Blog ini berisi info pendidikan, tidak diperkenankan tampilan iklan dewasa. Silakan Baca Postingan baru 2024 tentang judul-judul penelitian mahasiswa dan masalah penelitian. Dilarang Keras Mengkopi Paste Artikel dalam Blog ini tanpa izin pemilik blog. Bila Anda mengkopi paste, saya akan laporkan ke DMCA dan blog Anda dapat dihapus.Copi paste dapat diketahui melalui www.google.co.id/. Selamat Paskah 2024. Imanuel

Sponsor

Sponsor

Saturday, April 23, 2016

Kajian Teori Dasar Pernikahan Kristen

BAB II 
KAJIAN TEORI DASAR-DASAR PERNIKAHAN KRISTEN

A. Perjanjian Lama

Langkah pertama dalam bimbingan pranikah adalah menyadari kedua pasangan yang akan dimbing dalam bimbingan pranikah melalui peletakan fondasi pemahaman tentang pernikahan. Dasar itu tidak lain yakni Alkitab. Yakub Susabda menyatakan “nilai dari pernikahan terletak pada dasar terjadinya yaitu inisiatif Allah bukan inisiatif manusia”.(Susabda, 2011:145). Maksud pernyataan ini yaitu campur tangan Tuhan dan pimpinan-Nya lebih mendahului dalam peran manusia memilih dan membentuk keluarga. Perlu disadari bahwa dasar etika dan ajaran Kristen di dasarkan pada Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kedua kitab ini menjadi norma untuk dasar pernikahan Kristen. Di dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Kejadian dinyatakan bahwa Tuhan menjadikan penolong yang sepadan bagi Adam. Oleh karena itu maka berdasarkan firman Tuhan dalam Kejadian 2:18 dapat dipahami bahwa Pernikahan adalah Kehendak Allah. Kehendak Allah menjadi dasar utama dalam pembentukan keluarga atau dasar pernikahan Kristen. Ini berarti pernikahan bukan produk budaya dan peradaban manusia, Allah sudah menciptakan pernikahan sedari semula dan akan tetap ada kelak selamnya. Firman Tuhan menyatakan: “TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:18) Allah yang memikirkan pernikahan sejak semula. TUHANlah kreator pernikahan.
Firman Tuhan dalam Kejadian 2:18 menegaskan bahwa seorang Laki-Laki menikah hanya dengan seorang Perempuan. (Kejadian 1:26-28).
Berdasarkan firman Tuhan itulah maka seorang laki-laki hanya boleh menikah dengan seorang perempuan. Pernikahan dengan satu jenis kelamin yang sama adalah perilaku pemberontak yang menentang Allah dan pernikahan seperti ini akan menerima hukuman keras. Sama seperti Allah menghukum Sodom dan Gomorah (Kejadian 13) Perlu dipahami bahwa pernikahan Kristen tidak dibangun atas dasar angan-angan yang indah, bahkan cita-cita yang muluk-muluk melainkan didasarkan pada kehendak Allah sebab jika tidak berdasarkan kehendak Allah atau firman Tuhan maka ketika angan-angan tidak menjadi kenyataan atau tidak seindah yang dibayangkan maka timbullah pertengkaran yang jika tidak segera diatasi dapat berakibat perceraian. Oleh karena itu perlu sejak awal kedua pasangan disadarkan akan menyadari tujuan serta makna sebuah pernikahan yang dikehendaki Tuhan, atau pernikahan yang didasarkan atas firman Tuhan. Dengan demikian maka hal-hal seperti pisah ranjang, perselingkuhan, perceraian atau percekcokan karena ego minimal dapat dikurangi atau dihindarkan. Itulah sebabnya penting bagi paasangan suami istri untuk memahami “tujuan” dan “keinginan” dalam pernikahan.(Elisa B. Surbakti, 2008) 

Jadi, keinginan seharusnya tidak boleh menjadi tujuan dalam pernikahan karena untuk menggapai keinginan banyak factor diluar kendali yang mempengaruhinya. Jika masing-masing individu menempatkan keinginan sebagai tujuan utama dalam pernikahan meerka, tidak mengherankan jika kekecewaan akan sering terjadi dalam pernikahan tersebut. (Elisa B. Surbakti, 2008:213) Kejadian 2: 18 menyatakan, “ Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia.” Penolong yang sepadan berarti penolong yang dapat saling menunjang, saling melengkapi di dalam kedudukannnya yang sederajad. Seorang pria kedudukannnya tidak lebih tinggi dari kedudukan seorang wanita. Demikian juga sebaliknya. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam derajad yang sama. Keduanya bukanlah unsur yang bertentangan melainkan unsur yang saling melengkapi.( Jotje Hanri Karuh, http://blessedday4us.wordpress.com )

Orang-orang yang akan menikah perlu disadarkan akan hal-hal penting yang ditegaskan dalam Kejadian 2: 24 yakni: a. Kesediaan Meninggalkan orang tua Kesediaan bagi pasangan yang akan menikah untuk meninggalkan orangtua yang dimaksud disini tidak berarti pasangan yang akan menikah tidak lagi menghormati dan mengasihi orangtua mereka masing-masing. Kedua pasangan tetap disadarkan bahwa mereka harus tetap mengasihi orangtua mereka. Jika demikian apa maksud frasa kesediaan meninggalkan orangtua? Yang dimaksud dalam sub topic ini yakni setiap pasangan yang telah menikah harus mandiri dalam segala hal. Kemandirian itu meliputi keuangan maupun dalam pengambilan keputusan. Kedua pasangan perlu memperhatikan saran orangtua sebagai masukan yang berharga. Tetapi keputusan ada pada pasangan yang bersatu dalam pernikahan.

Pasangan yang membentuk pernikahan tidak hanya mampu meninggalkan rumah orangtua secara fisik tetapi juga mampu secara psikologis. Kedua pasangan hidup yang awalnya memiliki kelekatan pada orangtua perlu menggantikan dengan kelekatan pada pasangan hidupnya tanpa mengabaikan kehadiran orangtua masing-masing dalam kehidupan mereka. b. Menyatu dengan istri/suami Kesatuan suami dan istri didasarkan pada cinta kasih yang tulus terhadap satu sama lainnya. Artinya hal yang mempersatukan suami dan istri dalam sebuah pernikahan adalah cinta kasih yang bersumber dari cinta kasih Yesus Kristus sebagaimana yang diajarkan dalam Alkitab. Suami dan istri harus menjadi satu dalam pikiran, cita-cita dan segala hal yang bersangkutan dengan rumah tangga. Di dalam kesatuan ini kedua pasangan harus memperlihatkan sikap hidup saling memberi dan bukan sikap saling menuntut. Apabila kedua pasangan saling menuntut maka rumah tangga itu akan berubah menjadi rumah pengadilan. Cinta berarti siap memberikan yang terbaik untuk pasangan hidup dalam sebuah pernikahan. Dengan demikian bersatu dengan istri/suami merupakan komitmen dalam aspek intelektual, emosional, spiritual dan jasmani dari hubungan yang terjalin di antara suami-istri. .( Jotje Hanri Karuh, http://blessedday4us.wordpress.com ) 3. Menjadi satu daging Menjadi satu daging atau melakukan hubungan seksual adalah unsur ketiga yang dapat terjadi apabila kedua pasangan yang setelah menikah bersedia meninggalkan’ dan bersatu secara sah dengan suami/istri yang telah diberkati dalam pernikahan. Tanpa unsur pertama dan kedua tersebut di atas maka persetubuhan adalah pelanggaran atau dosa dihadapan Allah. Tetapi di bawah kemah pernikahan, persetubuhan merupakan ungkapan kasih yang dalam yang memperlihatkan kesatuan antara suami dan istri. (Jotje Hanri Karuh, http://blessedday4us.wordpress.com ) Walter Trobish menyatakan, menjadi satu daging berarti sepakat untuk membagi segala sesuatu yang mereka miliki, bukan hanya tubuh mereka, tetapi juga pikiran, perasaan, sukacita, pergumulan, penderitaan, pengharapan,ketakutan, keberhasilan, dan kegagalan mereka. Jadi, menjadi satu daging menunjuk kepada persekutuan hidup yang lengkap dan menyangkut semua aspek kehidupan. Persekutuan hidup dalam bentuk pernikahan adalah kehendak Tuhan yang menguntungkan manusia yang ada dalam lembaga khusus, yang diciptakanNya. .( Jotje Hanri Karuh, http://blessedday4us.wordpress.com ) Ketiga unsur tersebut di atas adalah segi tiga yang sempurna; yang salah satu seginya tidak dapat dihilangkan. Ketiga unsur itu menyatukan suami dan istri dalam segala hal: baik dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dalam kekuatiran dan kepastian, keberhasilan dan kegagalan. Oleh sebab itu, persekutuan suami-istri bukanlah persekutuan yang sepele, bahkan bukan hanya merupakan suatu hubungan kontrak yang dapat diputuskan apabila salah satu dari mereka sudah tidak suka terhadap pasangannya. .( Jotje Hanri Karuh, http://blessedday4us.wordpress.com )

B. Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru menegaskan bahwa persekutuan antara suami dan istri adalah persekutuan yang erat dan sangat tinggi nilainya. Karena itu, Tuhan Yesus pernah mengatakan apa yang telah dipersatukan oleh Allah jangan dipisahkan oleh manusia ( Mat. 19: 1-12; Mrk. 10: 2-9). Di dalam Perjanjian Baru terdapat banyak rujukan tentang pernikahan Kristen. Ayat-ayat Alkitab tentang pernikahan yaitu Efesus 5:31; I Kor. 7:3; Ibrani 13:4; I Kor. 7:12-15; Efesus 5:22-33. Jadi, dasar yang utama adalah Firman Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan prinsip-prinsip yang sejati dalam pernikahan yang berbahagia. Dalam Matius 19:39 menyatakan beberapa prinsip pernikahan yaitu laki-laki harus meninggalkan orangtua dan bersatu dengan istrinya. Tidak boleh bercerai (apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Potongan dari ayat 6.). Harus monogami(Tuhan menciptakan awalnya hanya satu pasang laki-laki dan perempuan). Seperti ayat ke 4. “tidakah kamu baca, bahwa ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?”. Tidak berzinah (zinah yang dimaksud disini adalah melanggar ketentuan yang sudah Tuhan tetapkan, yaitu menodai dari janji pernikahan. Tidak punya komitmen untuk selalu menjaga keutuhan pernikahan yang sudah ditetapkan, tetapi justru berniat atas kekerasan hatinya sendiri ingin mengambil isteri/suami lagi dan menceraikan isteri/ suami yang pertama. Sehingga jika ini dibiarkan akan mudah manusia untuk berganti-ganti pasangan dan cinderung akan mengumbar hawa nafsunya. Esensi dari pernikahan yang kudus dari Allah diabaikan dan malah menurut kehendak sendiri. Selanjutnya dalam Ibrani 13:4 dinyatakan bahwa pernikahan itu harus kudus. Oleh sebab itu tidak boleh melakukan hubungan seks sebelum menikah. Tuhan mengajarkan agar suami istri harus menjaga kekudusan. 1 Korintus 11:3-7

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.