Blog ini berisi info pendidikan, tidak diperkenankan tampilan iklan dewasa. Silakan Baca Postingan baru 2024 tentang judul-judul penelitian mahasiswa dan masalah penelitian. Dilarang Keras Mengkopi Paste Artikel dalam Blog ini tanpa izin pemilik blog. Bila Anda mengkopi paste, saya akan laporkan ke DMCA dan blog Anda dapat dihapus.Copi paste dapat diketahui melalui www.google.co.id/. Selamat Paskah 2024. Imanuel

Sponsor

Sponsor

Monday, May 30, 2016

Variabel Penelitian Sejarah Gereja Indonesia dan PAK

Postingan malam ini tentang variabel Sejarah Gereja dan Pendidikan Agama Kristen. Pendidikan Agama Kristen dihubungkan dengan semangat mengajar Guru Pendidikan Agama Kristen, sedangkan variabel Sejarah Gereja Indonesia dihubungkan dengan proses pembelajaran Sejarah Gereja. Jenis penelitian yang dipakai adalah korelasi. Rumusan variabelnya sbb:

"Pengaruh Studi Sejarah Gereja Indonesia Terhadap Semangat Mengajar Guru Pendidikan Agama Kristen"

Ketika menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi, maka salah satu mata kuliah yang wajib dipelajari yaitu Sejarah Gereja Indonesia. Beberapa tahun yang telah berlalu, bahkan kini, Kurikulum di STT untuk mata kuliah historikan, khususnya bidang sejarah gereja dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Sejarah Gereja Umum (Gereja mula-mula sampai Reformasi), Sejarah Gereja Asia, dan Sejarah Gereja Indonesia. Bila masing-masing dari tiga mata kuliah ini dibobotkan menjadi 2 sks maka ada 6 sks untuk bidang sejarah gereja.
Kurikulum STT yang mengakomodir bidang sejarah gereja seperti yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa studi Sejarah Gereja, khsususnya Sejarah Gereja Indonesia itu signifikan bagi mahasiswa teologi. Namun kendala yang selalu dijumpai dalam proses pembelajaran Sejarah Gereja adalah minat terhadap mata kuliah ini.
Pengalaman kami dalam mengajar Sejarah Gereja umum, Asia dan Indonesia di beberapa perguruan tinggi Teologi menunjukkan tidak terlalu banyak mahasiswa yang berminat untuk mata kuliah Sejarah Gereja. Kalaupun mahasiswa hadir di kelas untuk mengikuti kuliah, itu hanya sekedar memenuhi persyaratan sekolah. Bahkan dalam satu dialog di kelas ada mahasiswa yang menyatakan bahwa belajar sejarah gereja sama halnya belajar ilmu karatan (tidak berguna).
Selain itu ada mahasiswa yang pernah berkata kepada kami, pak soal ujian sejarah Gerejanya jangan menghafal ya!, ada pula yang berkata belajar sejarah gereja itu membosankan dan tidak ada kemanfaatan untuk pergumulan masa kini, semuanya hanya berurusan dengan masa lampau. Disini kami pahami bahwa pendekatan terhadap studi sejarah Gereja kadang lebih bersifat menghafal saja sehingga mahasiswa merasa tidak ada kemanfaatan belajar sejarah Gereja kemanfaatan pergumulannya masa kini.
Dan untuk mengatasi masalah klasik mahasiswa dalam studi Sejarah Gereja seperti yang disebut di atas, maka pendekatan yang kami pakai dalam belajar Sejarah Gereja Indonesia adalah pendekataan kemaknaan Sejarah Gereja. Memang benar! Dalam belajar sejarah Gereja tidak dapat dihindari hafalan tetapi hafalan tidak ada manfaatnya kalau tidak disertai dengan usaha untuk memahami apa yang dihafalnya.
Benarkah studi sejarah gereja tidak memberi manfaat, khususnya dalam hubungan dengan mengajar. Apakah ada pengaruh studi sejarah gereja terhadap semangat mengajar Guru Pendidikan Agama Kristen. Bila ada pengaruh, maka dimana letak pengaruh itu. Apakah pada strategi dan metode mengajar atau pendekatan apa yang dipakai sehingga studi sejarah gereja memberi manfaat dalam tugas mengajar. Masalah inilah yang akan diteliti secara empiris dalam variabel penelitian: Pengaruh Studi Sejarah Gereja Indonesia Terhadap Semangat Mengajar Guru Pendidikan Agama Kristen.

Friday, May 27, 2016

Contoh Kajian Teori Bab II Tentang Pembelajaran Kontekstual

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Konsep Dasar Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Dalam dunia pendidikan berkembang berbagai pendekatan dalam proses pembelajaran. Salah satunya yaitu pembelajaran kontekstual. Pembelajaran Kontekstual adalah suatu pendekatan yang lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuan secara kontekstual yang berlangsung dalam bimbingan pendidik. Pendidik hanya berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam konteks pemahaman yang demikian, CTL pada satu sisi menekankan ranah kognitif pada taraf yang lebih tinggi yaitu kemampuan menghubungkan apa yang dipelajari dengan kenyataan hidup sehari-hari, pada sisi yang lain CTL menekankan kemampuan afektif dan psikomotorik, karena pembelajaran berpusatkan peserta didik pasti melibatkan tiga ranah (Elaine B. Ohnson, 2002:20)
Penggunaan pendekatan dalam proses pembelajaran sedemikian penting. Dikatakan demikian karena menurut W.James Popham dan Eva L. Baker, mengajar yang berhasil mencapai tujuan atau mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode atau pendekatan mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar (W.James Popham dan Eva L. Baker, 2005:141). Dalam hal ini tujuan mengajar adalah adanya perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Dan untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan banyak pendekatan, salah satunya adalah CTL.
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual selalu mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong mereka untuk dapat mengaitkan pengetahuan sesuai situasi dan kondisi di mana ia berada. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jadi, bila pendekatan pembelajaran kontekstual di atas dihubungkan dengan pembelajaran pendidikan Agama Kristen maka seorang Guru Pendidikan Agama Kristen berusaha untuk mengaitkan antara materi pelajaran Agama Kristen yang diajarkan kepada siswa dengan menghubungkannya pada situasi dan kondisi dunia nyata peserta didik serta memotivasi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan Pendidikan Agama Kristen yang dimilikinya dengan kehidupan sekarang. Dengan demikian usaha guru PAK dalam mendorong peserta didik untuk menemukan sendiri dan membentuk pengetahuannya merupakan suatu pendekatan pembelajaran kontekstual yang hendak memberdayakan potensi peserta didik menuju tujuan yang optimal. Perlu dipahami bahwa pembelajaran kontekstual yang sedang dilakukan dalam dunia pendidikan dibangun atas dasar filsafat konstruktivisme. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.(Depdiknas, 2003:10-11). Pengetahuan yang dimaksud di atas bukanlah seperangkat fakta atau konsep yang siap untuk diambil, ditransfer dan diterima pesert didik, tetapi harus dikonstruksi (dibentuk ulang) oleh peserta didik. Oleh karena itu maka pembelajaran kontekstual dirancang sebagai pengalaman untuk dialami dan dilakukan sendiri oleh peserta didik seperti dalam dunia nyata. Peserta didik sendiri membangun pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dengan demikian pembelajaran Agama Kristen menjadi lebih bermakna. Belajar terjadi dengan mengaitkan informasi baru terhadap konsep-konsep yang relevan dengan pemikiran sesorang. Artinya bahwa proses pembelajaran membentuk pemahaman peserta didik semakin dalam dan semakin kuat, karena selalu diuji dengan pengalaman baru. Dalan konteks seperti itu pembelajaran dapat terjadi dalam kolaborasi yang melibatkan kerjasama guru dengan peserta didik dan lingkungannya. Pengertian peserta didik muncul dari hubungan antara daya kemampuan dan situasi atau kondisi lingkungan yang menyenangkan, karena peserta didik sedapat mungkin membangun pengetahuannya dalam membangun proses pmbelajaran dengan dunia nyata. Konteks adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendoronga peserta didik untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan meyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa konteks belajar yang meliputi peserta didik yaitu: Konteks tujuan, artinya tujuan apa yang akan dicapai. Konteks isi, artinya materi apa yang akan dipelajari. Konteks sumber, artinya sumber belajar yang bagaimana yang dapat digunakan. Konteks target siswa, yaitu siapa siapa yang akan belajar. Konteks guru, yaitu bagaimana konteks guru yang mengajar. Konteks metode, yaitu strategi seperti apa yang diapakai dalam proses pembelajaran. Konteks hasil, yaitu cara mengukur hasil pembelajaran. Konteks kemapanan, yaitu kesiapan peserta didik untuk sebuah konsep atau pengetahuan baru. Konteks lingkungan, yaitu lingkungan yang bagaimana siswa belajar Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan serangkaian keadaan dunia nyata peserta didik dan segala aspek yang berhubungan dengan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan demikian pembelajaran Agama Kristen yang dilakukan oleh Guru PAK akan memberi makna yang berdaya guna bagi peserta didik. Pendekatan pembelajaran kontekstual pada dasarnya adalah pembelajaran yang bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan yang nantinya secara fleksibel dan kreatif dapat diterapkana dari satu permasalahan ke permasalahan lain, atau dari satu konteks ke konteks lain. Dengan kata lain peserta didik tidak berhenti pada satu titik persoalan dengan satu jawaban melainkan peserta didik dapat berkembang pada pemikiran yang lebih luas dan mendalam.
Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan, yaitu: Konstruktivisme (Constructivism); Menemukan (Inquiri); Bertanya (Questionong); Masyarakat belajar (Learning Community); Pemodelan (Modeling); Refleksi (Reflaction); Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Sebagai perbedaan dan perbandingan dalam pembelajaran contekstual, maka berikut ini dipaparkan perbedaan antara pembelajaran tradisional dengan pembelajaran kontekstual yang dibuat oleh Prof. Dr. Sri Anita sbb:

No Tradisional CTL
1 Anak didik adalah penerima informasi secara pasif Anak didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
2 Anak didik belajar secara individu Anak didik belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
3 Pembelajaran sangat abstrak Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
4 Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan
CTL Perilaku dibangun atas kesadaran diri 5 Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor Hadiah untuk perilaku baika adalah kepuasan diri
7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut pada hukuman Seseorang tidak melakukan yang jelek karena sadar hal yang keliru dan merugikan
8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural, rumus diterangkan sampai paham, kemudi Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif
9 Rumus atau konsep ada diluar diri anak didik, yang harus diteranagkan, diterima, dihafalkan dan dilatihkan Pemahaman konsep atau rumus dikembangkan atas dasar schemata yang sudah ada dalam diri anak didik
10 Rumus atau konsep adalah kebenaran absolute (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman salaah dan benar Pemahaman rumus itu relative berbed antara anak didik yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan schemata anak
11 Anak didik secara pasif menerima konsep atau kaiadah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran Anak diik menggunakan kemampuan berpikir kristis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan emmbawa schemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran
12 Pengetahuan adalah penangkapan serangkaian fakta, konsep atau hokum yang berada di luar diri manusia
Pengetahuan yang dimiliki manusia, dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara member arti dan memahami pengalamannya
13 Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan final
Pengetahua itu tidak bersifat stabil, selalu berkembang
14 Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran Anak didik diminta bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran meeka masing-masing 15 Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman anak didik
Penghargaan terhadap pengalaman anak didik sangat diutamakan
16 Hasil belajar diukur hanya dengan tes
Hasil belajar diukur hanya dengan tesHasil belajar diukur dengan berbagai cara, yakni saat proses bekerja, hasil karya , penampilan, rekaman, tes, dan sebagainya
17 Pembelajaran hanya terjadi di kelas Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting
18 Sanksi adalah hunuman dari perilaku jelek Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
19 Perilaku baik berdasar dari motivasi ekstinsik (dari luar) Perilaku baik berdasar dari motivasi instrinsik (dalam diri)
20 Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukannya. Kebiasaan ini dilakukan dengan haiah yang menyenangkan Seseorang berperilaku baik karena dia yakini itulah yang baik dan bermanfaat

B. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

D. Penelitian yang Relevan

Wednesday, May 25, 2016

Pendidikan Agama Kristen yang Inklusif terhadap TQM

Pada kesempatan hari ini, saya mempoting tulisan edukatif untuk mereka yang sedang berusaha mencari masalah penelitian untu Skripsi, Tesis dan Disertasi dalam bidang Pendidikan Agama Kristen. Saya berusaha memposting masalah penelitian kemudian merumuskan variabel atau judul penelitian. Judul yang saya ajukan di akhir tulisan ini ada dua alternatif yaitu judul atau variabel yang bersifat Kuantitatif, dan Kualitatif. Silakan dipilih sesuai tujuan penelitian. Bila menguji teori maka pilihlah Kuantitatif, Jika menemukan teori maka pilihlah Kualitatif. Kita kita masuk dalam latar belakang masalah penelitian.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama Kristen harus terbuka terhadap berbagai perkembangan ilmu diluar disiplin ilmu Teologi, namun tetap berada dalam evaluasi teologis. Misalnya dalam konteks mutu Pendidikan Agama Kristen, PAK dapat terbuka terhadap Total Quality Management (TQM). Prinsip Total Quality Management yaitu setiap orang yang berada di dalam organisasi harus terlibat dalam upaya melakukan peningkatan kerjanya secara terus-menerus. Sementara Manajemen Mutu (Quality Management) merupakan kegiatan yang membutuhkan pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang baik dapat berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keterbukaan PAK terhadap Total Quality Management (TQM) yaitu suatu sikap keterlibatan para pendidik Agama Kristen untuk meningkatkan terus-menerus pengelolaan yang baik berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Kristen.
Mutu Pendidikan Agama Kristen merupakan sebuah filosofi dan metodologi PAK yang mambantu lembaga untuk merencanakan perubahan yang sedang terjadi. Perubahan itu menuntut untuk memahami dan menerapkan esensi Total Quality Management (TQM). Salah satunya adalah perubahan budaya (change of culture). Dalam hal ini perubahan budaya sebuah lembaga pendidikan merupakan sebuah proses yang mesti dihadapi secara wajar dan terhormat. Lalu apa kegunaan dari Total Quality Management (TQM) sehingga PAK bersikap inklusif terhadap TQM?. Apa warga PAK perlu untuk ikut terlibat dalam TQM. Hal ini bergantung pada kesadaran bersama, yaitu kesadaran tenaga pendidik dan tenaga pendidikan serta pengelola sekolah akan pengembangan mutu yang berdampak positif bagi kualitas peserta didik sebagai generasi masa depan gereja dan bangsa.
Namun masalah yang terjadi yakni kurang siapnya beberapa pihak dalam sikap inklusif, khususnya terhadap TQM. TQM dianggap makluk yang berbahaya atau merugikan kepentingan mereka yang tidak mau kualitas pendidikan meningkat. Guru mengajar sekadarnya saja, pengelo hanya mengutamakan keuntungan bisnis dan lain sebagainya. Keterbukaan terhadap gagasan baru sering dianggap dapat mengakibatkan ketidaklancaran proses belajar mengajar.Sikap demikian akan berdampak untuk perkembangan selanjutnya.
Berdasarkan Paparan masalah di atas, kita dapat merumuskan judul penelitian sbb:
Variabel Kuantitatif:

HUBUANGAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN YANG IKLUSIF TERHADAP TQM atau PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN YANG IKLUSIF TERHADAP TQM

Variabel Kualitatif:

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN YANG IKLUSIF TERHADAP TQM

Semoga Berguna

Baca Juga: (Mohon maaf linknya saya hapus karena sedang berusaha memeihara blog dari iklan internsial)

1. Contoh Bab I,II,III Skripsi, Tesis dan Disertasi (kualitatif
2. Contoh Bab I, II dan III Skripsi, Tesis, Disertasi (Metode Kuantitatif)

Tuesday, May 24, 2016

Contoh Bab I, II dan III Skripsi, Tesis dan Disertasi Penelitian Kualitatif

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Masalah adalah perbedaan antara teori dan praktik, perbedaan antara yang tertulis (teori, Firman Tuhan) dengan yang dipraktekkan, perbedaan antara harapan dan kenyataan, hal-hal yang mengganggu dan untuk mendapat jawaban perlu diadakan sebuah penelitian.

Contoh pemaparan masalah berdasarkan rumusan atau teori tentang masalah sebagaimana yang dimaksudkan di atas, mari kita membuat contoh masalah penelitian. Lihat contoh berikut:

Dalam Kejadian 2:15, ditegaskan oleh firman Tuhan bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya dan menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden dengan tugas kerja yaitu ‘mengusahakan dan memelihara’. Dalam ayat ini, kerja merupakan bagian dari kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki untuk manusia bekerja. Dalam Alkitab diceritakan beberapa tokoh yang terlibat dalam perintah kerja, antara lain: Kain dan Habel. Habel bekerja sebagai gembala kambing domba, sedangkan Kain menjadi petani. Dua jenis kerja yang sama-sama mulia. Apa yang dikerjakan oleh Kain dan Habel merupakan implikasi dari perintah kepada Adam dan Hawa sebagaimana yang dinyatakan dalam Kejadian 2:15. Nuh setelah keluar dari Bahtera bekerja sebagai petani anggur. Penulis kitab Kejadian menyatakan bahwa Nuh adalah orang yang mula-mula membuat kebun anggur. Dalam melaksanakan pekerjaan, ada yang sukses tetapi ada pula yang tidak sukses atau gagal dalam melaksanakan pekerjaan. Akibatnya hasil kerja juga tidak maksimal. Nuh berhasil dalam kerja dan menikmati hasil kerja, Yusuf pun berhasil dalam kerja ketika ia berada di Mesir, khususnya di rumah Potifar, seorang pegawai istana Fiarun, kepala pengawal raja. Yusuf selalu berhasil dalam pekerjaan yang dilakukannya (Kej. 39:2).
Keberhasilan dalam kerja sering dinilai dalam berbagai sudut pandang. Ada yang menyatakan bahwa orang yang sukses dalam kerja adalah orang yang diberkati Tuhan. Sementara yang lain menyatakan bahwa orang yang gagal dalam bekerja adalah orang yang tidak diberkati oleh Tuhan. Asumsinya bahwa bila Tuhan menyertai maka pekerjaan seseorang selalu berhasil. Sebaliknya bila Tuhan tidak menyertai seseorang maka orang tidak akan berhasil dalam kerja. Ada yang menyatakan bahwa agama tidak saja merupakan sesuatu yang terdekat dan terpokok dalam memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam mencapai kesuksesan kerja. Disini agama menjadi faktor pendorong kerja. Dalam konteks Agama Kristen, apakah Pendidikan Agama Kristen dapat memotivasi kerja, khususnya PAK yang memotivasi kerja?

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Kerja Menurut Iman Kristen?
2. Apakah semua pekerjaan adalah perintah Allah?
3. Apakah pekerjaan adalah bagian dari kehendak Tuhan?
4. Apakah Pendidikan Agama Kristen memotivasi kerja?
5. Apakah penyertaan Tuhan selalu membuat seseorang berhasil dalam kerja?

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas Nampak bahwa ada banyak masalah yang perlu dicari jawaban melalui penelitian. Akan tetapi hal itu tidak dapat diakomodir secara menyeluruh dalam penelitian skripsi ini karena beberapa alasan, yakni keterbatasan daya, dana dan waktu, maka penelitian ini difokuskan pada Pendidikan Agama Kristen yang memotivasi kerja.

D. Perumusan Masalah

Bagaimana Pendidikan Agama Kristen dalam memotivasi kerja?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a) Melalui penelitian ini, peneliti makin dapat mendalami bagaimana pentingnya PAK dalam memotivasi kerja. Dengan demikian pengetahuan peneliti makin diperkaya.
b) Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang meneliti berikutnya khususnya yang berhubungan dengan PAK dalam memotivasi kerja.
c) Sebagai sumbangsih bahan literature kepustakaan diperpustakaan STT.
2. Secara Praktis

a) Dengan menggumuli karya tulis ini, peneliti dapat memahami mengenai makna PAK dalam memotivasi kerja. Dengan demikian, peneliti dapat belajar untuk mempraktekkannya ditengah-tengah pelayanan dan masyarakat
b) Dari hasil penelitian ini, dapat menolong para pembaca secara khusus mahasiswa STT untuk mendalami pentingnya PAK dalam memotivasi kerja

BAB II
KAJIAN TEORI MOTIVASI KERJA

A. Motivasi Kerja

Menurut E.P. Hutabarat, motivasi Kerja adalah tenaga penggerak yang menimbulkan upaya keras untuk raelakukan sesuatu. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seaeorang untuk bergerak, baik disadari maupun tidak disadari., atau "motivasi dapat didefmisikan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan gerakan atau yang mendorong seseorang untuk bertindak Motivasi adalah energi manusia yang kemungkinan adalah sumber alam paling banyak dan paling kuat di muka bumi ini (1995:25). Berdasrkan teori di atas dapat dikatakan bahwa dalam bekerja, setiap orang membutuhkan dorongan dalam bekerja. Dorongan atau motivasi itu berasal dari dalam diri maupun dari luar diri. Oleh karena itu maka motivasi kerja kerja adalah jantung kegiatan PAK. Pelaku Pendidikan Agama Kristen harus bekerja dan menjadi motivator kerja. Melalui kerja orang percaya mendapat rejeki, melalui rejeki orang percaya mengucap syukur kepada Tuhan. Kerja merupakan Anugrah (Grace). Paulus memahami bahwa pekerjaannya adalah anugrah (charis, pemberian Tuhan). Pekerjaan yang diterima dari Tuhan menunjukan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Pekerjaan yang diberikan Tuhan merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga. Pekerjaan itu merupakan sesuatu yang bernilai. Apa yang sangat menyukakan hati (menggembirakan) ketika seseorang tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah? Ketika seseorang tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah maka perilakunya berubah. Orang percaya tidak boleh memandang remeh pekerjaan, tidak boleh asal-asalan dengan pekerjaan. Paulus memberi teladan kesungguhan bekerja. Perspektif Paulus tidak negatif terhadap pekerjaan. Perilaku Paulus juga tidak negatif. Paulus bekerja dengan perspektif positif dan perilaku positif.





Oleh karena kerja itu adalah perintah Tuhan maka orang percaya, khususnya pelaku Pendidikan Agama Kristen memotivasi kerja dengan mengajarkan sebuah etos kerja yang baik, yaitu kerja adalah rahmat. Oleh karena rahmat maka harus bekerja penuh syukur. kerja adalah amanat. Oleh karena kerja adalah amanat maka harus bekerja tuntas penuh integritas, kerja adalah panggilan. Oleh karena kerja adalah panggilan maka bekerja benar penuh tanggung jawab, kerja adalah aktualisasi. Oleh karena kerja adalah aktualisasi diri maka bekerja penuh semangat, kerja adalah ibadah. Oleh karena kerja adalah maka bekerja serius penuh kecintaan, kerja adalah seni. Oleh karena kerja adalah seni maka bekerja kreatif penuh sukacita, kerja adalah kehormatan. Oleh karena kerja adalah kehormatan maka perlu bekerja unggul penuh ketekukan, kerja adalah pelayanan. Oleh karena kerja adalah pelayanan maka bekerja sempurna penuh kerendahan hati (Nahum Sinamo).
Hal yang perlu dipertegas yaitu bahwa semua pekerjaan sehari-hari bisa bersifat suci. Alkitab mengatakan dalam Amsal 14:23, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan." Pekerjaan yang dikerjakan hendaknya merupakan berkat, bukan sumber kebosanan; merupakan kehormatan, bukan pekerjaan yang menjemukan; merupakan pekerjaan yang berarti, bukan pekerjaan yang tidak menarik. Secara tidak wajar seseorang telah membagi-bagi pekerjaan menjadi yang duniawi dan yang suci, tetapi Alkitab tidak mengatakan demikian. Pekerjaan seseorang seharusnya menjadi tempat melayani Tuhan Yesus. Tempat bekerja harus merupakan tempat ibadah dan tempat menaruh pelita (terang Kristus) untuk menjadi saksi.

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian yang digunakan

Menurut Ronny Kountur, metode penelitian adalah suatu cara memperoleh pengetahuan yang baru atau suatu cara untuk menjawab berbagai permasalahan penelitian yang dilakukan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Kaidah ilmiah yang dimaksud dalam definisi ini yaitu suatu penelitian ilmiah dimulai dengan mengidentifikasi masalah, merumuskan dan menguji hipotesis atau menemukan teori serta membuat kesimpulan.(2007:7) Sedangkan Sugiyono mendefinisikan metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam definisi ini ditekankan beberapa kata penting, yakni cara ilmiah yaitu kegiatan penelitian didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian yang dilakukan bersifat dapat diterima akal sehingga terjangkau oleh penelaran manusia. Empiris berarti penelitian yang dilakukan melalui pengamatan indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sedangkan sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Sugiyono, 2008:3) Selanjutnya metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni penelitian kualitatif. Penetapan jenis penelitian ini disebabkan karena paradigma yang ada pada penelitian kualitatif tentang realitas yaitu bahwa realitas atau yang benar itu lebih dari satu, merupakan hasil bentukan, dan holistic, hubungan antara yang mengetahui dan diketahui tidak terpisahkan dan interaktif. (Andreas Subagyo, 2004:38)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian untuk penelitian kualitatif yang bermaksud mendapatkan data secara alamiah itu dapat terjadi di sekolah, perusahan, lembaga pemerintah, di jalan, rumah, gereja dan lain-lain. Dalam hal ini, situasi sosial penelitian skripsi/tesis/disertasi ini yaitu di ………...Penelitian ini dirancang dan dilakukan di ………….

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak …….. sampai …….. 201... yang diawali dengan pengajuan judul penelitian dan pengujian proposal penelitian dan penelitian lapangan secara kualitatif.

C. Teknik Pengumpulan Data

Lexy J. Moleong mengklasifikasi teknik penelitian atau pengumpulan data dalam beberapa kategori, yaitu (1) sumber data dan jenis data yang diperoleh melalui: (a) kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. (b) sumber tertulis yang dibagi lagi menjadi data dari sumber buku, majalah ilmiah. sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. (c) Foto menghasilkan data deskriptif dengan kategori foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. Foto yang dimaksud disini yaitu foto tentang orang dan latar penelitian yang sesuai dengan variable yang diteliti. Latar penelitian dalam foto dapat diamati dengan teliti, foto juga dapat memberi gambaran tentang perjalanan sejarah orang yang ada didalamnya. Dari foto diketahui gambaran tentang posisi duduk di gereja, keadaan duduk santai, dan gembira ria, keadaan anggota gereja dan lain sebagainya. Foto digunakan untuk memahami bagaimana para subjek penelitian memandang duniannya.(1999:114)
Selanjutnya dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan melalui dua sumber utama, yaitu: Sumber sekunder atau data sekunder. Data sukender adalah data yang bersumber dari penelitian orang lain yang dibuat untuk tujuan yang berbeda. Data ini berupa fakta, table, gambar, dan lain-lain. Walaupun dibuat untuk maksud yang berbeda, data-data ini dapat dimanfaatkan peneliti lain untuk variable yang sedang diteliti.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data primer dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut

(1) wawancara,
(2) observasi,
(3) kuesioner.

Pengumpulan data sebagaimana yang dimaksud di atas membutuhkan peran peneliti. Menurut Ronny Kountur, peran peneliti yaitu (1) mengamati tetapi tidak berpartisipasi dalam kegiatan orang-orang yang diamati dan tidak teridentifikasi oleh mereka yang diamati. (2) pengamat mengamati dan tidak terlibat dalam aktivitas mereka yang diamati, namun ada diantara mereka sehingga dapat dikenali tetapi bisa juga tidak dikenali jika tidak diperhatikan. (3) sambil mengamati, pengamat berpartisipasi pada kegiatan orang yang diamati dan mereka juga mengetahui jika mereka sedang diamati. (4) sambil mengamati, pengamat berpartisipasi pada aktivitas mereka yang diamati, namun mereka tidak tahu sedang diamati. Tehnik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara.. Prosedur wawancara yaitu pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara dilakukan dan pertanyaan didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, selain itu penulis memamaki wawancara tidak terstruktur yakni pewawancara dan yang diwawancarai berbicara dengan santai dan pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan.Tidak ada daftar pertanyaan yang harus diikuti dengan ketat.

D. Teknik analisa data

Analisis data kualitatif meliputi proses identifikasi apa yang menjadi perhatian dan apa yang merupakan persoalan. Proses identifikasi yang dimaksud di atas dilakukan dalam beberapa proses yaitu proses kategorisasi, proses prioritas, dan proses penentuan kelengkapan. Ketiga prose situ dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama. proses kategorisasi yaitu proses menyusun kembali catatan dari hasil observasi atau wawancara menjadi bentuk yang lebih sistematis. Laporan dibuat dalam beberapa kategorisasi yang sistematis. Untuk menentukan proses kategorisasi sistematis ini, diakui oleh peneliti bahwa tidak ada standar yang baku. Oleh karena itu diperlukan keahlian dan intuisi peneliti. Artinya semakin sering melakukan kategorisasi maka peneliti akan semakin mahir. Beberapa panduan dalam membuat kategori sasasi, yaitu perhatikan regularity. Regularity adalah hal-hal yang sering muncul. Hal-hal yang sering muncul ini dapat dijadikan sebagai suatu kategori. Setelah penentuan kategori, maka selanjutnya perlu diperiksa atau dicek secara sistematis (systematic checks) apakah benar apa yang dianggap sebagai suatu kategori dapat dianggap sungguh-sungguh benar sebagai suatu kategori. Pemeriksaan secara sistematis dilakukan dengan melihat hal-hal yang dianggap menjadi suatu kategori jika memiliki kesamaan dan berbeda kategori jika memiliki perbedaan. Kategori tersebut diusakan untuk tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Karena jika kategori terlalu luas maka tidak akan tampak apa yang menjadi perhatian (concern) dan persoalan (issue). Dan bila terlalu sempit akan kehilangan gambaran secara keseluruhan (Kountur, 2007:191-193)
Pesan Sponsor

Kedua. Proses prioritas yaitu bila terdapat banyak kategori maka perlu prioritas terhadap kategori mana yang dapat ditampilkan dan mana yang tidak perlu ditampilkan karena terlalu banyak kategori yang akan menyulitkan dalam interpretasi. Kategori-kategori yang diperioritaskan adalah: (1) kategori yang sering muncul, (2) oleh beberapa orang dianggap sebagai yang paling dapat dipercaya, (3) merupakan hal yang unik atau memiliki cirri khas tersendiri, (4) membuka peluang adanya kemungkinan penyelidikan lebih lanjut, dan (5) material atau berharga. (Kountur, 2007:191-193).
Ketiga. Proses penentuan kelengkapan yaitu bilamana atau kapan proses kategorisasi dianggap telah lengkap? Apakah jumlah kategori yang telah terkumpul sudah cukup? Atau, apakah kategori yang dikumpulkan telah menjawab semua perhatian (concerns) maupun persoalan (issues) yang diharapkan? (Kountur, 2007:191-193). Jadi, analisis data yang dipakai yaitu dilakukan secara beruntun/bersama-sama, melalui proses analisis domain, taksonomi, kompensial, dan tema budaya (Sugiyono, 2004:401)

Monday, May 23, 2016

Contoh Skripsi, Tesis dan Disetasi Bab I, II dan III dengan metode kuantitatif

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah adalah perbedaan antara teori dan praktik, perbedaan antara yang tertulis (teori, Firman Tuhan) dengan yang dipraktekkan, perbedaan antara harapan dan kenyataan, hal-hal yang mengganggu dan untuk mendapat jawaban perlu diadakan sebuah penelitian.

Contoh pemaparan masalah berdasarkan rumusan atau teori tentang masalah sebagaimana yang dimaksudkan di atas, mari kita membuat contoh masalah penelitian. Lihat contoh berikut:

Dalam Kejadian 2:15, ditegaskan oleh firman Tuhan bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya dan menempatkan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa di taman Eden dengan tugas kerja yaitu ‘mengusahakan dan memelihara’. Dalam ayat ini, kerja merupakan bagian dari kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki untuk manusia bekerja. Dalam Alkitab diceritakan beberapa tokoh yang terlibat dalam perintah kerja, antara lain: Kain dan Habel. Habel bekerja sebagai gembala kambing domba, sedangkan Kain menjadi petani. Dua jenis kerja yang sama-sama mulia. Apa yang dikerjakan oleh Kain dan Habel merupakan implikasi dari perintah kepada Adam dan Hawa sebagaimana yang dinyatakan dalam Kejadian 2:15. Nuh setelah keluar dari Bahtera bekerja sebagai petani anggur. Penulis kitab Kejadian menyatakan bahwa Nuh adalah orang yang mula-mula membuat kebun anggur. Dalam melaksanakan pekerjaan, ada yang sukses tetapi ada pula yang tidak sukses atau gagal dalam melaksanakan pekerjaan. Akibatnya hasil kerja juga tidak maksimal. Nuh berhasil dalam kerja dan menikmati hasil kerja, Yusuf pun berhasil dalam kerja ketika ia berada di Mesir, khususnya di rumah Potifar, seorang pegawai istana Fiarun, kepala pengawal raja. Yusuf selalu berhasil dalam pekerjaan yang dilakukannya (Kej. 39:2).
Keberhasilan dalam kerja sering dinilai dalam berbagai sudut pandang. Ada yang menyatakan bahwa orang yang sukses dalam kerja adalah orang yang diberkati Tuhan. Sementara yang lain menyatakan bahwa orang yang gagal dalam bekerja adalah orang yang tidak diberkati oleh Tuhan. Asumsinya bahwa bila Tuhan menyertai maka pekerjaan seseorang selalu berhasil. Sebaliknya bila Tuhan tidak menyertai seseorang maka orang tidak akan berhasil dalam kerja. Ada yang menyatakan bahwa agama tidak saja merupakan sesuatu yang terdekat dan terpokok dalam memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam mencapai kesuksesan kerja. Disini agama menjadi faktor pendorong kerja. Dalam konteks Agama Kristen, apakah Pendidikan Agama Kristen dapat memotivasi kerja, khususnya PAK yang memotivasi kerja?

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Kerja Menurut Iman Kristen?
2. Apakah semua pekerjaan adalah perintah Allah?
3. Apakah pekerjaan adalah bagian dari kehendak Tuhan?
4. Apakah Pendidikan Agama Kristen memotivasi kerja?
5. Apakah penyertaan Tuhan selalu membuat seseorang berhasil dalam kerja?

C. Batasan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas Nampak bahwa ada banyak masalah yang perlu dicari jawaban melalui penelitian. Akan tetapi hal itu tidak dapat diakomodir secara menyeluruh dalam penelitian skripsi ini karena beberapa alasan, yakni keterbatasan daya, dana dan waktu, maka penelitian ini difokuskan pada Pendidikan Agama Kristen yang memotivasi kerja.

D. Perumusan Masalah

Bagaimana Pendidikan Agama Kristen dalam memotivasi kerja?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a) Melalui penelitian ini, peneliti makin dapat mendalami bagaimana pentingnya PAK dalam memotivasi kerja. Dengan demikian pengetahuan peneliti makin diperkaya.
b) Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang meneliti berikutnya khususnya yang berhubungan dengan PAK dalam memotivasi kerja.
c) Sebagai sumbangsih bahan literature kepustakaan diperpustakaan STT.
2. Secara Praktis

a) Dengan menggumuli karya tulis ini, peneliti dapat memahami mengenai makna PAK dalam memotivasi kerja. Dengan demikian, peneliti dapat belajar untuk mempraktekkannya ditengah-tengah pelayanan dan masyarakat
b) Dari hasil penelitian ini, dapat menolong para pembaca secara khusus mahasiswa STT untuk mendalami pentingnya PAK dalam memotivasi kerja
BAB II
KAJIAN TEORI MOTIVASI KERJA

A. Motivasi Kerja

Menurut E.P. Hutabarat, motivasi Kerja adalah tenaga penggerak yang menimbulkan upaya keras untuk raelakukan sesuatu. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seaeorang untuk bergerak, baik disadari maupun tidak disadari., atau "motivasi dapat didefmisikan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan gerakan atau yang mendorong seseorang untuk bertindak Motivasi adalah energi manusia yang kemungkinan adalah sumber alam paling banyak dan paling kuat di muka bumi ini (1995:25). Berdasrkan teori di atas dapat dikatakan bahwa dalam bekerja, setiap orang membutuhkan dorongan dalam bekerja. Dorongan atau motivasi itu berasal dari dalam diri maupun dari luar diri. Oleh karena itu maka motivasi kerja kerja adalah jantung kegiatan PAK. Pelaku Pendidikan Agama Kristen harus bekerja dan menjadi motivator kerja. Melalui kerja orang percaya mendapat rejeki, melalui rejeki orang percaya mengucap syukur kepada Tuhan. Kerja merupakan Anugrah (Grace). Paulus memahami bahwa pekerjaannya adalah anugrah (charis, pemberian Tuhan). Pekerjaan yang diterima dari Tuhan menunjukan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Pekerjaan yang diberikan Tuhan merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga. Pekerjaan itu merupakan sesuatu yang bernilai. Apa yang sangat menyukakan hati (menggembirakan) ketika seseorang tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah? Ketika seseorang tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah maka perilakunya berubah. Orang percaya tidak boleh memandang remeh pekerjaan, tidak boleh asal-asalan dengan pekerjaan. Paulus memberi teladan kesungguhan bekerja. Perspektif Paulus tidak negatif terhadap pekerjaan. Perilaku Paulus juga tidak negatif. Paulus bekerja dengan perspektif positif dan perilaku positif.
Oleh karena kerja itu adalah perintah Tuhan maka orang percaya, khususnya pelaku Pendidikan Agama Kristen memotivasi kerja dengan mengajarkan sebuah etos kerja yang baik, yaitu kerja adalah rahmat. Oleh karena rahmat maka harus bekerja penuh syukur. kerja adalah amanat. Oleh karena kerja adalah amanat maka harus bekerja tuntas penuh integritas, kerja adalah panggilan. Oleh karena kerja adalah panggilan maka bekerja benar penuh tanggung jawab, kerja adalah aktualisasi. Oleh karena kerja adalah aktualisasi diri maka bekerja penuh semangat, kerja adalah ibadah. Oleh karena kerja adalah maka bekerja serius penuh kecintaan, kerja adalah seni. Oleh karena kerja adalah seni maka bekerja kreatif penuh sukacita, kerja adalah kehormatan. Oleh karena kerja adalah kehormatan maka perlu bekerja unggul penuh ketekukan, kerja adalah pelayanan. Oleh karena kerja adalah pelayanan maka bekerja sempurna penuh kerendahan hati (Nahum Sinamo).
Hal yang perlu dipertegas yaitu bahwa semua pekerjaan sehari-hari bisa bersifat suci. Alkitab mengatakan dalam Amsal 14:23, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan." Pekerjaan yang dikerjakan hendaknya merupakan berkat, bukan sumber kebosanan; merupakan kehormatan, bukan pekerjaan yang menjemukan; merupakan pekerjaan yang berarti, bukan pekerjaan yang tidak menarik. Secara tidak wajar seseorang telah membagi-bagi pekerjaan menjadi yang duniawi dan yang suci, tetapi Alkitab tidak mengatakan demikian. Pekerjaan seseorang seharusnya menjadi tempat melayani Tuhan Yesus. Tempat bekerja harus merupakan tempat ibadah dan tempat menaruh pelita (terang Kristus) untuk menjadi saksi.

B. Kerangka Berpikir

Keberhasilan kerja disebabkan karena Tuhan sumber berkat, berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan sumber berkat maka motivasi selanjutnya yakni hasil penyertaan Tuhan yaitu sukses bekerja. Sukses bekerja juga hanya terjadi dalam waktu dan tempat. Tuhanlah sumber berkat, penyertaan Tuhan memungkinkan sebuah keberhasilan dalam kerja, dan tempat kerja serta motivasi kerja dari pelaku PAK berkontribusi untuk kesuksesan kerja.

C. Hipotesis

Pendidikan Agama Kristen memiliki daya dorong karena isi pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab yaitu dari Kejadian sampai Wahyu. Pendidikan Agama Kristen yang memotivasi kerja akan mempengaruhi sukses dalam bekerja. BAB III

METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian yang digunakan

Menurut Ronny Kountur, metode penelitian adalah suatu cara memperoleh pengetahuan yang baru atau suatu cara untuk menjawab berbagai permasalahan penelitian yang dilakukan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Kaidah ilmiah yang dimaksud dalam definisi ini yaitu suatu penelitian ilmiah dimulai dengan mengidentifikasi masalah, merumuskan dan menguji hipotesis atau menemukan teori serta membuat kesimpulan.(2007:7) Sedangkan Sugiyono mendefinisikan metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam definisi ini ditekankan beberapa kata penting, yakni cara ilmiah yaitu kegiatan penelitian didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian yang dilakukan bersifat dapat diterima akal sehingga terjangkau oleh penelaran manusia. Empiris berarti penelitian yang dilakukan melalui pengamatan indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sedangkan sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Sugiyono, 2008:3) Selanjutnya metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni penelitian kuantitatif

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian untuk penelitian kuantitatif dapat dilakukan di sekolah, perusahan, lembaga pemerintah, di jalan, rumah, gereja dan lain-lain. Dalam hal ini, situasi sosial penelitian skripsi/tesis/disertasi ini yaitu di ………...Penelitian ini dirancang dan dilakukan di ………….

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak …….. sampai …….. 201... yang diawali dengan pengajuan judul penelitian dan pengujian proposal penelitian dan penelitian lapangan secara kualitatif.

C. Teknik Pengumpulan Data

Lexy J. Moleong mengklasifikasi teknik penelitian atau pengumpulan data dalam beberapa kategori, yaitu (1) sumber data dan jenis data yang diperoleh melalui: (a) kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. (b) sumber tertulis yang dibagi lagi menjadi data dari sumber buku, majalah ilmiah. sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. (c) Foto menghasilkan data deskriptif dengan kategori foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. Foto yang dimaksud disini yaitu foto tentang orang dan latar penelitian yang sesuai dengan variable yang diteliti. Latar penelitian dalam foto dapat diamati dengan teliti, foto juga dapat memberi gambaran tentang perjalanan sejarah orang yang ada didalamnya. Dari foto diketahui gambaran tentang posisi duduk di gereja, keadaan duduk santai, dan gembira ria, keadaan anggota gereja dan lain sebagainya. Foto digunakan untuk memahami bagaimana para subjek penelitian memandang duniannya.(1999:114)
Selanjutnya dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan melalui dua sumber utama, yaitu: Sumber sekunder atau data sekunder. Data sukender adalah data yang bersumber dari penelitian orang lain yang dibuat untuk tujuan yang berbeda. Data ini berupa fakta, table, gambar, dan lain-lain. Walaupun dibuat untuk maksud yang berbeda, data-data ini dapat dimanfaatkan peneliti lain untuk variable yang sedang diteliti.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data primer dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut

(1) wawancara,
(2) observasi,
(3) kuesioner.

Pengumpulan data sebagaimana yang dimaksud di atas membutuhkan peran peneliti. Menurut Ronny Kountur, peran peneliti yaitu (1) mengamati tetapi tidak berpartisipasi dalam kegiatan orang-orang yang diamati dan tidak teridentifikasi oleh mereka yang diamati. (2) pengamat mengamati dan tidak terlibat dalam aktivitas mereka yang diamati, namun ada diantara mereka sehingga dapat dikenali tetapi bisa juga tidak dikenali jika tidak diperhatikan. (3) sambil mengamati, pengamat berpartisipasi pada kegiatan orang yang diamati dan mereka juga mengetahui jika mereka sedang diamati. (4) sambil mengamati, pengamat berpartisipasi pada aktivitas mereka yang diamati, namun mereka tidak tahu sedang diamati. Tehnik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara.. Prosedur wawancara yaitu pewawancara menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara dilakukan dan pertanyaan didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, selain itu penulis memamaki wawancara tidak terstruktur yakni pewawancara dan yang diwawancarai berbicara dengan santai dan pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan.Tidak ada daftar pertanyaan yang harus diikuti dengan ketat.

D. Teknik analisa data

Analisis data kualitatif meliputi proses identifikasi apa yang menjadi perhatian dan apa yang merupakan persoalan. Proses identifikasi yang dimaksud di atas dilakukan dalam beberapa proses yaitu proses kategorisasi, proses prioritas, dan proses penentuan kelengkapan. Ketiga prose situ dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama. proses kategorisasi yaitu proses menyusun kembali catatan dari hasil observasi atau wawancara menjadi bentuk yang lebih sistematis. Laporan dibuat dalam beberapa kategorisasi yang sistematis. Untuk menentukan proses kategorisasi sistematis ini, diakui oleh peneliti bahwa tidak ada standar yang baku. Oleh karena itu diperlukan keahlian dan intuisi peneliti. Artinya semakin sering melakukan kategorisasi maka peneliti akan semakin mahir. Beberapa panduan dalam membuat kategori sasasi, yaitu perhatikan regularity. Regularity adalah hal-hal yang sering muncul. Hal-hal yang sering muncul ini dapat dijadikan sebagai suatu kategori. Setelah penentuan kategori, maka selanjutnya perlu diperiksa atau dicek secara sistematis (systematic checks) apakah benar apa yang dianggap sebagai suatu kategori dapat dianggap sungguh-sungguh benar sebagai suatu kategori. Pemeriksaan secara sistematis dilakukan dengan melihat hal-hal yang dianggap menjadi suatu kategori jika memiliki kesamaan dan berbeda kategori jika memiliki perbedaan. Kategori tersebut diusakan untuk tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Karena jika kategori terlalu luas maka tidak akan tampak apa yang menjadi perhatian (concern) dan persoalan (issue). Dan bila terlalu sempit akan kehilangan gambaran secara keseluruhan (Kountur, 2007:191-193)
Kedua. Proses prioritas yaitu bila terdapat banyak kategori maka perlu prioritas terhadap kategori mana yang dapat ditampilkan dan mana yang tidak perlu ditampilkan karena terlalu banyak kategori yang akan menyulitkan dalam interpretasi. Kategori-kategori yang diperioritaskan adalah: (1) kategori yang sering muncul, (2) oleh beberapa orang dianggap sebagai yang paling dapat dipercaya, (3) merupakan hal yang unik atau memiliki cirri khas tersendiri, (4) membuka peluang adanya kemungkinan penyelidikan lebih lanjut, dan (5) material atau berharga. (Kountur, 2007:191-193).
Ketiga. Proses penentuan kelengkapan yaitu bilamana atau kapan proses kategorisasi dianggap telah lengkap? Apakah jumlah kategori yang telah terkumpul sudah cukup? Atau, apakah kategori yang dikumpulkan telah menjawab semua perhatian (concerns) maupun persoalan (issues) yang diharapkan? (Kountur, 2007:191-193). Jadi, analisis data yang dipakai yaitu dilakukan secara beruntun/bersama-sama, melalui proses analisis domain, taksonomi, kompensial, dan tema budaya (Sugiyono, 2004:401)

Contoh Bab II Kualitas Pendidikan Agama Kristen, Pujian dan Karakter

Postingan Berikut ini merupakan salah satu contoh kajian Teori dalam Bab II yang menggunakan metode penelitian kuantitatif. DIkatakan demikian karena dalam penelitian kuantitatif selalu ada kerangka berpikir dan hipotesis. Perumusan hipotesis dimaksudkan untuk menguji teori. Inilah ciri penelitian kuantitatif yaitu menguji teori, yang diutamakan dalam penelitian kuantitatif adalah hasil dan bukan proses. Beda dengan penelitian kualitatif yang mengutamakan proses. Selanjutnya perhatian contoh Bab II berikut ini.

Topik Penelitian ini diberi Judul: "Pengaruh Kualitas PAK, Puji-pujian Kristen Terhadap Pembentukan Karakter Unggul dalam diri peserta didik di SMP .........."

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN TEORI

1. Kualitas Pendidikan Agama Kristem
1.1. Pengertian Kualitas Pendidikan Agama Kristen
Saya beri contoh uraian tentang kualitas PAK

Kualitas Pendidikan Agama Kristen yang dimaksud disini yaitu proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen yang berdaya merubah kehidupan peserta didik. Perubahan itu meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan demikian dapat disebut sebagai ketercapaian tujuan pengajaran Pendidikan Agama Kristen. Dengan kata lain, sejauh mana Pendidikan Agama Kristen berhasil mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Kristen maka diperlukan suatu proses yang melibatkan banyak pihak. Dalam sejarah perkembangan praktek Pendidikan Agama Kristen, menurut E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar (1996) ada aliran atau kelompok pemikiran Kristen yang mengutamakan aspek pengajaran, dan aliran yang lain menekankan tentang aspek pengalaman keagamaan (1996:23). Aliran yang menekankan pengajaran atau pendidikan hendak membangun kepercayaan Kristen dalam diri siswa melalui penyampaian pengetahuan oleh seorang pendidik Kristen. Sedangkan aliran yang menekankan pengalaman rohani siswa lebih mengarahkan perhatian pada perkembangan diri siswa. Kelompok ini menekankan pendidikan Kristen pada pengalaman perorangan untuk menjadi pribadi-pribadi yang jujur dan luhur secara pribadi dalam sebuah masyarakat. (1996:23-24)

1.2. Kualitas Pendidikan Agama Kristen

2. Pujian-Pujian Kristen

Pengertian puji-pujian juga dapat dilakukan secara etimologi dengan memeriksa beberapa kata yang dipakai dalam Perjanjian Lama dan Baru tentang puji-pujian. Ada beberapa kata Ibrani dan Yunani yang dipakai dalam Alkitab untuk menjelaskan dengan indah aspek-aspek yang ada dalam puji-pujian. Kata-kata tersebut dijelaskan sebagai berikut. 2.1. Barak. Barak berarti berlutut atau bersujud, memberkati, menghormati, memuji (Hak. 5.2, Mzm. 72.11-15). Kata barak berbicara tentang penghormatan dan keinginan di hadapan Allah. Mengharapkan dengan iman untuk suatu jawaban. Dari ketujuh kata yang bearti `puji-pujian`, hanya barak inilah yang mengandung arti kesunyian. Dalam kata ini tak ada pernyataan tentang ekspresi atau ungkapan dengan suara (Mike dan Viv Hibbert, 2007:114).
2.2. Yadah, kata ini pada mulanya dihubungkan dengan perbuatan dan sikap raga yang menyertai pujian. Kata yadah dapat pula diartikan pernyataan atau ungkapan perasaan berterima kasih dalam puji-pujian. Bila dilihat dari akar katanya, kata itu berarti `mengulurkan tangan`, mengangkat tangan (2 Taw. 20.21, Mzm. 9.2, 28) Kata ini mengungkapkan suatu tindakan, bukan sesuatu yang pasif. Tindakan berupa puji-pujioan yang keluar dari dalam hati dengan ekspresi luar adalah mengangkat tangan sebagai pernyataan dari hati yang sedang terangkat. Puji-pujian dengan cara ini merupakan kekuatan yang sangat nyata bila digunakand alam pertempuran (2 Taw. 20.21) 2.3. Todah. Todah berarti bersyukur dan memuji atas sesuatu yang sedang Allah kerjakan. Korban puji-pujian yang dinyatakan dengan menngangkat tangan (Mzm. 50.23, 69:31, 107:22, Yes. 51:3). Hal ini adalah puji-pujian iman dalam tindakan dan menghormati Allah, seperti dinyatakan dalam Mzm 50.23, `Siapa yang mempersembahkan syukur (todah) sebagai korban, ia memuliakan Aku… ` Ia melihat kita menerima firman-Nya tanpa bertanya-tanya. Mempersembahkan korban tuji-pujian juga berarti kita sedang mempersembahkan korban puji-pujian yang telah dikuduskan. Sebagaimana halnya dengan para iman dalam Perjanjian Lama yang menguji atau memeriksa apakah setiap korban yang dipersembahkan itu murni, kitapun harus menguji hati kita dan mempersembahkan puji-pujian yang mengalir dari dalam hati yang murni dan bersih kepada Allah. (Mike dan Viv Hibbert, 2007:114-115).
2.4. Zamar, kata ini dihubungkan dengan memainkan atau menyanyikan nyanyian disertai musik. (Serapan pagi). Ini berarti puji-pujian yang dinyanyikan dengan diiringi oleh alat-alat music. Secara harfiah, zamar berarti memetik kecapi atau alat music yang menggunakan senar (Mzm. 47, 6-7) Dalam Mazmur 149.3 tertulis ` Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepadanya dengan rebana dan kecapi. (Mike dan Viv Hibbert, 2007:115).
2.5. Shabakh. Kata ini mengandung arti memuji, sorak kemenangan, memuliakan atau memegahkan, berteriak atau bersorak, berseru dengan nada suara yang keras (Mzm. 47.6-7 ). Ini tidak berarti bahwa mereka yang pendiam dan pemalu tidak harus melakukan tindakan ini. Kita semua harus memuji Tuhan dengan cara seperti ini, tanpa terkecuali. Cara ini masih tetap `layak` dan `benar` untuk masa sekarang. Allah menghendaki suara seperti itu dalam puji-pujian bukan karena Dia tidak dapat mendengar, tetapi karena keagungan dan kemuliaan-NYa. Ia layak menerima pujian kita yang gegap gempita. Perjanjian Baru juga menyatakan puji-pujian dengan suara yang keras (Luk. 2.13-14, 19,.37) (Mike dan Viv Hibbert, 2007:115)..
2.6. Halal, yang akar katanya berarti riuh, Halal berarti bercahaya, berbangga atau bermegah, bersukacita, memuji, bernyanyi, bersih dan jelas, memuji dengan penuh semangata dan gembira, bernyanyi dengan suara nyaring (1 Taw. 23.5). Di dalam Alkitab, kata halal biasa digunakan dalam kata `puji-pujian`. Kata tersebut berasal dari bentuk perintah – haleluya – yang berarti `pujilah Tuhan dengan kemegahan dan penuh sukacita, serta masyhurkan Dia dengan suara nyaring`.(Mike dan Viv Hibbert, 2007:115).
2.7. Tehillah. Kata ini berarti pujian pengagungan atau nyanyian kemuliaan- menyanyi dengan menyanjung ( Kel. 15. 11). Puji-pujian ini berbeda dengan ungkapan atau pernyataan puji-pujian yang lain. Dalam puji-pujian yang lain memerlukan iman kita. Sedangkan dalam tehillah mengandung arti Allah menanggapi iman kita. Secara harfiah, kata ini berarti Allah bersemayam dan duduk di atas takhta di tengah-tengah puji-pujian tehillah. Selanjutnya dalam Keluaran 15.11 kita melihat Allah bukan saja sebagai Bapa dan sahabat, melainkan mulia karena kekudusan-Nya, menakutkan karena perbuatan-Nya yang masyhur`. Kita melihat bahwa Allah kita aalah api yang menghanguskan (ibr. 12.29), dan Ia menghendaki penghormatan serta ketakutan yang saleh atau suci. Yang harus diberitahukan kepada gereja tidak hanya suatu pengertian tentang kebaikan dan kasih Allah saja, tetapi juga kekerasan Allah (Rom. 11.22) ia selalu menghargai iman dengan beberapa tanggapan pada saat kita menghampiri-Nya dalam iman. Kita mengetahui bahwa kehadiran-Nya adalah suatu kepastian. Jika Ia bersemayam adalam puji-pujian, tak ada jalan bagi kita untuk berpuas diri dengan semua kebesaran dan kebenaran kita sendiri, serta berbicara sembarangan tanpa berpikir terlebih dulu di hadapan-Nya. Dalam Mzm. 33.1 tertulis `… sebab memuji-muji itu layak bagi orang mujur`. Pada saat Allah bersemayam dalam puji-pijian kita, kita akan diubah menjadi serupa dengan Dia (mzm. 17.15) dan akan memancarkan wajah yang penuh dengan kemuliaan. 2 Taw. 20.22 mengisahkan bahwa dalam puji-pujian tehillah akan terjadi kemenangan dalam peperangan (lih. `Nyanyian Peperangan` pada bagian selanjutnya). Maz. 40.4 mengatakan bahwa puji-pujian tehillah akan mengakibatkan terjadinya pemberitaan Injil secara besar-besaran (Lih. Nyanyian Pemberitaan Injil). Maz. 65.2, `Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah`. Kadang-kadang kita tidak dapat `melompat` ke dalam ekspresi yang lain dalam penyembahan sampai kita mengalami kenyataan dari pujian ini serta pengetahuan tentang Allah.
2.8. Halal, yang akar katanya berarti riuh, Halal berarti bercahaya, berbangga atau bermegah, bersukacita, memuji, bernyanyi, bersih dan jelas, memuji dengan penuh semangata dan gembira, bernyanyi dengan suara nyaring (1 Taw. 23.5). Di dalam Alkitab, kata halal biasa digunakan dalam kata `puji-pujian`. Kata tersebut berasal dari bentuk perintah – haleluya – yang berarti `pujilah Tuhan dengan kemegahan dan penuh sukacita, serta masyhurkan Dia dengan suara nyaring`(Mike dan Viv Hibbert, 2007:116-117). 2.9. Eukhaisteo. Salah satu kata Yunani yang dapat dipakai untuk menterjemahkan puji-pujian. Kata ini secara harfiah,berarti 'mengucapkan terima kasih'. Kata ini mengandung arti bahwa orang yang memuji lebih akrab dengan yang dipuji, ketimbang arti yang terkandung dalam kata formal eulogeo,yang berarti 'memberkati'. (Serapan pagi)
Jadi, berdasarkan kata-kata Ibrani dan Yunani tersebut di atas, puji-pujian adalah berlutut atau bersujud, memberkati, menghormati, memuji atau penghormatan dan keinginan di hadapan Allah yang dinyatakan dalam keheningan (Barak); perbuatan dan sikap raga yang menyertai pujian atau pernyataan atau ungkapan perasaan berterima kasih dalam puji-pujian yang dinytakan dengan cara `mengulurkan tangan`, mengangkat tangan, suatu tindakan, berupa puji-pujian yang keluar dari dalam hati dengan ekspresi luar adalah mengangkat tangan sebagai pernyataan dari hati yang sedang terangkat Yadah); bersyukur dan memuji atas sesuatu yang sedang Allah kerjakan (Todah); memainkan atau menyanyikan nyanyian diiringi music (Zamar); sorak kemenangan, memuliakan atau memegahkan, berteriak atau bersorak, berseru dengan nada suara yang keras Shabakh); riuh, bercahaya, berbangga atau bermegah, bersukacita, memuji, bernyanyi, bersih dan jelas, memuji dengan penuh semangat dan gembira, bernyanyi dengan suara nyaring (Halal ); pujian pengagungan atau nyanyian kemuliaan- menyanyi dengan menyanjung (Tehillah ); mengucapkan terimakaish (eukharisteō) kepada Tuhan atas Rahmat-Nya yang besar kepada manusia.

3. Pembentukan Karakter
2.1. Pengertian Pembentukan Karakter
2.2. Karakter
2.2.1. Karakter Kristen
2.2.2. Karakter Bangsa
dst

B. KERANGKA BERPIKIR

Keteladanan Guru PAK adalah sejumlah perilaku positif yang didasarkan pada ajaran Alkitab yang tercermin dalam perilaku guru yang dapat diteladani atau mempengaruhi peserta didik di sekolah. Keteladanan tersebut merupakan nilai-nilai yang terbentuk dalam diri Guru PAK. Guru PAK sebagai pengajar isi Alkitab harus hidup sesuai dengan ajaran yang disampaikannya. Perilaku Guru PAK bersesuaian dengan kenyataan hidupnya sehari-hari, di sekolah, Gereja dan masyarakat. Jadi keteladanan yang ditunjukkan guru PAK meliputi keteladanan di sekolah yaitu sejumlah perilaku unggul yang dimiliki guru PAK ketika mengajar di kelas, misalnya masuk tepat waktu, menyelesaikan pelajaran tepat waktu, memberi penilaian secara adil dan perilaku unggul sejenisnya.

Pendidikan Agama Kristen yang diselenggarakan di sekolah harus berkualitas. Artinya memberi dampak pada peserta didik yaitu perubahan yang diharapkan dapat terjadi dalam diri siswa atau peserta didik yang mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Kristen. Untuk mencapai maksud itu diperlukan rumusan tujuan Pendidikan Agama Kristen yang terukur, maksudnya dapat dicapai. Berbagai tujuan Pendidikan Agama Kristen telah dirumuskan oleh ahli-ahli Pendidik Kristen sepanjang zaman. Di Indonesia ada rumusan tujuan Pendidikan Agama Kristen yang dirumuskan oleh tim ahli Pendidikan Agama Kristen dan telah ditetapkan menjadi bagian dari kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang diberlakukan di sekolah-sekolah formal mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Agama Kristen tidak hanya berlangsung di sekolah tetapi juga di gereja dan keluarga. Semuanya memberi kontribusi bagi kualitas pengajaran Agama Kristen yaitu supaya siswa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Bagian ini dalam kurikulum Pendidikan Agama disebut dengan “Mengasihi Allah Tritunggal dan sesamanya.”

Kekristenan dalam perkembangannya selalu dikenal sebagai agama yang penuh puji-pujian. Kristen kaya dengan lagu-lagu, dan tidak ada agama lain yang menandingan kualitas puji-pujian dari warisan Kristen maupun syair-syair lagu yang tercipta dari waktu ke waktu. Puji-pujian Kristen dapat menyejukkan hati, mengandung unsur edukasi yang bertahan zaman. Melalui puji-pujian juga, orang Kristen mengusir setan dan melalui puji-pujian, orang Kristen dapat menata kehidupan rohaninya agar bertumbuh lebih baik dalam sifat-sifat mulia sesuai kehendak TUHAN.

Peserta didik atau siswa di sekolah adalah peribadi-pribadi yang membutuhkan bimbingan orang dewasa, seperti guru, orang tua, pendeta atau pengurus-pengurus Gereja atau pelayan-pelayan Gereja dan juga masyarakat. Berbagai lingkungan ini dapat membentuk perilaku siswa. Di Indonesia digalakan Pendidikan Karakter Bangsa yang dirumuskan dari nilai-nilai yang dikenal di Indonesia, salah satunya datang dari nilai Agama. Misalnya cinta Allah dan kebenaran merupakan rumusan pendidikan karakter yang diambil dari ajaran Agama. Selain Pendidikan karakter bangsa, peserta didik yang beragama kristen perlu dibentuk karakter Kristianinya. Pembentukan karakter kristiani dalam penelitian ini diambil dari I Korintus 13:4 yaitu bagaimana siswa terbentuk karakter dalam hal: sabar, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, dan karakter yang lain sebagaimana yang disebutkan dalam I Korintus 13:4. Berdasarkan I Korintus 13:4 apakah keteladanan guru PAK dan Kualitas pengajaran Agama Kristen di ……. Perubahan moral baik moral bangsa maupun moral sebagai orang Kristen mesti terbentuk dalam diri siswa-siswa. Pendidikan Agama Kristen memberi kontribusi untuk terbentuknya karakter positif siswa yang meliputi karakter bangsa dan Kristen.

C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis yang diajukkan disini yakni: Diduga ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Pengaruh Pendidikan Agama Kristen, puji-pujian Kristen terhadap pembentukan karakter peserta didik di SMP Sampai disini

Friday, May 20, 2016

Contoh Bab II Kajian Teori

Postingan ini sifatnya edukasi untuk yang sedang mencari bentuk membahas bab II Skripsi, tesis dan disertasi. CONTOH BAB II KAJIAN TEORI dalam postingan ini merupakan bentuk pembahasan kajian teori dengan menggunakan Metodologi Penelitian Kuantitatif (lihat contoh Bab III Metode Kuantitatif). Dalam metode kuantitatif, biasanya bab II ada rumusan tentang KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Dalam contoh berikut ini, saya menggunakan citasi (pengutipan sumber ) dengan model HARDVARD. Model ini tidak menggunakan catatan kaki tetapi catatan perut. Sekarang saya masuk dalam teori Bab II

BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Pendidikan Agama Kristen di Gereja

Pendidikan Agama Kristen di Gereja dilaksanakan dalam berbagai kategori seperti Sekolah Minggu dan katekisasi. Selain itu melalui khotbah-khotbah yang berbentuk pengajaran doktrin seperti Allah Tritunggal, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, Akhir zaman, pengajaran tentang malaikat, pengajaran tentang iblis dan cara kerjanya. Pengajaran tentang ajaran-ajaran sesat. Pengajaran tentang Alkitab adalah firman Allah yang memiliki otoritas untuk mengukur doktrin dan perilaku orang Kristen. Intinya Gereja berperan dalam pendidikan Kristen, baik itu melalui pengajaran maupun keteladanan hidup anggota jemaat yang dapat memberi didikan kepada siswa atau orang yang membutuhkan pendidikan Kristen. Gereja tidak hanya mendidik melalui pengajaran Kristen tetapi juga melalui kehidupan nyata. Iris V. Cully (1995:3) menyatakan “sejak permulaan gereja telah menjadi masyarakat yang mengajar”. Hal ini menegaskan bahwa dimanapun dan kapan saja Gereja merupakan masyarakat yang tetap meneruskan pengajaran. Gereja tidak hanya mengajar tetapi juga melalui keteladanan hidup, baik melalui pendeta atau gembala-gembala sidang, majelis dan anggota jemaat juga dapat menolong siswa dalam nilai-nilai Kristiani. Jadi, Gereja menjadi tempat kedua para siswa mendapat pendidikan Kristen.
Pendidikan Kristen yang dilakukan di Gereja adalah pendidikan yang berporos pada Yesus Kristus. Yesus dalam pelayanan-Nya tidak mengabaikan tugas mengajar. Penulis Injil Matius mencatat 9 kali kata mengajar yang menunjuk pada kegiatan Yesus. Injil Markus mencatat 15 kali, dan Lukas 8 kali. Maka mengajar itu merupakan bagian yang amat penting dalam pelayanan Yesus.
Tempat mengajar Yesus itu berfariasi, yaitu di bait Allah, di rumah ibadat (sinagoge), di pantai danau atau perahu nelayan, di bukit dan di tempat yang datar. Tempat tidak menjadi kendala Yesus melakukan tugas pendidikan. Salah satu tugas pendidikan itu yakni mengajar. Pemahaman ini sesuai dengan pandangan Clementus. Menurut Clementus, pendidikan adalah kata yang dipakai dengan cara yang bermacam-macam. Ada pendidikan dalam arti kata seorang yang sedang dibimbing dan diajar, pendidikan juga merangkum tindakan yang berhubungan dengan tugas membimbing dan mengajar.Selain itu pendidikan menyangkut proses bimbingan dan hal-hal apa saja yang diajarkan. Pendidikan yang diberikan Tuhan merupakan tindakan menyampaikan kebenaran yang akan menuntun seseorang secara benar kepada suatu relasi dengan Tuhan dan kepada usaha mengaplikasikan perilaku suci dalam kehidupan setiap orang.(Boehlke, 2002:106)

2. Pendidikan Agama Kristen di Keluarga

Menurut Elizabeth (2009:13) keluarga merupakan lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi untuk membentuk anak yang dikaruniakan Allah kepada setiap keluarga. Hal ini berarti Allah mendirikan keluarga agar anak belajar dari orang tua. Sebelum Allah membentuk jemaat atau Gereja, dan pemerintahan, Allah telah mentahbiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar dari suatu masyarakat. Keluarga menjadi tempat terbaik untuk menumbuhkan iman dan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan anak (Elizabeth, 2009:13). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Kristen di keluarga memberi kontribusi positif terhadap pembentukan kerohanian anak sehingga anak dimampukan untuk menghadapi berbagai gerakan-gerakan yang membayakan imannya.
Penjelasan di atas menekankan bahwa pendidikan Kristen di keluarga Kristen itu sangat penting. Demikian pentingnya pendidikan Kristen di keluarga maka Horace Bushnell dalam Boehlke (1997:476) menyatakan rumah tannga Kristen yang didiami Roh anugerah Allah hendaknya menjadi gereja bagi masa kanak-kanak ..... Segalanya menghasilkan asuhan Kristen yang enak bagi anak. Dengan demikian, berlangsunglah jenis metode yang mendidik anak secara diam-diam dan tanpa disadari.
Bila dikatakan bahwa ada yang lebih berharga dari pada mengajar sebagaimana dalam kutipan di atas tidak bermaksud menyatakan bahwa mengajar itu tidak penting, mengajar itu penting tetapi mengajar harus diimbangi dengan didikan atau tuntunan yang disebut sebagai kehidupan yang baik, ketenangann iman, percaya akan kebenaran dalam kehidupan. Semuanya ini tidak hanya sekadar sebuah instruksi/mengajar tetapi menghidupi atau menerapkannya dalam keluarga.
Pendidikan Agama Kristen di keluarga dapat dilakukan oleh orang tua dengan cara memberi pengajaran seperti yang dikemukakan oleh John Mac Arthur dalam Elizabet (2009:15-17), yaitu: Orang tua Kristen dalam keluarga dapat mengajar anak-anaknya akan takut akan Tuhan karena takut akan Tuhan adalah dasar sejati dan hikmat yang dapat diajarkan kepada anak-anak (bnd. Ams.1:7, 9:10). Sukses mendidik anak dalam keluarga Kristen sebenarnya dimulai dengan menanamkan rasa takut akan Tuhan dalam diri anak; Orang tua Kristen dalam keluarga dapat mengajar anak untuk menjaga pikiran mereka. Ajaran menjaga pikiran itu sesuai dengan Amsal 4:23. Dengan demikian orang tua Kristen memiliki kewajiban mendidik anak dalam hal mampu membentuk pikiran anak-anak dengan firman Allah yang mengajarkan tentang kebenaran, kebaikan, kesetiaan, kejujuran, integritas, loyalitas, kasih, dan semua kebajikan yang lain yang patut dimiliki anak; Orang tua Kristen dalam keluarga patut mengajarkan anak untuk taat pada orang tua (bnd. Ams. 1:8). Orang tua memiliki kewajikban mendidik anak untuk taat sejak anak belajar mendengar suara orangtuanya. Orang tua mendidik anak dengan disiplin dan diberi hukuman dan peringatan atas kesalahan yang dilakukan anak. (bnd. Ams. 13:24); Orang tuan Kristen dalam keluarga dapat mendidik anak-anaknya untuk memilih teman mereka dengan bijaksana. Anak harus diajar untuk memilih teman pergaulan secara bijaksana sehingga anak tidak dipengaruhi dengan pergaulan buruk. Jangan membiarkan anak dikelilingi oleh tekanan dan teman sebanya yang salah. Orang tua harus membimbing anak untuk memilih teman pergaulan yang menopang anak dalam kelakuan-kelakuan yang baik (bnd. I Kor. 15:33); Orang tua Kristen dalam keluarga perlu mendidik anak untuk dapat mengendalikan nafsu. Nafsu yang dimaksud disini adalah nafsu kedagingan yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan seperti: egois, marah, malas, dendam dan lain-lain (bnd. II Tim. 2:22); Orang tua Kristen dalam keluarga perlu mendidik anak untuk kelak nanti mengasihi pasangan hidup; Orang tua Kristen perlu mendidik anak menjaga perkataan yaitu pembicaraan yang bermnfaat dan bukan perkataan yang melukai orang lain; Orang tua Kristen dapat mengajarkan anak untuk mengasihi sesama mereka. Ajarlah anak untuk menghargai kebaikan, kemurahan, dan belas kasihan (bnd. Gal. 5:22). Ajarlah anak untuk mengasihi Tuhan dan sesamanya (bnd. Mat. 22:37-39). Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga dapat dilakukan melalui doa bersama sebelum dan pada waktu bangun tidur, mengadakan renungan malam dan pagi dalam ibadah keluarga. Nasehat-nasehat dari orang tua agar anaknya tetap hidup dalam karakter Kristiani dan tetap setia berpegang pada kepercayaan pada Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat semuanya merupakan bentuk pendidikan bagi siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas menjadi jelas bahwa pendidikan Kristen yang dilakukan kepada setiap orang, baik di Gereja, Keluarga dan kelompok masyarakat serta sekolah dapat dilakukan melalui pembimbingan dan pengajaran. Ini berarti pendidikan Kristen adalah usaha memberi bimbingan dan mengajar kepada siswa agar mereka menjadi manusia yang dewasa atau hidup seturut kehendak Tuhan.

3. Pendidikan Agama Kristen di Sekolah

Pendidikan Agama Krisaten di sekolah menurut pendidikan Agama Kristen dimaksud disini yakni teori dan konsep para pendidik Kristen. Para pendidik Kristen disini adalah pendidik Kristen yang ditemukan dalam beberapa literatur Pendidikan Kristen. Pembahasan ini tidak bermaksud membahas seluruh pendapat dari pendidik-pendidik Kristen yang ditemukan dalam literatur maupun penulis buku pendidikan Kristen. Dengan demikian maka penulis hanya mengambil beberapa pendapat dari pendidik-pendidik Agama Kristen tentang pandangan mereka akan pendidikan Agama Kristen di sekolah. Setalah menjelaskan bagian ini, penulis akan mengemukakan pendidikan Kristen berdasarkan kurikulum Pendidikan Kristen atau sering disebut dengan Pendidikan Agama Kristen yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Usaha di atas bermaksud untuk menemukan berbabagai pendapat tentang pendidikan Agama Kristen di sekolah dan pendidikan Agama Kristen di sekolah yang didasarkan pada kurikulum yang didalamnya telah ditentukan standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator-indikatornya. Dan apakah pendidikan Kristen di sekolah memiliki pengaruh yang kuat atas diri siswa di sekolah karena para siswa telah, sedang dan akan menghadapi berbagai pengaruh gerakan yang pada satu sisi dapat menggoyahkan iman, tetapi sisi yang lain dapat memperkaya. Salah satu gerekan yang mempengaruhi dunia pendidikan adalah Gerakan Zaman Baru.
Berdasarkan pemahaman demikian maka penting memahami Pendidikan Kristen yang diselenggarakan di sekolah berdasarkan pendapat-pendapat pendidik Kristen yang diambil dari beberapa literatur Kristen. Ada banyak pendidik Kristen, misalnya dalam buku Robert R. Boehlke Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK Jilid 1 dan 2 dikemukakan banyak pendidik Kristen yang memiliki kontribus besar dalam pendidikan Kristen, namun dalam penjelasan ini hanya mendeskripsikan pendapat-pendapat pendidik Kreisten yang langsung berhubungan dengan pendidikan di sekolah. Berikut ini para pendidik Kristen tentang pendidikan Kristen di sekolah.
Menurut Iris V. Cully (1995:2) “sekolah adalah lingkungan di mana anak-anak dari setiap generasi diajarkan tentang apa yang diharapkan dan dituntut oleh suatu kebudayaan”. dapat dilakukan melalui kegiatan mengajar dan memberi teladan (sikap hidup atau perilaku guru yang sesuai dengan ajaran Kristen). Keteladanan adalah cara mendidik melalui perilaku yang baik dari setiap pendidik Kristen atau guru di sekolah yang akan mempengaruhi peserta didik atau siswa di sekolah. Sedangkan mengajar melibatkan pemberdayaan intelek individu untuk meningkatkan tubuh, pikiran dan jiwa. Hal ini tidak berarti bahwa keteladanan tidak melibatkan pikiran dan jiwa. Pikiran sangat diperlukan dalam kehidupan karena dengan pikiran itulah kemudian setiap orang mengaplikasikan apa yang diketahuinya dalam perilaku hidupnya.
Berdasarkan paparan di atas menjadi jelas bahwa dalam pendidikan terdapat dua interaksi yaitu orang dewasa yang dalam konteks sekolah disebut guru dan orang belum dewasa yang dalam konteks sekolah formal disebut peserta didik. Dalam pendidikan Kristen di sekolah dibutuhkan peran guru-guru. Secara keyakinan, peserta didik membutuhkan guru-guru Kristen yang dapat memberi pengajaran dan keteladanan yang baik. Guru adalah mereka yang memiliki tekad dan kemauan tidak pernah berakhir untuk memastikan bahwa semua siswa mengambil kendali dari belajar mereka sendiri dan mencapai potensi maksimum mereka, sambil terus berusaha untuk 'mencapai dan mengajarkan' setiap siswa di bawah perawatan mereka. Guru Kristen mengajar dengan pandangan untuk membuat siswa berkembang menjadi individu yang yang lebih baik. Untuk memahami pokok-pokok pengajaran dalam pendidikan Kristen maka deskripsi berikut ini akan memaparkan pengajaran-pengajaran Kristen dalam berbagai teori tentang Pendidikan Kristen di sekolah. Menurut E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar. Kedua ahli Pendidikan Kristen di atas dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Agama Kristen” menjelaskan tentang pendidikan Kristen atau istilah yang dipakai oleh kedua ahli ini yakni Pendidikan Agama Kristen di Sekolah-sekolah. Kedua ahli ini menyatakan bahwa ada negara-negara lain yang bersikap toleran terhadap agama tetapi pemerintah tidak mengakomodir pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Ada pula negara-negara komunis seperti Cekoslovakia dan Hongaria, pemerintahnya mengizinkan pengajaran agama Kristen di sekolah-sekolah negara, guru-guru dibiayai oleh negara (Homrighausen dan Enklaar, 1996:149). Sementara di Indonesia, kedua ahli di atas menyatakan: Ada pula negara seperti Indonesia, pemerintahnya bersifat demokratis, tidak mau menganakmaskan agama tertentu. Setiap agama mendapat kesempatan untuk mengajarkan pendidikan keagamaan kepada peserta didik sesuai dengann agamanya. Artinya pemerintah Indonesia mengizinkan pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah dan membiayai gaji guru-guru agama. (Homrighausen dan Enklaar, 1996:150). Adanya Pendidikan Kristen atau pendidikan yang bernafaskan keyakinan Kristen di sekolah memberi faedah-faedah yang berarti. Menurut E. G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, faedah pendidikan keagamaan Kristen di sekolah yaitu: (1) Gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri, seperti Sekolah Minggu dan Katekisasi. (2) Anak-anak yang menerima pendidikan Kristen di sekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan keagamaan ada hubungannya (3) Meringankan beban biaya Gereja yang harus dikeluarkan untuk pendidikan Kristen di sekolah. (4) Agama mulai menjadi bagian kebudayaan setiap rakyat. (Homrighausen dan Enklaar, 1996:151-152). Selain itu, pemerintah telah memberi undang-undang Pendidikan Nasional. Pendidikan keagamaan mendapat tempat penting dalam setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menolong siswa dalam pembinaan mental dan spritualnya.
Dalam konteks pendidikan Agama Kristen di sekolah, seorang guru PAK adalah seorang pelayan firman Allah atau seorang penafsir isi Alkitab dan menerapkannya secara praktis kepada siswa. Kualitas Pendidikan Agama Kristen di sekolah berhubungan dengan kemampuan guru PAK membaca komentar atau tafsiran-tafsiran Alkitab, khususnya yang berhubungan dengan nilai-nilai Kristiani seperti kasih dengan beberapa indikator kasih sebagaimana dalam I Korintus 13:4. Indikator kasih itum yakni: Murah hati; Tidak cemburu; Tidak memegahkan diri dan tidak sombong; Tidak melakukan yang tidak sopan; Tidak mencari keuntungan diri sendiri; Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak bersedia memaafkan orang yang bersalah padanya); Tidak bersukacita karena ketidak adilan tetapi karena kebenaran; Sabar menanggung segala sesuatu

B. KERANGKA BERPIKIR

Pendidikan Agama Kristen di Keluarga dilaksanakan oleh keluarga yang didalamnya para orangtua berperan untuk mendidik anak sesuai dengan ajaran Alkitab. Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga tidak dilaksanakan dalam kurikulum tertulis sebagaimana yang ada di sekolah, dalam keluarga hanya ada Alkitab dan sejumlah pengalaman orangtua dalam hal nilai-nilai Kristiani yang dapat dipergunakan untuk mendidik dan mengajar anak dalam ajaran sehat (Pendidikan Agama Kristen) di keluarga. Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga juga didasarkan pada pembacaan dan renungan serta doa setiap malam dan pagi hari. Pendidikan demikian berpengaruh untuk pertumbuhan iman anak. Selain itu pendidikan Agama Kristen diteruskan dalam lingkup gereja dalam bentuk sekolah minggu dan katekisasi yang didasarkan pada kurikulum yang disusun gereja. Demikian pula Pendidikan Agama Kristen di sekolah yang dilaksanakan dengan proses yang berbeda di keluarga dan gereja. Di sekolah pendidikan agama Kristen diatur dalam kurikulum yang diatur secara sistematis seperti pengaturan: tujuan pembelajaran atau stnadar kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, strategi belajar mengajar, media, evaluasi yang dilakakan oleh seorang guru yang profesional. Ketiga setting pendidikan agama Kristen berkontribusi terhadap pembentukan iman peserta didik di sekolah.

C. HIPOTESIS

Jika Pendidikan Agama Kristen dilaksanakan secara baik di keluarga, gereja dan sekolah maka anak akan bertumbuh secara baik dalam iman sesuai dengan ajaran Alkitab

Monday, May 16, 2016

Contoh Bab I dan II Skripsi

Refisi 19 April 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Sering tugas gereja dipahami sebatas pemberitaan, agak jarang dihubungkan pada pengajaran. Sementara pengajaran sangat diperlukan dalam pertumbuhan iman Jemaat. Gereja memahami bahwa tugasnya adalah hal-hal diluar pengajaran, sehingga pengajaran dipercayakan atau tanggung jawab sekolah.
Gereja mesti memahami Missio ekklesia dan bagaimana dalam praktik nyata yaitu apakah gereja hidup sesuai dengan mission ekklesia? Kemudian seperti apa perkembangan missio ekklesia yang dilakukan gereja. Tentunya idealnya adalah bahwa pendidikan Kristen mesti mengalami perkembangan tetapi apa kenyataan yang terjadi. Dalam konteks pemahaman demikian maka uraian berikut ini akan memaparkan tentang teori kedua variabel yang diteliti kemudian diakhiri dengan masalah yang terjadi yaitu perbedaan antara harapan dan kenyataan.
Menurut Berkhof dan Enklaar, gereja ada di bumi ini oleh sebab Yesus memanggil orang menjadi pengikut-Nya. Menurut definisi ini kehadiran gereja di bumi ini bukan usaha manusia tetapi usaha ilahi yaitu panggilan Yesus Kristus yang diwujudkan melalui berita Injil yang disampaikan gereja sepanjang zaman. Th van den End menjelaskan ekklesia dalam pengertian orang yang dipanggil. Orang yang pertama dipanggil oleh Kristus ialah para murid. Kemudian setelah kenaikan Yesus ke Sorga dan pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta, para murid itu menjadi rasul artinya mereka yang diutus. Diutus untuk memberitakan berita kesukaan, sehingga lahirlah gereja Kristen. Dalam definisi van den End, kehadiran gereja tidak dapat dipisahkan dengan berita suka cita tentang Yesus Kristus. Inti definisi di atas yakni panggilan dan pengutusan.
Yesus Kristus memanggil dan mengutus gereja yang disebut “missio ekklesia” (pengutusan gereja). Kata “missio” berasal dari bahasa Latin, “mission” yang berarti diutus keluar untuk tugas tertentu. Sedangkan dalam bahasa Yunani dipakai kata “apostello”, artinya mengutus, dan “pempo” artinya mengirim. Kedua kata ini, yakni “apostello” dan “pempo” dipakai dalam Yohanes 20:21. Sama seperti Bapa mengutus (apostello) Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus (pempo) mengirim kamu (H. Venema) Dari istilah ini kemudian muncul sebuah disiplin ilmu yang disebut misiologi. Nama misiologi mengutamakan hal “mengirim” atau “mengutus”.
            Di atas telah dikemukakan bahwa “mission ekklesia” di dasarkan pada pengutusan Yesus Kristus sebagaimana yang dipaparkan dalam Yoh. 20: 21. Dalam ayat ini, kata “mission” (pengutusan) biasanya mempunyai tiga pembedaan yakni (1) Missio Dei yaitu pengutusan oleh Allah. Allah sendiri bertindak sebagai subjek segala pengutusan, terutama pengutusan Anak-Nya. Dialah pengutus agung. (2) Missio Filii artinya pengutusan oleh Anak. Yesus Kristus di utus (dalam arti khusus Dialah yang disebut “Missio Dei”), tetapi mengutus juga, yaitu rasul-rasul-Nya dan Gereja-Nya (mission ekklesia). (3) Missio Ecclesiae yaitu pengutusan oleh gereja. Pengutusan Allah dan Anak dilanjutkan dengan pengutusan oleh Gereja.  Dalam Matius 28:19-20 terdapat narasi tentang pengutusan gereja untuk melaksanakan tugas memuridkan orang dan pengajaran yang memungkinkan orang yang telah menerima Yesus Kristus untuk melakukan apa yang telah diperintahkan Yesus Kristus. Dalam ayat-ayat ini ada mandat pengajaran Kristen. Dengan kata lain, pendidikan Kristen adalah bagian dari missio ekklesia. Jadi berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa pengajaran atau pendidikan Kristen termasuk pendidikan Kristen di sekolah-sekolah menjadi bagian dari missio ekklesia.
Secara teori jelas bahwa gereja berada dalam missio-Nya Yesus Kristus, khususnya dalam pendidikan. Akan tetapi masalah yang terjadi yakni berdasarkan kenyataan bahwa Pengajaran Kristen di sekolah-sekolah Negeri kurang mendapat tempat atau bahkan tidak ada proses pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah-sekolah Negeri. Gereja sering diminta oleh pihak sekolah untuk member nilai kepada anak-anak Kristen yang berada di sekolah Negeri tanpa anak tersebut mengikuti proses Pendidikan Agama Kristen sebagaimana yang dialami oleh rekan-rekan lain yang mengalami Proses Pembelajaran Agamanya di sekolah. Jadi Apakah tetap berada dalam tradisi memberi nilai kepada anak-anak Kristen tanpa berusaha mengadakan pendidikan Kristen di Gereja sesuai kurikulum yang dikeluarkan pemerintah? Di Gereja ada Sekolah Minggu dan Kebaktian Remaja dan Pemuda Tetapi apakah ada nuansa pengajaran yang didasarkan atas kurikulum sehingga ketika gereja member nilai kepada anak untuk digunakan di sekolah maka dapatlah dikatakan bahwa nilai itu memiliki prosedur pengajaran. Artinya ada proses pengajaran yang diterima oleh anak.
Memahami realitas ini harus diakui bahwa Pengajaran Agama Kristen merupakan tugas tanggung jawab Gereja. Sementara Pendidikan Kristen di Gereja belum memiliki kurikulum sebagaimana kurikulum Pendidikan Kristen oleh pemerintah.
Jadi,salah satu tugas gereja adalah pengajaran, termasuk pengajaran yang berlangsung di sekolah juga merupakan tugas gereja. Memang benar bahwa dalam konteks Indonesia, pelaksanaan PAK di sekolah menjadi tanggung jawab Negara tetapi secara esensial, pengajaran Kristen adalah salah satu tugas pokok gereja. Untuk memahami bagian inilah maka penulis berusaha meninjau Yohanes 20:21 untuk memperjelas bahwa pengajaran adalah bagian dari “missio ekklesia” dan “missio ekklesia” berada dalam lingkup “missio Dei”. Missio Ecclesiae atau pengutusan gereja adalah pekerjaan missioner dari jemaat Kristen sepanjang sejarah dunia.( Arie de Kuiper, 2000)
            Di dalam lembaga pendidikan formal mata pelajaran pelajaran Pendidikan Agama Kristen merupakan suatu bidang yang dapat diandalkan untuk membentuk dan membangun pertumbuhan iman bertaqwa kepada Tuhan. Hal ini dapat diketui dari tujuan Pendidikan Agama Kristen seperti yang dikemukakan oleh Calvin yang intinya menekankan tentang usaha mendidik putra putrid Gereja dilibatkan dalam upaya pemahaman Alkitab dalam bimbingan Roh Kudus, para putra-putri gereja diajarkan mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan gereja, dan diperlengkapi memilih cara-cara mengejewantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus”( Robert R. Boehlke, 1994).

Selain itu Mata pelajaran ini dapat diandalkan karena dalam Alkitab dikatakan bahwa “Permulaan hikmah adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik” (Mzm 111 : 10). Di dalam Pendidikan Agama Kristen sendiri, setiap siswa diarahkan untuk mengenal Tuhan dan menerimaNya sebagai Tuhannya serta taat kepadanya.

BAB II
KAJIAN TEORITIS-TEOLOGIS

A. Kajian Variabel yang diteliti
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
D. Peneitian yang Relevan

Pesan Sponsor

PASANG IKLAN ANDA DISINI