampuan merumusan/menentukan tujuan instruksional, Merekonstruksi Bahan Instruksional pengajaran, Kemampuan memanfatkan Media instruksional pengajaran, Proses pembelajaran yang dimaksud dalam variable penelitian ini dipahami sebagai proses interaksi antara dosen dengan mahasiswa, antara mahasiswa dengan sesama mahasiswa, antara mahasiswa dengan sumber-sumber belajar. Muara dari interaksi edukatif ini adalah perubahan yang meliputi kognitif yaitu perubahan pada bidang kemampuan manusia dalam berpikir, afektif yaitu perubahan pada bidang kemampaun manusia dalam bersikap, dan psikomotorik yaitu perubahan pada bidang kemampuan manusia dalam melakukan gerak fisik.( Suparman , 2001: 237 – 241) Perubahan ini dapat berlangsung dalam diri peserta didik karena berbagai factor, antara lain setting (latar) instruksional yang meliputi: fasilitas, alat, bahan, lingkungan dan sumber daya lain yang tersedia, selain itu factor lain adalah strategi instruksional yaitu urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan mahasiswa, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan. Berbagai komponen ini dapat dimanfaatkan untuk tercapainya efektifitas pembelajaran (tercapainya tujuan pembelajaran).

Jadi, efektivitas proses pembelajaran adalah tingkat/kondisi tercapainya tujuan instruksional yang telah ditentukan dalam suatu proses pembelajaran. Akan tetapi pengalaman proses pembelajaran sering menunjukkan bahwa mahasiswa kurang berminat mengikuti pelajaran dengan berbagai alasan. Jika mahasiswa kurang berminat mengikuti proses pembelajaran maka efektivitas proses pembelajaran pasti tidak tercapai. Dalam konteks ini ada factor-faktor yang dapat mempengaruhi untuk mengatasi minat belajar sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam hal ini apakah kompetensi dosen mempengaruhi efektifitas pembelajaran. Kompetensi seperti apakah yang dapat menolong mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, apakah motivasi berprestasi dosen mempengaruhi efektivitas pembelajaran?. Motivasi seperti apakah yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran?

Proses pembelajaran yang merupakan kegitan terstruktur yang meliputi kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik (oleh guru dan dosen). Pembelajaran merupakan istilah terkini untuk merujuk pada dua kegiatan edukasi yaitu mengajar dan belajar. Pembelajaran adalah bagian dari pendidikan. Oleh karena itu maka bagian ini dimulai dengan ulasan tentang pendidikan. Pendidikan ada sejak manusia pertama yaitu Adam dan Hawa (bnd. Kej.). Di taman Eden Tuhan menjadi pendidik utama dan pertama bagi manusia pertama. Dalam perkembangan manusia, manusia mendidik generasi selanjutnya. Misalnya Adam dan Hawa mendidik anak-anaknya, Anak-anak Adam dan Hawa mendidik anak-anaknya, demikian kegiatan didaktik ini dilangsungkan sepanjang zaman. Sampai terpilihnya Israel sebagai sebuah bangsa, pendidikan itu tetap dilaksankan. Di luar bangsa Israel kegiatan mendidik pun dilaksanakan, hanya nuansa spritualnya berbeda. Bangsa Israel berbasis Yahwe sedangkan bangsa-bangsa lain disekitar Israel maupun yang jauh dari Israel melaksanakan kegiatan pendidikan berbasis keyakinan setempat atau berbasis agama samawi. Kegiatan ini berlangsung sampai datang-Nya Tuhan yang menjadi manusia yang dinamakan Yesus Kristus (bnd. Yoh.1:14). Mereka yang percaya kepada-Nya menjadi komunitas ekklesia yang akan melanjutnya tugas mengajar. Dalam komunitas Dia sepanjang hidupnya melaksanakan tugan mengajar pada umat-Nya. Di dunia ini ada berbagai kegiatan, tetapi dua kegiatan yang menjadi perhatian besar dan memerlukan beragam pengorbanan yaitu kegiatan belajar dan mengajar. Yesus yang adalah Tuhan dan juruselamat itu dalam tugas pelayanan-Nya memiliki murid yang melaksanakan kegiatan belajar (mengikuti guru-Nya), dan Yesus menjadi guru yaitu memberi pengajaran yang menakjubkan. Biasanya Yesus disebut Guru Agung. Dua kegiatan itu dirangkum dalam sebuah istilah teknis pendidikan masa kini yaitu “pembelajaran”. Pembelajaran sebagaimana yang disebut terakhir ini merupakan bagian dari pendidikan.

Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?Kapan pendidikan ada dan berlangsung dalam kehidupan manusia? Jawabannya yakni keberadaan pendidikan dimulai oleh TUHAN dan tugas itu dipercayakan kepada manusia sehingga manusia melakukan kegiatan mendidik dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, dari satu kekuasaan ke kekuasaan lain. Pendidikan itu ada sepanjang eksistensi (keber-ada-an) kehidupan manusia. Kehidupan manusia selalu dan senantiasa diliputi dengan pendidikan. Pendidikan itu ada karena manusia sejak lahir memiliki banyak aspek eksistensi kehidupan, yaitu aspek eksistensi yang bersifat spiritual keagamaan (keyakinan/kepercayaan), kefilsafatan (cinta kebenaran), kemanusiaan, kependidikan sendiri, kesejahteraan, kebudayaan, yuridis, sosiologis, psikologis, ekonomis, dan sebagainya. Berbagai aspek eksistensi kehidupan manusia sebagaimana yang telah disebutkan disini akan berlansung secara baik apa bila ada suatu kegiatan yang disebut pendidikan. Dinyatakan demikian karena merujuk pada beberapa definisi pendidikan berikut ini. Pendidikan dalam definisinya secara etimologi kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata paidagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Jadi, berdasarkan etimologi ini, pendidikan diartikan seni mengajar atau seni mendidik anak-anak. Searah dengan pendapat kedua ahli ini, wiji Suwarno menyatakan bahwa: istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah di antar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Oleh karena itu pendidikan disebut dalam bahasa Inggris, to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual peserta didik. Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berakar praktik manusia, khususnya praktik yang berlangsung dalam kebudayaan Romawi Kuno, khususnya dalam pengaruh bahasa Latin. Kata pendidikan dari bahasa Latin disebut ‘educare’. Educare atau pendidikan adalah kesediaan orang dewasa memberi pembimbingan secara berkelanjutan kepada orang yang belum dewasa. Inti penekanan yaitu pembimbingan secara berkelanjutan. Merujuk pada beberapa pemahaman di atas, jelas menyatakan bahwa dalam kegiatan pendidikan selalu ada orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Masing-masing memiliki kegiatan yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama yaitu perubahan (memperbaiki moral dan melatih intelektual). Dalam kata Bahasa Latin pendidikan diartikan bimbingan secara berkelanjutan. Bimbingan ini jelas dilakukan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa. Bimbingan secara berkelanjutan ini pun pastilah memiliki sasaran yang hendak dicapai, sasaran atau tujuan yang mau dicapai adalah perubahan. Perubahan itu dalam taksonomi Bloom dinamakan perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan orang dewasa dalam definisi pendidikan bila dihubungkan dalam konteks formal maka dalam dunia pendidikan maka orang dewasa dapat diartikan orang yang memiliki kelayakan secara professional untuk melakukan sebuah pekerjaan membimbing yaitu mengajar. Sedangkan orang belum dewasa dalam konteks pendidikan formal diartikan peserta didik dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi yang perlu dibimbing oleh orang dewasa (professional) untuk mengalami perubahan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sementara dalam konteks non formal orang dewasa meliputi beragam pihak, seperti orangtua di rumah, dan masyarakat atau orang dewasa juga dapat dipahami dalam konteks non pribadi tetapi memberi perubahan seperti internet dan lain-lain.

Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?Pendidikan diselenggarakan untuk tujuan merubah atau mentransformasi peserta didik dalam beberapa domein : 1. bidang kognitif, yakni perubahan peserta didik berupa bertambah dan makin kuatnya konsep pengetahuan yang akan menolongnya dalam kehidupan bermasyarakat dan berkarya 2. bidang afektif yakni perubahan akan bertambahnya keinsafan dan kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dimilikinya. 3. bidang psikomotor yaitu perubahan yang berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan. Dengan kata lain makin berkembangnya ketrampilan yang kini dan kelak dapat menyebabkan peserta didik mampu mempertahankan diri.

Dua hal yang sering dikeluhkan masyarakat yaitu mengajar dan mendidik. Ada pula yang menilai pendidik (guru dan dosen) hanya melakukan tugas mengajar dan bukan melakukan pendidikan atau mendidik. Dengan kata lain pendidik hanya melakukan tugas mengajar tidak melaksnakan kegiatan mendidik sehingga perubahan pada peserta didik dalam ranah afektif dan psikomotorik sulit tercapai. Mendidik sebagai usaha mempengaruhi dan membimbing anak dalam usaha mencapai kedewasaan tidak diwujudkan oleh pendidik, pendidik hanya mentranfer pengetahuan, hanya sekedar mengajar dan tidak mentransformasi peserta didik. Masalah yang berhubungan dengan pokok ini yakni para pendidik masa kini lebih banyak menekankan pendekatan intelektual atau intelegensi atau hanya mengajar nilai, sementara hal yang paling penting yang ikut menentukan kesuksesan berkarya diabaikan yaitu pendidikan yang merubah ketrampilan hidup dan bersosialisasi. Pokok ini terabaikan dalam pendekatan pendidikan dewasa ini. Sering peserta didik dievaluasi berdasarkan nilai ulangan bukan kemampuan anak secara menyeluruh. Kemampuan anak itu terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik. Tiga kemampuan ini harus mendapat perhatian dalam proses pendidikan yang memanusiakan peserta didik dalam kelanjutan hidupnya di masyarakat. Mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa sejumlah pengetahuan, nilai, dan atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual. Untuk membandingkan perbedaan tiga kata itu maka dijelaskan bahwa mengajar merupakan sebagian kecil dari mendidik. Sedangkan mendidik memerlukan tanggungjawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan. Berbagai pengertian di atas menunjukkan bahwa bahwa manusia menurut keberadaan kodratnya, adalah mahluk yang bersifat labil sehingga sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, kecukupan secara lahir maupun batin, kecukupan secara individual maupun social. Oleh karena itu maka manusia yang belum dewasa (masih butuh didikan) membutuhkan bimbingan orang dewasa (orang yang lebih dewasa). Manusia itu memiliki kodrat kejiwaan, yaitu cipta (cipta mempunyai sifat kodrat mencipta/creativity), yaitu cenderung mencipta hal-hal baru yang bernilai lebih besar. Sedangkan rasa bersifat kodrat kepekaan (sensitivity), yaitu cenderung memberikan penilaian secara menyeluruh berimbang (esthetic) dalam memutuskan sesuatu. Sementara karsa yaitu manusia memiliki sifat kodrat nafsu atau keinginan berlebih (desirous). Ketiga aspek ini butuh pendidikan (tuntunan orang lain). Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berguna untuk kelangsungan hidup manusia. Ketiga aspek kejiwaan manusia yang disebutkan diatas sangat menentukan fungsinya dalam satu rangkaian kesatuan. Tanpa potensi cipta, kreativitas dalam bentuk hal-hal baru tidak mungkin dan jika tidak ada hal-hal baru, manusia pun terancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan, mengingat badan manusia cenderung lemah, maka manusia tidak bisa langsung mengonsumsi bahan mentah yang tersedia dari sumber daya alam. Manusia harus mengolahnya secara intensif agar ketersediaan pangan cukup dan bisa menjamin kesehatan badan. Begitu pula halnya dalam memenuhi kebutuhan sandang dan papan. Manusia harus kreatif mencipta produk-produk baru agar bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam di mana mereka hidup. Kreativitas cipta tersebut sebenarnya selalu berhubungan dengan dorongan potensi karsa, di mana sifat kodrat karsa selalu cenderung ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik (kualitas) dan bahkan lebih banyak (kuantitas). Setiap manusia memerlukan pendidikan (pembimbingan secara berkelanjutan) agar terbina aspek lahir maupun batin, baik secara individual maupun social yang berakar pada kodrat kejiwaan manusia, yaitu cipta, rasa dan karsa. Dengan kata lain potensi cipta, rasa dan karsa pada setiap manusia perlu mendapat pembimbingan secara berkelanjutan. Disinilah manusia membutuhkan pendidikan. Kebutuhan manusia akan pendidikan disebabkan oleh karena manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Manusia adalah adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Pendidikan dimulai dari keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga persekolahan, persekolahan formal, dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orangtua.

Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas pada perkembangannya bergerak kearah formal, maka bermunculan sekolah dari TK sampai pada PT. Salah satu lembaga yang ikut bertanggungjawab dalam pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan adalah hadirnya sekolah-sekolah Teologi, seperti Sekolah Tinggi Teologi yang menjadi tempat penelitian ini. Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?. STT-STT sebagai lembaga pendidikan ikut bertanggungjawab dalam perubahan kognitif, afektif, psikomotorik yang diperlukan orang yang belum dewasa yang diutus dan didik dalam lembaga pendidikan teologi. Kegiatan pendidikan di STT juga adalah kegiatan yang bertumpu pada komponen-komponen pendidikan. Komponen pendidikan itu seperti tujuan, peserta didik, pendidik, alat, dan lingkungan. Salah satu komponen dalam pendidikan yang sangat memegang peranan penting adalah tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan jantung dari proses pembelajaran. Setiap mata pelajaran atau mata kuliah yang disajikan memiliki tujuan instruksional atau bila memakai Kurikulum Berbasis Kompetensi maka tujuan Instruksional dari setiap mata kuliah harus dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang diharapkan dapat dicapai atau diwujudkan dalam diri peserta didik setelah para peserta didik berinteraksi selama jumlah pertemuan yang ditentukan (persemester). Kompetensi itu terdiri dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta indicator-indikator dari setiap kompetensi dasar. Upaya mencapai tujuan pembelajaran atau standar kompetensi dapat disebut efektif. Ini berarti efektivitas proses pembelajaran dari setiap mata pelajaran atau mata kuliah yang disajikan setiap semester dapat dikur dari ketercapaian tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka penting untuk memperhatikan proses pembelajaran. Ada berbagai komponen proses pembelajaran yang mesti diperhatikan dalam rangka efektivitas sebuah pembelajaran. Salah satu komponen yang menempati urutan pertama dan utama adalah tujuan pembelajaran. Penggunaan komponen lain dari pembelajaran mengarah pada komponen utama yaitu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran, entah mata pelajaran atau mata kuliah manapun mesti meliputi perubahan prilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar akan dikatakan efektif jika peserta didik mengalami perubahan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Perubahan itu meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dari setiap peserta didik. Dengan kata lain belajar adalah suatu proses dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan prilaku (Kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang relative tetap karena pengaruh pengalaman dan atau usaha manusia itu sendiri. Bila perubahan ini tidak terjadi maka proses pembelajaran tidak dapat memenuhi kriteria efektivitas. Mengajar juga dapat dikatakan efektif bila mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pengajaran juga harus mampu memberi perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotoik dari peserta didik yang diajarnya. Tercapainya tujuan pembelajaran merupakan ukuran efektivitas proses pembelajaran. Disini menjadi jelas bahwa tujuan pembelajaran adalah jantung dari proses pembelajaran. Jika tidak ada tujuan pembelajaran maka pembelajaran tidak mempunyai arah, pembelajaran berlangsung secara asal-asalan, sekedar memenuhi kewajiban. Sebaliknya bila pembelajaran memiliki tujuan maka pembelajaran akan berlangsung dengan arah yang jelas. Peserta didik melakukan tugas belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, demikian pula pendidik melaksanakan prosesdur pengajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Masalah yang mempengaruhi variable penelitian “Efektivitas Proses Pembelajaran” yaitu disinyalir secara konseptual bahwa terjadi apa yang disebut dengan lemahnya proses pembelajaran yaitu lemahnya proses pembelajaran. Artinya dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dampaknya yaitu ketika peserta didik lulus dari sekolah atau perguruan tinggi, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi peserta didik miskin dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan di masyarakat. Jadi perlu keseriusan dalam mengelola proses pembelajaran. Keseriusan dalam menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses Pembelajaran. Lemahnya proses pembelajaran” yang dipaparkan di atas memang tidak didukung secara empiris dalam argumen konseptualnya tentang lemahnya proses pembelajaran karena pernyataan di atas merupakan frasa-frasa dari pengantar bukunya yang berjudul “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan” yang diterbitkan tahun 2006. Akan tetapi bila melihat ulasan konseptualnya tentang komponen-komponen proses pembelajaran pada halaman 59 dari judul buku yang telah disebutkan di atas maka dapat dipahami bahwa 5 komponen proses pembelajaran yang dikemukakan yaitu: (1) Tujuan, (2) Isi/Materi, (3) Metode, (4) media, (5) evaluasi merupakan komponen-komponen yang menentukan efektivitas proses pembelajaran (tercapainya tujuan pembelajaran/perubahan prilaku yang dialami peserta didik) namun diabaikan atau tidak dilakukan secara utuh. Misalnya metode pengajaran hanya berbasis ceramah yang sudah melekat dalam diri setiap pendidik, materi kuliah yang tidak mengalami revisi dari tahun ke tahun sama, bahkan ada yang sudah using, penggunaan media pun sering ditemui banyak kendala, guru dan atau dosen ingin membuat media tetapi terkendala dengan minimnya dana, ataupun terbatasnya media LCD di sekolah, evaluasi terhadap mahasiswa. Ada lembaran-lembaran jawaban yang tidak dikembalikan ataupun dikembalikan tanpa ada komentar dosen yang menunjukkan dimana letak kekurangan dan kemajuan mengerjakan soal ujian.

Fakta menunjukkan perumusan kompetensi sekadar mengikuti kebiasaan, ada pula yang tidak memiliki rumusan tujuan komptensi, ada pula yang memiliki sertivikat AA dari universitas tertentu tetapi tidak mengimplementasi, ada yang memiliki AA dari Depag RI, ada pula yang tidak memiliki AA. Keterbatasan komponen-komponen proses pembelajaran seperti media pembelajaran: LCD terbatas, Website apalagi.

Motivasi berprestasi dosen. Efektivitas pembelajaran merupakan jantung pembelajaran. Adakah pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Motivasi berprestasi seperti apa yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran? Apa yang dimaksud dengan motivasi? Dapatkah motivasi mempengaruhi perilaku seseorang? Peran pembelajaran dalam perilaku dalam motivasi juga penting. Clark Hull (1952) dalam Sahlan Asnawi menyatakan bahwa Hull mengembangkan suatu teori di tahun 1940-an yang menguraikan saling hubungan antara pembelajaran dan motivasi memunculkan perilaku. Para teoritisi pembelajaran menekankan peran insentif dalam mengontrol perilaku diarahkan pada tujuan yang akan dicapai. Selain itu, telah dilakukan penelitian dengan pengkondisian klasik dan operan yang terlibat dalam munculnya motiv. Beberapa motiv dipelajari melalui pengamatan. Proses ini disebut pemodelan (modeling) yang merupakan dasar bagi sebagian besar motivasi manusia.

Interaksi social. Interaksi individu satu dengan individu lainnya dapat menimbulkan motivasi. Riset psikologi social menunjukkan kekuatan kelompok dalam memotivasi individu untuk menyesuaikan diri dan kekuatan vigor yang memiliki otoritas dalam memotivasi individu untuk mentaati figure yang memberikan motivasi. Keberadaan orang lain sering mengurangi kemungkinan individu untuk memberikan bantuan dalam suatu kondisi darurat sekalipun. Situasi social memiliki pengaruh besar terhadap intensitas perilaku, dalam hubungannya dengan sikap berinteraksi terhadap orang lain. Hal ini disebabkan oleh situasi tersebut mempunyai pengaruh untuk mengubah motivasi interaksi dengan orang lain. Proses kognitif (Cognitive Process). Peran proses kognitif dalam motivasi mulai banyak dikenal. Jenis informasi yang kita terima dan bagaimana informasi itu diolah, memiliki pengaruh penting terhadap perilaku kita. Seperti teori keseimbangan Heider, teori disonasi kognitif Festinger dan teori persepsi dari Bem, menekakankan peran pengolahan informasi aktif “berpikir” dalam mengontrol perilaku. Selain itu, teori atribusi pun turut menekankan peran kognisi dalam menafsirkan orang lain-termasuk diri kita-yang menunjukkan bahwa perilaku kita sangat didasarkan pada penafsiran tersebut.

Masalah Kompetensi Paedagogi. Setiap pendidik pasti menyelesaikan pendidikan pada jenjang yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas profesioanl yaitu mengajar atau memberi kuliah. Syarat ini penting karena dengan pendidikan pada konsentrasi yang sesuai dan dengan tingkat pendidikan sesuai maka seseorang dosen diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian melaksanakan tugas mengajar, khsusnya mata kuliah yang diasuhnya. Salah satu kemampuan paedagogi yaitu setiap dosen mampu merumuskan/merekonstruksi kemampuan apa yang mesti dicapai oleh peserta didik. Bagian ini penting karena sering dijumpai bahwa ada nama mata kuliah tetapi dalam pelaksanaannya belum ada rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya. Adapula sekolah tertentu yang hanya memberi deskripsi mata kuliah tanpa merumuskan standar komptensi dan kompetensi dasardengan sejumlah indicator. Disisi lain, ada pula sekolah-sekolah Teologi yang tidak hanya memiliki deskripsi mata kuliah tetapi sudah menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator. Bagian ini sangat memudahkan dosen. Bila dosen tidak memiliki kemampuan paedagogis maka ia tidak dapat merumuskan salah satu komponen kompetensi paedagogis yaitu mampu merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya. Fokus utama aspek kompetensi paedagogi yang menjadi variable bebas penelitian ini adalah kemampuan dosen merumuskan tujuan pembelajaran atau jika tujuan pembelajaran itu berbasis KBK maka bagaimana dosen mampu merumuskan tujuan berdasarkan kemampuan yang mau dicapai. Dan bagaimana memakai komponen-komponen proses pendidikan untuk standar kompetensi tersebut.

Pendidikan Karakteristik Unggul Berbasis Didaktik Kristus. Pendidikan karakter kini sedang gemar dilaksanakan di Negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena berbagai penyimpangan perilaku yang terjadi di Negara ini. Alkitab sebenarnya menjadi sumber untuk menggali nilai-nilai universal pendidikan karakter itu. Salah satu yang hendak diteliti adalah pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus (pengajaran Yesus) berdasarkan Matius 4:19, 5:1-16. Yesus mengajarkan tentang ucapan bahagia, dan dalam ucapan bahagia itu terkandung nilai karakter yang begitu agung yang dapat gabungkan dengan mata kuliah apapun di STT. Bila hal ini terjadi apakah terbentuk sebuah karakteristik unggul dari para peserta didik di STT yang kemudian mereka kelak nantinya menjadi pemimpin-pemimpin dalam masyarakat gereja maupun umum. Tingkat Pemahaman Dosen akan Instruksional Yesus Kristus. Injil Matius mencatat satu perintah Agung dari Yesus Kristus yaitu dalam Matius 28:19-20. Perintah Agung ini hanya dibaca dalam beberapa konteks. (1) konteks misiologis yaitu perintah untuk memberitakan Injil (2) Konteks pembinaan warga gereja (katekisasi). Adakah bidang-bidang lain termasuk dalam perintah ini? Dengan kata lain, apakah mata kuliah yang diasuh oleh dosen mata kuliah umum, mata kuliah praktika, mata kuliah historika, mata kuliah biblika, mata kuliah agama-agama dan lain-lain masuk dalam perintah Yesus Kristus? Bila ia ada dalam perintah Yesus Kristus yang oleh peneliti dengan memakai istilah Instruksional Yesus Kristus (Perintah/Amanat Agung Yesus Kristus) apakah setiap dosen bersemnagat mengajar mencapai efektivitas pembelajaran karena intrusional Yesus Kristus atau lebih kepada aspek lain, misalnya ekonomis?

Pemanfaatan Web Blog oleh dosen dalam proses pembelajaran. Kemajuan Teknologi Informasi memberi pengaruh yang luas di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, teknologi telah mempengaruhi masyarakat, khususnya dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan mulai digunakan Teknologi berbasis Internet. Internet adalah terkoneksinya satu computer dengan computer lain di seluruh dunia. Peluang ini memungkinkan dunia pendidikan mulai mempergunakan fasilitas internet seperti website (www) untuk proses pembelajaran. Website tersebut ada yang bersifat berbayar dan gratis. Bagian terakhir ini dikenal dengan web blog/weblog atau blog. Blog kemudian mulai dimanfaatkan dalam Proses Pembelajaran. Sebuah penelitian menunjukkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran dengan mengngunakan media video berbasis web. Hasilnya para mahasiswa  menyatakan program ini sangat menarik dan sangat membantu dalam kegiatan pembelajaran. Mahasiswa juga menyatakan 90 % program pembelajaran berbasis website dapat mengatasi kebosanan terhadap perkuliahan di kelas dalam bentuk metode ceramah.

Hal di atas banyak digunakan di Perguruan Tinggi umum, ada blog dosen UI, Blog Dosen UKI, Blog dosen UPI, Blog Dosen Universitas Naratoma, Blog Dosen Gunadharma, dan masih banyak lagi. Selain itu di tingkat SD – SMA ada blog guru, Blog Kimia, Blog Biologi, Blog Matematika, dan lain-lain. Sementara di dunia Perguruan Tinggi Teologi, sedikit yang mempublikasikan tulisannya di Blog, baik yang berbasis blogspot maupun wordpress. Para dosen enggan menggunakan fasilitas weblog atau blog yang gratis seperti: wordpress, blogspot dan lain-lain untuk dijadikan sebagai media pembelajaran bahkan dapat dijadikan ragam media pembelajaran terhadap mata kuliah yang diasuhnya. Sementara fasilitas yang tersedia dalam kedua weblog yaitu blogspot dan wordpress sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai media instruksional pembelajaran dari setiap mata kuliah. Blog memang sifatnya gratis tetapi tampilan blognya (templatenya) dapat dibuat sedemikian rupa sehingga akan nampak seperti website professional.

Pada tahun 2009, peneliti mulai mengenal blog yang berbasis blogspot kemudian wordpress. Pada tahun 2011 peneliti mulai memanfaatkan blog untuk mengisi blog dengan materi mata-mata kuliah yang diasuh oleh peneliti. Tahun 2011 juga menekuni secara mandiri pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran. Silabus, Materi Kuliah dan tugas-tugas mahasiswa mulai dimasukan dalam blog. Tahun 2012 mulai menata blog secara professional, ada tombol-tombol navigasi untuk menghantar pembaca atau mahasiswa ke halaman-halam blog, seperti halaman website/blog untuk silabus, halaman untuk standar Kompetensi dan Kompetensi dasar, halaman tugas-tugas mahasiswa, halaman untuk kontak dengan dosen. Selain itu atas motivasi sendiri merintis sebuah blog dengan nama: Merintis Penggunaan Blog Oleh Dosen di STT IKSM Santosa Asih. Adapun blog-blog yang dikelola untuk mata kuliah yang diasuh yaitu sebagai berikut:

Blog-blog yang sudah dibuat untuk mahasiswa STT IKSM Santosa Asih, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel, STT Paulus bermaksud untuk melihat sejauh mana efektivitas pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran dengan efektivitas proses pembelajaran di STT.

Berani mewujudkan bab I disertasi dalam bentuk metodologi Kualitatif?

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentivikasi sejumlah masalah pada efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel, STT Paulus sebagai berikut:

1. Ada indikasi sebagian dosen di STT masih menerapkan pembelajaran berbasis materi dan bukan berbasis tujuan atau efektivitas proses pembelajaran di STT.

2. Ada indikasi bahwa sebagian dosen hanya memanfaatkan apa yang sudah ada. 3. Ada indikasi bahwa rumusan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator-indikatornay tidak dilaksanakan secara baik atau kompetensi paedagogik dalam merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator-indikatornya dengan kata kerja operasional yang relevan untuk domein kognitif, afektif dan psikomotorik kurang diperhatikan secara baik.

4. Ada indikasi bahwa dosen tidak mengimplementasi pembuatan kontrak pembelajaran, silabus dan SAP sesuai teori pelatihan yang telah diperoleh dalam pelatihan Applied Approach yang diselenggarakan oleh Universitas maupun oleh Dirjen Bimas Kristen Protestan.

5. Ada indikasi bahwa belum tampak adanya keinginan/motivasi berprestasi dari dosen dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran.

6. Ada indikasi bahwa pembelajaran setiap mata kuliah kurang terintegrasi dengan pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus Kristus dengan mata kuliah yang diasuhnya.

7. Ada indikasi bahwa dosen di STT memiliki blog, baik yang berbasis wordpress.com (www.wordpress.com), blogspot.com (www.blogspot.com) tetapi belum dimanfaatkan untuk proses pembelajaran terhadap mata kuliah yang diasuhnya.

8. Ada indiaksi bahwa dosen di STT kurang memanfaatkan Blog gratis (blogspot dan wordpress), khususnya hosting wordpress. Sementara banyak universitas-universitas di di Indonesia telah memanfaatkan blog untuk keperluan pembelajaran, misalanya blog terbaik adalah blog Dosen dan Mahasiswa Universitas Naratoma, dan disusul dengan universitas lainnya, di STT sangat jarang memanfaatkan weblog untuk proses pembelajaran, pada hal wordpress dan blogspot menjadi media yang sangat relevan untuk dosen mempublish tulisan-tulisan akademis, termasuk mata kuliah

9. Ada indikasi bahwa dosen di STT kurang memanfaatkan weblog berbasis free weblog (wordpress dan blogspot.com dll) untuk mata kuliah yang diasuhnya dalam proses pembelajaran. 10. Diduga dosen di STT engan memasukan kontrak pembelajaran, silabus dan materi kuliah dalam weblog yang dapat diakses mahasiswa secara online. 11. Ada indikasi dosen kurang memanfaatkan media pembelajaran online. 12. Ada indikasi dosen lebih banyak memanfaatkan papan tulis sebagai media pembelajaran. 13. Ada indikasi dosen kurang memanfaatkan metode pembelajaran secara fariatif 14. Ada indikasi dosen hanya menggunakan metode kuliah atau ceramah pada setiap kali pertemuan. 15. Ada indikasi bahwa dosen hanya menggunakan evaluasi kognitif 16. Ada indikasi bahwa dosen kurang menggunakan evaluasi untuk ranah afektif dan psikomotorik 17. Ada indikasi bahwa dosen tidak menulis bahan ajar secara baik


C. Pembatasan Masalah


Berdasarkan identivikasi masalah di atas menjadi jelas bahwa ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran. Variabel-variabel yang mempengaruhi itu disebut variable bebas (independent variable), yang mempengaruhi variable pokok/utama yang telah ditetapkan sebagai variable terikat, variable ini biasa disimbolkan dengan Y, sedangkan variabel bebas disimbolkan dengan X (X1, X2, X3, X4 dst.) Dalam penelitian ini sesuai identifikasi masalah maka variable bebas dibatasi pada kompetensi paedagogis (X1/ identifikasi masalah no. 1), motivasi berprestasi dosen (X2/identifikasi masalah no.3 ), integrasi pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus (X3/identivikasi masalah no. 8), pemanfaatan weblog (free weblog/blog) dalam proses pembelajaran (X4/identifikasi masalah no.4). Apakah lima variable itu mempengaruhi efektivitas atau tercapainya tujuan pembelajaran yaitu perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, berdasarkan sejumlah masalah di atas, perlu dibuat batasan masalah penelitian dengan maksud agar secara penelitian ini dilakukan secara terarah, selain itu efektivitas waktu, dana dan daya untuk menyelesaikannya. Dengan demikian fokus penelitian ini diarahkan pada beberapa variable bebas yaitu: Kompetensi Paedagogis Dosen, Motivasi Berprestasi Dosen, integrasi Pendidikan Karakteristik Unggul Berbasis Didaktik Yesus Kristus dengan mata kuliah, Pemanfaatan Free WebBlog Sebagai Bahan Ajar Online dan sebagai Media Instruksional. Variabel-variabel ini sifatnya independen dan memiliki pengaruh terhadap variable utama disertasi ini yaitu: efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel.


D. Perumusan Masalah


Penelitian ini memerlukan pertanyaan pengarah yang hendak dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?

2. Bagaimana pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?

3. Bagaimana pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?

4. Bagaimana pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?

5. Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen, motivasi berprestasi dosen, pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus, pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran secara sendiri-sendiri dan bersama-sama berpengaruh terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?


E. Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejaumana pengaruh kompetensi paedagogis dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel? 2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel? 3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus terhadap efektivitas proses 4. pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel? 5. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemanfaatan blog sebagai bahan ajar online dan media pembelajaran terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?


F. Manfaat Penelitian


Secara Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih bagi pengembangan disiplin ilmu praktika yaitu Pendidikan Agama Kristen di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel dalam pergumulan terhadap efektivitas pembelajaran dan efektivitas lembaga pendidikan Teologi 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diwujudkan menjadi buku untuk refrensi PAK dalam efektivitas pembelajaran dengan berbagai variable yang berhubungan dengannya. Secara Praktis 1. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi praktis bagi empat STT tentang efektivitas proses pembelajaran 2. Memberi kontribusi bagi para dosen di empat STT untuk memanfaatkan free weblog (blogspot dan wordpress) untuk dijadikan sebagai media pembelajaran secara online. 3. Memberikan kontribusi kepada para dosen untuk terus meningkatkan motivasi berprestasi.


BAB I di atas merupakan Disertasi Dr. Yonas Muanley, M.Th.