Blog ini berisi info pendidikan, tidak diperkenankan tampilan iklan dewasa. Silakan Baca Postingan baru 2024 tentang judul-judul penelitian mahasiswa dan masalah penelitian. Dilarang Keras Mengkopi Paste Artikel dalam Blog ini tanpa izin pemilik blog. Bila Anda mengkopi paste, saya akan laporkan ke DMCA dan blog Anda dapat dihapus.Copi paste dapat diketahui melalui www.google.co.id/. Selamat Paskah 2024. Imanuel

Sponsor

Sponsor

Wednesday, December 28, 2016

Contoh Bab I Penelitian Mahasiswa


Postingan ini bersifat menginspirasi mahasiswa Teologi untuk mendapatkan variabel penelitian. Contoh yang diberikan dalam postingan ini masih dalam konteks Bab I Penelitian Mahasiswa. Penelitian mahasiswa yang dimaksud disini yaitu penelitian mahasiswa dalam bentuk Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diposting berikut ini merupakan variabel penelitian dalam bidang Teologi Kependetaan. Variabel yang diteliti adalah: Pengkhotbah, Khotbah dan Pertumbuhan Gereja.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Variabel penelitian yang hendak diteliti dalam tingkat disertasi ini yakni variabel tentang Pengkhotbah yang ditetapkan sebagai variabel bebas yang diberi simbol X1, dan variabel Khotbah yang ditetapkan sebagai variabel bebas kedua yang diberi simbol X2 sedangkan variabel utamanya yakni pertumbuhan gereja yang diberi simbol Y. Jadi, disertasi ini memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Bila variabel penelitian disertasi ini dirumuskan sebagai variabel penelitian maka rumusan variabel disertasi ini yakni: Pengaruh Pengkhotbah dan Khotbahnya terhadap Pertumbuhan Gereja dengan pengamatan empiris di Bekasi.
Penetapan tiga variabel di atas dilatarbelakangi oleh masalah penelitian. Masalah penelitian yaitu perbedaan antara harapan dan kenyataan, antara apa yang tertulis dengan apa yang dipraktikkan atau perbedaan antara teori dengan praktik. Selanjutnya berdasarkan pada teori masalah ini maka penulis mengemukakan masalah dari variabel penelitian sebagai berikut.
Pengkhotbah atau pembicara adalah orang yang menyampaikan khotbah atau orang yang berkhotbah, atau dapat disebut juru khotbah. Dalam terminologi Kristen, pengkhotbah adalah orang yang menyampaikan khotbah tentang firman Allah yang bersumber dari Alkitab. Dalam hal ini pengkhotbah adalah orang yang menyampaikan firman Allah secara monolog dalam ibadah Kristen.
Seorang pengkhotbah sebagaimana yang dimaksud dalam deskripsi di atas menegaskan bahwa seorang pengkhotbah adalah seorang yang pekerjaannya menyampaikan firman Tuhan dalam ibadah Kristen. Ibadah Kristen itu dapat berlangsung di rumah gereja pada hari Minggu dan pada hari-hari diluar hari Minggu mulai dari hari Senin sampai Sabtu.
Seorang pengkhotbah adalah seorang yang pekerjaannya menyampaikan atau memproklamasikan firman Tuhan kepada jemaat maka kehidupan seorang pengkhotbah juga harus sesuai dengan khotbahnya. Artinya seorang pengkhotbah adalah orang yang praktik hidupnya sesuai dengan apa yang dikhotbahkan. Dengan kata lain, seorang pengkhotbah perlu memiliki integritas dalam dirinya.
Pengkhotbah adalah penafsir resmi atas kitab suci yaitu kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru pemimpin-pemimpin yang dinarasikan dalam Kisah 13:27 yaitu para imam, ahli Taurat, orang Farisi adalah penafsir kitab suci. Mereka menafsirkan Perjanjian Lama. Sering terjadi yaitu mereka menafsirkan kitab suci secara legalisme (penafsiran pada apa yang tersurat dan mementingkan pelaksanaan hukum.
Dalam Alkitab diperoleh informasi tentang pengkhotbah palsu (II Kor. 4:2; Ef. 4:14; II Pet. 3:16). Pengkhotbah palsu adalah orang yang menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara salah sehingga menyesatkan orang lain dan diri pengkhotbah. Sedangkan pengkhotbah yang benar adalah orang yang menafsirkan Alkitab secara benar (II Tim. 2:15). Untuk menjadi pengkhotbah maka ia harus mengalami kelahiran kembali (Yoh. 3:5-6), memiliki hati yang rindu akan firman Tuhan (Yer. 15:16; Maz. 19:8-1), memiliki sikap rendah hati (Kis. 20:19; Fil. 2:3), memiliki sikap hormat dan menghargai firman Tuhan (Maz. 119:6). Meyakini isi Alkitab adalah firman Allah ( 2 Tim. 3:16; II Pet. 1:2), memiliki iman yang benar (Ibr. 11:3, 6); memiliki pikiran yang diperbaharui (Rom, 12:1-2; I Kor. 2:14-16; Fil. 2:2-3); bergantung pada pimpinan Roh Kudus (I Kor. 2:7-16), suka berdoa dan merenungkan firman Tuhan (Maz. 1:2; 119:48; 78; 148; Yos. 1:8). Memiliki pengetahuan tentang hubungan PL dan PB (Yer. 31:31-34). Dengan kata lain seorang pengkhotbah adalah seorang intelektual yaitu orang yang tekun belajar, mempunyai pengetahuan yang luas, memiliki syarat akademis yaitu kemampuan dalam keseimbangan berpikir dan memiliki syarat spiritual seperti: kelahiran kembali, Lahir Baru (1Kor:14), Rendah Hati (Mat.11:25), Taat (Ez.7:10), Lapar dan haus Firman Tuhan (Mat.5:6).
Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk mengkomunikasikan pesan. Dalam tradisi Kristen, pesan ini didasarkan pada apa yang tertulis di dalam Alkitab atau yang biasa disebut kabar baik. Dalam bahasa Yunani, kabar baik ini disebut Yunani eungalion. Alkitab sebagai sumber pemberitaan Firman Tuhan melalui proses.
Khotbah dalam kekristenan pertama kali muncul dari praktik Yahudi. Kemudian, praktik tersebut berkembang di dalam liturgi Kristen.Khotbah di dalam gereja zaman Perjanjian Baru bersifat Injili, yaitu pidato dari perkembangan komunitas dan sebuah perluasan perkembangan misionaris. Khotbah bertujuan untuk menyampaikan pesan dalam Alkitab, seperti inti di dalam kehidupan, kematian, kebangkitan, dan pengharapan akan kedatangan Yesus Kristus. Pada masa mehidupan gereja awal, pengkhotbah itu adalah guru, pemimpin spiritual, dan apologetis. Gereja-gereja awal juga tidak membedakan khotbah dengan pengajaran. Dengan kata lain pengajaran adalah khotbah.
Pertumbuhan Gereja berhubungan erat dengan teologi baik dalam hal metodologi maupun isinya. Itulah sebabnya, fondasi-fondasi teologis yang langsung berkaitan erat dengannya perlu diperhatikan sebagai dasar perumusan prinsip-prinsip operasional dalam gerakan pertumbuhan Gereja. Di sini penulis hanya akan membahas dua prinsip teologis yaitu teologi misi dan eklesiologi tanpa bermaksud bahwa doktrin-doktrin lainnya tidak berhubungan dengan pertumbuhan gereja. Doktrin-doktrin Kristen memiliki hubungan integrasi satu sama lain dan tidak terpisahkan. Hanya saja, di sini, penulis akan fokus pada dua pokok teologis ini yang menurut penulis sangat dekat dengan definisi pertumbuhan Gereja di atas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan masalah tersebut di atas maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:
Pertama, bagaimana pengaruh pengkhotbah dengan pertumbuhan gereja?
Kedua, bagaimana pengaruh khotbah dengan pertumbuhan gereja?
Ketiga, bagaimana pengaruh pengkhotbah dan khotbah terhadap pertumbuhan gereja?
Keempat, bagaimana faktor-faktor pertumbuhan gereja?
Kelima, Bagaimana pertumbuhan gereja secara kuantitatif?
Keenam, Bagaimana pertumbuhan gereja secara kualitatif?
Ketujuh, bentuk khotbah seperti apa yang berpengaruh terhadap pertumbuhan gereja?

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pengkhotbah terhadap pertumbuhan gereja
2. Bagaimana pengaruh khotbah terhadap pertumbuhan gereja
3. Bagaimana pengaruh pengkhotbah dan khotbahnya secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan gereja

D. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatas pada:

1. pengaruh pengkhotbah terhadap pertumbuhan gereja
2. pengaruh khotbah terhadap pertumbuhan gereja
3. pengaruh pengkhotbah dan khotbahnya secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan gereja

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yakni:
1. Ingin mengetahui seberapa besar pengaruh pengkhotbah terhadap pertumbuhan gereja
2. Ingin mengetahui pengaruh khotbah terhadap pertumbuhan gereja
3. Ingin mengetahui pengaruh pengkhotbah dan khotbahnya secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan gereja

Tuesday, December 20, 2016

Menemukan Masalah Penelitian

Dalam Penelitian ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) menemukan Masalah Penelitian itu sangat menentukan keberhasilan penelitian. Bila sudah menemukan masalah penelitian maka 50 % proses penelitian sudah terlaksana secara baik. Tinggal menyelesaikan tahapan kajian teori/memakai teori yang relevan dan analisis data serta kesimpulannya. Dalam postingan ini, saya memposting masalah penelitian tentang efektivitas Pendidikan Agama Kristen dan Pembentukan karakter masyarakat.
Apa itu efektivitas? Efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. Jadi, efektivitas adalah suatu ukuran pencapaian atau tingkat keberhasilan seseorang atau orgnaisasi dalam upaya mencapai tujuan atau sasaran. Dalam hal ini efektivitas menunjukkan ketercapaian tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Dengan kata lain, efektivitas merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang keberhasilan suatu usaha dalam mencapai tujuannya.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa tujuan menjadi pokok pertama dan utama dari sebuah kegiatan, khususnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang hendak dibahas disini yakni efektivitas Pendidikan Agama Kristen. Efektivitas Pendidikan Agama Kristen diukur dari tercapainya tujuan Pendidikan Agama Kristen yang telah ditetapkan. Artinya Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan sejak zaman Perjanjian Baru sampai dengan gereja dan lembaga Pendidikan masa kini tentu didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus memanggil murid-murid dengan tujuan yang jelas yaitu menjadikan mereka sebagai penjala manusia (Mat. 4:19). Berdasarkan ayat ini nampak jelas bahwa Yesus memanggil murid-murid-Nya dengan tujuan yang jelas. Selanjutnya gereja melaksanakan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan tujuan. Orientasi mencapai tujuan seperti inilah yang disebut dengan Efektivitas Pendidikan Agama Kristen.
Uraian di atas menegaskan bahwa usaha orang dewasa memberi tuntunan kepada orang yang belum dewasa yang biasa disebut dengan istilah edukasi yaitu pendidikan dilakukan dengan memiliki tujuan yang jelas. Tidak ada pendidikan yang tidak memiliki tujuan. Semua bentuk pendidikan memiliki tujuan. Oleh karena itu maka perlu ada sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam tindakan edukatif untuk mencapai tujuan tersebut. Tindakan edukasi seperti ini dilakukan oleh seorang pendidik kepada seseorang atau sekelompok anak sehingga memiliki kecakapan hidup.
Tindakan sebagaimana yang dimaksud di atas dalam lingkup Pendidikan Agama Kristen dilakukan oleh para guru. Guru-guru yang melaksanakan pendidikan Kristen memiliki pengaruh positif terhadap perilaku anak. Pengaruh ini bukan berasal dari diri guru Pendidikan Agama Kristen melainkan di dalam karya Roh Kudus. Hanya Roh Kudus yang dapat berkarya dalam diri para guru dan anak didik sehingga terjadilah perubahan. Perubahan ini dalam dunia pendidikan disebut dengan istilah perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan yang memberi perubahan adalah pendidikan yang berlangsung dalam pimpinan Roh Kudus yang didasarkan pada ajaran Yesus. Dalam pendidikan ada unsur keteladanan hidup dan pengajaran. Keteladanan dan pengajaran itu telah dilakukan oleh Yesus. Yesus sebelum terangkat ke sorga, Ia memberi perintah kepada murid-murid-Nya untuk melakukan pengajaran yang menolong orang lain untuk melakukan kehendak-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Matius 28:10,20. Ajaran Yesus dalam ayat ini menyatakan: “...ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu ...” (Mat. 28:10,20)
Perintah Yesus kepada murid-murid-Nya jelas yaitu mengajar untuk melakukan apa yang diajarkan Yesus. Yesus menghendaki agar setiap orang hidup dalam perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan yaitu segala yang baik yang harus dilakukan oleh orang percaya. Kelakuan orang percaya harus sesuai dengan kehendak Tuhan.
Berdasarkan perintah Yesus sebagaimana yang disebutkan di atas menjadi jelas bahwa setiap orang Kristen, khususnya peserta didik harus diajar untuk melakukan apa yang diajarkan oleh Yesus. Masalah yang muncul yakni terjadinya penyimpangan karakter di masyarakat. Penyimpangan karakter yang dimaksud yaitu munculnya perilaku atau sifat-sifat yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma yang berlaku dalam masyarakat dapat diklasifikasikan dalam beberapa norma, yaitu norma umum dalam masyarakat, dan norma agama sesuai dengan penganut keyakinan tersebut. Dalam Agama Kristen, selain ada norma umum, orang Kristen mempunyai norma sesuai dengan ajaran Alkitab. Norma-norma ini harus diikuti oleh anggota masyarakat. Bila tidak dituruti maka seseorang dapat dikatakan menyimpang dari norma.
Fakta menunjukkan bahwa di masyarakat terjadi berbagai penyimpangan karakter. Beberapa penyimpangan karakter yang terjadi di masyarakat yang menjadi sorotan dunia bahkan di Indonesia baru-baru ini yakni perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender yang disingkat LGBT. Di Amerika Serikat misalnya mahkamah Agung telah menyatakan bahwa pasangan sejenis mempunyai hak untuk melakukan pernikahan sejenis (www.bbc.com). Sementara di Indonesia, belum ada pengesahan untuk pernikahan sejenis. Namun fakta bahwa LGBT ada di Indonesia tidak dapat disangkali.
Fakta adanya LGBT di Indonesia dapat membawa berbagai penafsiran terhadap LGBT. Apakah LGBT itu legal. Artinya tidak menyimpang dari norma umum maupun norma Agama. Dalam pertanyaan yang lebih spesifik. Apakah LGBT bertentangan dengan Alkitab atau tidak?. Apakah Alkitab menghendaki agar sesama jenis dapat menikah.? Di Amerikan hal ini diperbolehkan. Namun bagaimana dengan Indonesia, khususnya dalam Gereja. Gereja adalah pelaku Pendidikan Agama Kristen. Bagaimana gereja melakukan Pendidikan Agama terhadap LGBT?. Bila LGBT adalah penyimpangan perilaku di masyarakat maka bagaimana efektivitas Pendidikan Agama Kristen ? Penyimpangan perilaku tersebut di atas dapat saja mempengaruhi orang Kristen dari berbagai tingkat usia, baik yang ada di sekolah seperti usia SD, SMP, SLTA, Perguruan Tinggi maupun anggota masyarakat yang telah bekerja. Tidak menutup kemungkinan anggota gerejapun dapat melakukan penyimpangan karakter dalam hal lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

LGBT sebagaimana yang dideskripsikan di atas merupakan fenomena dalam masyarakat dan dapat dikategorikan sebagai penyimpangan karakter. Namun penyimpangan karakter itu tidak hanya sebatas LGBT. Akan tetapi penyimpangan tersebut berhubungan dengan perilaku yang lain. Misalnya dalam suatu “kasus massal yang terkuak di media masa yaitu seorang guru yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada siswa justru menyuruh murid yang paling pintar di kelas untuk memberikan contekan kepada teman-temannya.” (Azzet, Muhaimin, 2011:5) Kasus yang disebut di atas merupakan penyimpangan karakter dalam hal kurangnya keteladanan pendidik yang seharusnya menjadi panutan siswa dan masyarakat. Kasus menyontek tersebut di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter bangsa Indonesia terus menerus dilaksanakan, salah satunya perlu ada karakter yang baik dari para guru yang mengajar siswa. Siswa (peserta didik) sehingga tidak hanya mencerdaskan siswa secara intelektual (kemampuan kognitif) dan emosional, namun juga karakternya perlu dibangun atau dibentuk agar kelak menjadi pribadi yang unggul dalam karakter yang baik.
Di Indonesia juga sedang digalakkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter hanya dapat berhasil bila guru yang mengajar juga berhasil dalam karakter yang baik. Daniel Stefanus menyatakan bahwa pendidikan agama yang dilakukan selama ini di Indonesia bukan pendidikan melainkan pengajaran agama. Menurut Daniel Stefanus, prinsip pendidikan agama seharusnya merupakan upaya menginternalisasi nilai agama pada peserta didik. Namun kenyataannya, pendidikan agama di sekolah hanya merupakan pelajaran yang berorientasi pada kognitif yaitu pelajaran menghafal ajaran agama. Hasilnya pendidikan agama di sekolah hanya mampu membawa peserta didik memperoleh nilai bagus dalam pelaksanaan ujian. Pendidikan Agama di Sekolah tidak mampu menampilkan perbaikan karakter. Korupsi tetap merajalela, penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan semakin marak, tawuran pelajar, penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar. Semua ini menunjukkan lemahnya pendidikan karakter. (Daniel Stefanus, 2009:94-95)

Penyimpangan karakter di masyarakat juga meliputi praktik ketidakjujuran, kecurangan, dan juga ketidakadilan dalam berbagai bidang politik, sosial, dan termasuk bidang pendidikan. Kecurangan pendidikan misalnya adanya bantuan kepada siswa pada saat ujian nasional berupa jawaban yang diberikan sekolah.
Berbagai penyimpangan karakter yang terjadi di masyarakat menyebabkan munculnya pendidikan karakter. Pendidikan Agama yang diharapkan dapat menolong perubahan karakter juga dinilai tidak berjalan secara efektif. Pendidikan Agama dianggap gagal atau kurang efektif terhadap perilaku anak. Daniel Stefanus mengutip pendapat Haidar Bagir yang menilai kegagalan pendidikan agama di Indonesia dalam beberapa aspek, yaitu :

“Pertama, pendidikan agama di Indonesia selama ini ditenggarai masih berpusat pada hal-hal-hal yang bersifat simbolik, ritualistik dan legal formalistik. Pelaksana Pendidikan Agama merasa puas dengan mengenakan simbol-simbol keagamaan, penghayatan keagamaan yang berpusat pada pelaksanaan ritual. Wacana pemikiran sering bersifat legal formalistik, yakni halal atau haram menurut hukum agama. Sangat mengutamakan ibadah tanpa mau tahu keadaan dan kesengsaraan yang menimpa lingkungan sekitarnya. Pendidikan agama juga cenderung bertumpu pada penggarapan ranah kognitif atau pada hal-hal yang menekankan kemampuan intelektual atau hanya sekedar menyentuh ranah afektif (emosional). Akibatnya peserta didik di negeri ini memiliki pengetahuan, kesadaran yang tercipta karena memiliki pengetahuan intelektual dan memiliki keinginan untuk berbuat oleh adanya dorongan emosional tetapi tidak benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata akibat pendidikan agama yang tidak menyentuh ranah psikomotorik. Secara kenyataan, banyak di antara penganut agama senang mendengar ceramah/khotbah, mengikuti kursus-kursus keagamaan, suka berdiskusi dan berdebat mengenai berbagai isu keagamaan tetapi tidak ada wujud nyata dalam kenyataan hidup sehari-hari, atau kurang memberi teladan hidup. Pendidikan agama yang baik harus menggarap tiga ranah kemanusiaan, yaitu kognitif (intelektual), afektif (emosional), dan psikomotorik atau ketrampilan (Daniel Stefanus, 2009:91-94)

Jadi, pendidikan Agama Kristen harus meliputi tiga ranah dalam diri peserta didik yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain pendidikan Kristen tidak hanya menekankan satu sisi dalam tiga domain.
Pendidikan Agama sebagaimana yang dimaksud di atas, khususnya di sekolah dianggap tidak berhasil meningkatkan etika dan moralitas peserta didik, atau dengan kata lain pendidikan agama di sekolah belum terlalu signifikan mempengaruhi karakter siswa di sekolah.
Akibatnya pendidikan agama di sekolah hanya mampu menghasilkan siswa mendapat nilai bagus dalam ujian. Pendidikan agama di sekolah tidak mampu mempengaruhi perbaikan moral.

Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia. Karena dari pendidikan tidak hanya memperoleh ilmu pengetahuan atau informasi, tetapi sebagai proses transfer dan pembentukan karakter dan kerohanian manusia dari generasi ke generasi. Pendidikan itu memiliki kegunaan yang tidak dapat dipungkiri. Oleh karena itu Nicholas P. mengatakan bahwa : “Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan”. (Nicholas, P. 2007:4). Ini berarti manusia membutuhkan informasi, perkembangan kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai maksud itu maka pendidikan merupakan pilihannya. Sebab tanpa pendidikan mustahil manusia mengalami perkembangan hidup ke arah yang lebih baik.

Menyadari bahwa pendidikan itu penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia dalam dunia ini. Kebutuhan akan sarana-sarana penunjang di bidang pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dan untuk itu maka sarana-sarana penunjang tersebut harus menjadi prioritas. Salah satu sarana untuk memperoleh pendidikan adalah sekolah. Di sekolah guru sebagai pemegang peran membawa pencerahan bagi peserta didik dan peserta didik sebagai objek mendapat nilai tinggi di masyarakat.

Seorang Guru dalam memberi teladan dapat melaksanakannya melalui pendidikan dan pengajaran agama Kristen secara serempak sehingga berdampak bagi pembentukan karakter peserta didik. Guru harus menunjukkan keteladanan itu. Keteladanan Guru begitu penting, hal ini menegaskan bahwa seorang yang menyandang predikat Guru selalu dituntut suatu pola hidup yang berhubungan dengan cara hidup dan pertanggungjawaban moral yang berkaitan dengan teladan hidup, tuntutan kesucian, dan kebijakan dalam kenyataan hidup setiap hari. Salah satu pertanggungjawaban moral seorang Guru Pendidikan Agama Kristen kesediaan memberi keteladanan hidup kepada siswanya. Keteladanan Guru memiliki pengaruh yang tidak terbatas, berpengaruh bagi siswa dan juga masyarakat umum. Akan kebenaran ini, Isjoni menyatakan: “Seorang yang berstatus guru tidak selamanya menjaga wibawa dan citra sebagai guru secara baik di mata peserta didik dan masyarakat. Media massa cetak maupun elektronik sering memberitakan tentang berbagai kasus tindakan asusila, asosial, dan amoral yang dilakukan oleh oknum guru” (Isjoni, 2007:60).

Keburukan karakteristik guru sebagaimana yang dimaksud dalam kutipan di atas pastilah menodai dunia pendidikan. Oleh karena itu maka guru termasuk guru terus berjuang dalam pengajaran dan pendidikan atau memberi ilmu pengetahuan agama dan mendidik yaitu memberi teladan akan apa yang telah diajarkan. Dua hal di atas yaitu pengajaran dan pendidikan mesti dilakukan oleh guru. Akan kebenaran dalam hal mengajar dan mendidik yang dilakukan guru, Plueddemann menyatakan: “Guru Pendidikan Agama Kristen mengajar dengan dua cara melalui perkataan dan melalui kehidupan”. (Kure, S. & Plueddemann, J., 1997:60). Melalui perkataan yaitu memberi pengajaran dan melalui kehidupan yaitu keteladanan.

Jadi, Guru diharapkan untuk tidak hanya mampu menyampaikan konsep-konsep atau teori-teori sebatas pengetahuan, tetapi lebih dari pada itu harus mampu menerapkannya atau melaksnanakannya dalam kehidupan atau tingkah lakunya. Kekuatan dari pengajaran dan pendidikan atau perkataan dan keteladanan nampak dalam pendapat.

Jika seorang mengajarkan sesuatu tetapi tidak dilakukannya, peserta didik tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh. Oleh karena tanpa keteladanan dari guru peserta didik akan kecewa, kehilangan figur atau peserta didik akan melakukan bukan apa yang diajarkan, tetapi apa yang dilakukan oleh guru, sebab peserta didik merupakan peniru yang ulung (Kure, S. & Plueddemann, J., 1997:8)

Dalam praktiknya, sering terjadi bahwa sebahagian guru menjalankan tugasnya hanya sebatas profesi dan kurang didukung dengan keteladanan yang menjadi panutan bagi siswa. Dengan kata lain kurang ada tanggung jawab moral untuk mengaktualisasikan pengajarannya dalam kehidupan nyata seorang guru. Ini berarti seorang guru semestinya bukan hanya sebatas memberikan teori tetapi juga melaksanakan teori yang diajarkannya. Teori yang disampaikan adalah berhubungan dengan pendidikan Kristen yang bersumber dari Alkitab maka penting untuk diterapkan sehingga memberi pengaruh pada pembentukan karakter siswa.

E. Mulyasa walaupun bukan guru pendidikan Kristen tetapi memberi suatu kebenaran pernyataan tentang keteladanan dengan menyatakan: “Seorang guru ketika harus mengajarkan kebenaran, maka terlebih dahulu ia mesti menjadi teladan bagi peserta didik. Keteladanan guru merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran dan ketika guru tidak mau menerima atau menggunakannya secara konstruktif, maka akan mengurangi keefektifan pembelajaran” (E. Mulyasa, 2005:46).

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas maka penulis merumuskan judul penelitian: Pengaruh efektivitas Pendidikan Agama Kristen terhadap Pembentukan Karakter di Masyarakat

Salam Sukses

Monday, November 28, 2016

Variabel Peningkatan Kognitif dan Afektif serta Psikomotorik


Variabel-Variabel yang mempengaruhi Peningkatan Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta didik

1. Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (X1)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keteladanan atau teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Keteladan itu berupa perbuatan, kelakuan, sifat dan sebagainya.(KBBI, 2007: 1427). Bila dihubungkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen maka yang dimaksudkan dengan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen adalah sejumlah karakter unggul dalam diri seorang guru Agama Kristen yang patut ditiru oleh peserta didik. Ini berarti seorang Guru Pendidikan Agama Kristen perlu memiliki sifat-sifat mulia dalam dirinya. Hal ini disebabkan karena seorang guru adalah orang yang patut menjadi teladan.
Keteladan guru Pebdidikan Agama Kristen sedemikian penting karena guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang pribadi yang bertindak sebagai pendidik dan pengajar (pemberi instruksi edukatif dalam nilai-nilai Kristiani yang bersumber dari Alkitab). Dalam kapasitas Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai pendidik dan pengajar, ia harus menunjukkan keteladanan yang patut dicontohi peserta didik. Sebagai pendidik, guru Pendidikan Agama Kristen menginternalisasi nilai-nilai edukasi Kristen dalam wujud perilaku positif, sedangkan dalam perannya sebagai pengajar, seorang guru Pendidikan Agama Kristen harus bertindak profesional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi”.(KBBI, 2007:377). Dalam penegasan yang terakhir, yaitu guru sebagai tenaga profesional maka ia mesti melakukan apa yang dikatakan oleh Ornstein dan Levine sebagaimana dikutip dalam judul buku “Profesi Keguruan” yang ditulis oleh Soetjipto berikut ini:
Jabatan yang sesuai dengan pengertian sebagai profesi adalah sebagai berikut: memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang, menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan” (Soetjipto, 2007:15-16).

Selain itu, profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis secara insentif. Searah dengan pengertian ini patut dikemukakan suatu pendapat dari Andar Gultom tentang pengertian profesi Guru Pendidikan Agama Kristen seperti yang dinyatakan dalam judul buku: Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK. Menurut Gultom, “Guru PAK memang dianggap sebagai suatu profesi atau jabatan, karena pekerjaan ini memerlukan keahlian khusus, dan profesi atau jabatan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak memiliki keahlian sebagai guru PAK”.(Andar Gultom, 2007:15). Dalam pengertian bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian khusus. Oleh karena itu suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi, membutuhkan kualifikasi khusus melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.
Mengenai kualifikasi guru yang merupakan jabatan profesional Soetjipto mengatakan bahwa :

“Jabatan guru merupakan jabatan fungsional yang membutuhkan kualifikasi khusus yang melibatkan intelektual, spesifikasi pendidikan yang khusus, memerlukan latihan dan jabatan yang berkesinambungan, memerlukan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanannya, mempunyai organisasi profesional dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya” (Soetjipto, 2007: 37).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dalam kapasitasnya sebagai pengajar profesional mesti memiliki pengalaman dalam apa yang disebut: guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya kemudian diharapkan menjadi teladan yang baik terhadap peserta didiknya. Proses ini telah berlangsung, sedang dan akan berlangsung dalam diri seorang guru yang bertindak sebagai pengajar profesional. Dalam konteks pembahasan Guru Pendidikan Agama Kristen sebagai teladan bagi peserta didik maka berlakulan prinsip kebenaran ini. Seorang Guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang yang dapat diandalkan dalam memberi layanan edukasi kepada peserta didik, layanan edukasi tersebut dilakukan dengan kesediaan guru Pendidikan Agama Kristen menguasai materi Pendidikan Agama Kristen yang diajarkannya, serta berusaha untuk memiliki citra yang baik di masyarakat, menunjukkan karakter (sifat/kebiasaan) yang positif yang menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat yang ada disekelilingnya. Dalam pemahaman ini, seorang guru Pendidikan Agama Kristen penting memperhatikan apa yang disampaikan oleh Mary Setiawani dan Stephen Tong. Menurut Mary dan Stephen Tong, “Seandainya seorang mengajar sesuatu sedemikian muluk, tetapi kemudian apa yang ia lakukan di masyarakat sama sekali bertentangan dengan apa yang ia ajarkan, itu hanya ucapan kosong belaka” (Mary Setiawani & S. Tong: 2008, 41). Pernyataan Mary dan Stephen Tong menegaskan pentingnya seorang guru menunjukkan keteladanannya sehingga patut dicontohi.

2. Pembentukan Karakter Kristiani (X2)

Karakter mulia itu bersumber dari karakter yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan. Seorang guru PAK selain harus mempunyai kualifikasi dan kompetensi khusus dalam pendidikan agama kristen, juga dituntut untuk mencerminkan hidup dan karakter Tuhan Yesus Kristus dalam hidup dan tugas panggilannya sebagai pengajar Kristen. Tujuannya ialah agar selain memperoleh informasi dan pencerahan, para peserta didik memiliki hidup dan karakter yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus Kristus. Karakter mulia yang perlu dimiliki oleh peserta didik yang beragama Kristen karena pengaruh keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen itu seperti: peserta didik Kristen memiliki karakter mencintai Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Kecintaan terhadap Tuhan yang dimaksud disini adalah Allah Tritunggal. Allah Bapa, Anak yaitu Yesus Kristus dan Rohulkudus, memiliki karakter mandiri dan tanggungjawab melaksanakan tugas, memiliki karakter jujur, karakter hormat dan santun terhadap orang lain, dermawan, suka menolong dan kierja keras, karakter memimpin dan keadilan, karakter baik dan kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan Tuhan Yesus: berbahagialah orang yang miskin atau rendah hati di hadapan Allah (Bnd. Mat. 5), karakter toleransi yaitu menghargai perbedaan, mencintai kedamaian, dan kesantunan. Dan masih banyak karakter mulia yang perlu terbentuk dalam diri peserta didik. Untuk itulah maka berbagai bentuk pendidikan karakter dilakukan, salah satunya pendidikan karakter melalui keteladanan kehidupan Guru Pendidikan Agama Kristen. Memang mesti disadari bahwa Pendidikan Agama Kristen di sekolah mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan Agama yang berhubungan dengan karakter tetapi perlu juga penerapan yaitu melalui pemodelan yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Kristen.
Keteladanan guru PAK yang mampu mempengaruhi para peserta didik untuk meneladani kehidupannya adalah karena adanya kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam hidupnya. Sangat mustahil bagi seorang guru PAK untuk mampu mempengaruhi para peserta didik lewat materi pengajarannya tanpa kuasa dan karakter Tuhan Yesus Kristus didalam kehidupan pribadinya. Keteladanan Guru PAK itu memiliki pengaruh bagi pembentukan karakter peserta didik maka penulisan menyarankan kepada para guru PAK dan para calon guru PAK, agar tidak hanya memperlengkapi diri dengan pengetahuan Alkitab, tetapi harus menghidupi hidup dan karakter yang mulia yang bersumber dari Tuhan Yesus Kristus sebagaimana yang ada dalam Alkitab. Keteladanan hidup merupakan faktor terpenting dalam pembentukan karakter peserta didik maka disarankan kepada sekolah atau lembaga pendidikan agar mempersiapkan calon guru dengan kemampuan Kognitif, psikomotorik (ketrampilan) dan kemampuan karakter (Afektif), agar kelak Guru Pendidikan Agama Kristen adalah pribadi-pribadi yang memiliki karakter unggul.

3. Meyakini Panggilan Tuhan (X3)

Pekerjaan menjadi guru merupakan sebuah pekerjaan yang mulia. Pekerjaan ini tidak akan dikerjakan secara serius bila seseorang tidak mempunyai panggilan Tuhan atau karunia dalam dirinya untuk mengajar. Panggilan Tuhan atau karunia Tuhan dalam diri seseorang sebagai pengajar akan menggairahkan seseorang untuk mengajar. Jadi guru yang merasakan panggilan dalam dirinya akan terdorong oleh visi dan misi mengajar. Dalam Efesus rasul Paulus berbicara tentang adanya jabatan-jabatan dan karunia-karunia dalam pelayanan yang dikaruniakan Allah. Diantaranya ada jabatan dan karunia sebagai pengajar (Roma 12:6-8; Efesus, 4:11-13;1 Korintus 12:28). Merujuk pada pemaparan di atas maka seorang yang memutuskan untuk memilih pekerjaan sebagai seorang guru harus meyakini bahwa Tuhan memanggil dirinya untuk melakukan tugas mengajar. Dengan kata lain meyakini bahwa mengajar adalah panggilan ilahi yang harus dilakukan seseorang dengan penuh keiklasan. Mengajar bukan kegiatan sekadar mendapat penghasilan tetapi mengajar adalah menghidupi panggilan Tuhan sebagai seorang pangajar.

4. Peningkatan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta Didik (Y)

Pembentukan Kognitif Siswa. Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian : Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan mengacu kepada kemampuan mengenal materi Pendidikan Agama Kristen atau pelajaran lain yang diberikan di sekolah yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar. Pemahaman (comprehension). Penerapan (application), Analisis (analysis), Sintesa (evaluation), Evaluasi (evaluation). Sedangkan pada ranah Afektif, diharapkan terjadi pembentukan kemampuan afektif peserta didik dalam hal sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa. Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori : Penerimaan (recerving), Pemberian respon atau partisipasi (responding), Penilaian atau penentuan sikap (valung), Organisasi (organization), Karakterisasi / pembentukan pola hidup. Kemudian ranah Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu : Peniruan, Manipulasi, Ketetapan, Artikulasi, Pengalamiahan. Ketiga kemampuan ini mesti tercapai dalam proses edukasi terstruktur. Ketiga kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui berbagai variabel yang ada di dalam dan disekitar peserta didik dan guru. Variabel-variabel yang dimaksud seperti: Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (X1), Pembentukan Karakter Kristiani (X2), Meyakini Panggilan Tuhan (X3)dan Peningkatan Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Peserta didik (Y)

Salam Sukses

Thursday, September 15, 2016

Skripsi dan Tesis di Sekolah Tinggi Teologi

Gelar yang dikenal dalam STT di Indonesia.

Beberapa Skripsi sesuai konsentrasi: Skripsi S.Pd. atau S.Pd.K; Skripsi S.Th. untuk bidang Teologi, Tesis M.Pd.K untuk bidang Pendidikan Kristen, Tesis M.Th. untuk mereka yang akan meraih gelar M.Th. Demikian pula tingkat Doktoral: Disertasi D.Th. untuk Teologi maupun Pendidikan Kristen. Jadi,

1. Bagi mereka yang menyelesaikan Pendidikan Agama Kristen perlu menyusun Skripsi Sarjana Pendidikan atau disingkat S.Pd.K.

2. Bagi mereka yang menyelesaikan Teologi Kependetaan perlu menyusun Skripsi Sarjana Teologi atau disingkat S.Th.

3. Bagi mereka yang menyelesaikan Magister Teologi perlu menyusun Tesis M.Th.

4. Demikian juga yang akan menyelesaikan magister Pendidikan Kristen, perlu menyusun Tesis M.Pd.K

Sunday, September 4, 2016

Skripsi S.Th S.Pd.K dan Tesis M.Th dan M.Pd.K serta disertasi D.Th.

Skripsi Bidang Konsentrasi Teologi-Kependetaan (S.Th.)
Dalam Sekolah Teologi Kristen di Indonesia, para mahasiswa yang menyelesaikan studi selama 4 sampai 5 tahun dalam bidang Teologi-Kependetaan tentunya setelah selesai studi mendapat gelar: S.Th.
Sedangkan dalam bidang Pendidikan Agama Kristen, para mahasiswa yang menyelesaikan studi selama 4 – 5 Tahun mendapat gelar Sarjana Pendidikan Kristen disingkat S.Pd.K.

Bidang Konsentrasi Magister

Di lingkungan STT dikenal beberapa gelar: M.Th., M.Pd.K., M.K (Magsiter Konseling)., M.Mis. (Magister Misiologi); dll
M.Th. diberikan kepada mereka yang melanjutkan studi di S2 dan menyelesaikan studi dalam waktu 2-3 Tahun. Hal yang sama berlaku bagi mahasiswa yang mengikuti studi lanjut dalam bidang Pendidikan Kristen pada strata dua, setelah selesai studi selama 3-4 tahun diberi gelar M.Pd.K.

Disertasi

Disertasi Pendidikan Agama Kristen. Gelarnya tetap memakai D.Th.

Disertasi Teologi Kristen. Gelarnya tetap memakai D.Th.

Tugas Akhir.

Mahasiswa Tingkat Sarjana Teologi: S.Th., dan S.Pd.K. harus mengerjakan skripsi dengan perpaduan penelitian teoritik dan empiris dengan maksud membangun pengetahuan yang benar dalam bidang Teologi maupun Pendidikan Agama Kristen. Pengetahuan yang benar tidak hanya hasil berpikir rasional tetapi juga berpikir empiris. Termasuk penelitian teks suci sebaiknya diadakan penelitian lapangan. Misalnya eksegesis terhadap ucapan bahagia dalam Matius 5. Hasil eksegesis tersebut perlu dihubungkan dengan aspek empiris kehidupan jemaat.Mahasiswa Teologi dapat memakai metode kualitatif (dengan penelitian lapangan) maupun metode kuantitatif. Jika tidak ada penelitian lapangan maka ibarat pesawat tidak mempunyai landasan mendarat. Demikianlah penelitian biblikal tanpa penelitian lapangan (meneliti pemahaman jemaat atau perilaku jemaat atas teks yang dieksegesis). Teologi memang Normatif tetapi bisa diukur. Misalnya Sorga tidak dapat diukur dengan rumus statistik tetapi Sorga dapat dijadikan sebagai variabel (konsep yang dapat diukur). Maka judulnya "Tingkat Pemahaman Jemaat Tentang Sorga Menurut ...... (Pilih Teks Alkitab). Bila dalam penelitian ditemukan bahwa anggota jemaat tidak memahami Sorga maka dapat diduga Homilia pendeta kurang atau sama sekali tidak menyentuh ajaran tentang sorga.
Hal yang sama berlaku untuk penelitian tingkat Tesis dan Disertasi dalam Bidang Teologi, Pendidikan Kristen, Misiologi, Kepemimpinan Kristen, Musik Gereja, Konseling Kristen. Semoga bermanfaat

Thursday, August 25, 2016

Skripsi S.Pd.K Tesis M.Pd.K dan disertasi

Dalam tugas akhir mahasiswa harus mencari Judul Skripsi S.Pd.K; atau contoh mencari skripsi S.Pd.K untuk dijadikan sebagai pembanding dalam membuat Proposal penelitian skripsi: S.Pd.K; M.Pd.K atau Tesis M.Th. Contoh-contoh Skripsi S.Pd.K. Magister Pendidikan Kristen M.Pd.K

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Batasan Masalah
E. Tujuan Penelitian
G. Pentingnya Penelitian
Krangka di atas adalah krangka metodologi Penelitian Kuantitatif. Bila memakai Kualitatif maka krangkanya sbb:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian
B. Identifikasi Masalah
C. Fokus Penelitian
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Pentingnya Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI
BAB III Metodologi Penelitian
BAB IV Pembahasan dan Analisis Data
BAB V Kesimpulan dan Saran

Saturday, August 20, 2016

Kesalahan yang berisiko fatal

Anda sedang mencari Inspirasi penelitian? Mampir di Kumpulan Contoh Skripsi S.Pd.K, Tesis M.Pd.K, Disertasi. Ada beragam judul skripsi dan tesis PAK dan Teologi.

Beberapa waktu yang lalu saya mengganti alamat blog saya http menjadi https kemudian tanggal, 20 Agustus 2016 saya ganti lagi ke http. Esoknya hari Minggu tanggal 21 AGustus 2016 setelah selesai ibadah di gereja saya kemudian mengganti alamat blog ke https:// langsung didasbor blog muncul tulisan yang intinya praktik saya dianggap malware. Saya sebenarnya menyesal mengapa saya begitu gegabah atau bodoh menggantikan alamat blog. Tetapi ya namanya sudah terjadi. Untuk menjaga supaya isi blog saya diakses maka saya kemudian menggantikan alamat blog saya. Semoga google dapat memaafkan atau paling tidak blog saya masih dapat di akses. Saya kemudian komitmen untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari. Selanjutnya kepada teman-teman blogger yang masih tingkat pemula seperti saya mohon hal ini jadi pelajaran. Jangan mengulangi pergantian alamat blog dari http ke https dalam beberapa kali pergantian. CUkup sekali saja menggantinya. Jika mengganti beberapa kali maka pengalaman ini bisa terulang. Alamat blog lama yaitu: http://contohskripsi-tesis.blogspot.com dirubah menjadi http://contoh-skripsitesisdisertasi.blogspot.com Jadi sekali lagi kepada teman-teman blogger jangan mengganti alamat blog secara berulang-ulang seperti pengalaman saya. Saya mengganti alamat blog saya: http://contohskripsi-tesis.blogspot.co.id/ menjadi: https://contohskripsi-tesis.blogspot.co.id/ dan langsung muncul tanda malware di dasbord blog. Saya bisa mengakses blog saya dengan alamat: http://contohskripsi-tesis.blogspot.co.id/ tetapi demi menjaga untuk bahan saya tidak hilang maka saya ganti alamat blog saya menjadi: http://contoh-skripsitesisdisertasi.blogspot.com dan untuk Indonesia menjadi: http://contoh-skripsitesisdisertasi.blogspot.co.id. Google ternyata sangat ketat dalam melindungi blog dari praktik-praktik yang dianggap malware. Kemudian untuk menjaga agar blog saya terlindungi maka saya langsung daftar alamt blog saya ke Google Webmaster dan ternyata sukses. Trimakasih Google. Selanjutnya pada sore harinya demi keaman blog maka saya memakai: http://contoh-skripsitesisdisertasi.blogspot.co.id menjadi: https://contoh-skripsitesisdisertasi.blogspot.co.id Demikian sering pengalaman saya.

Sunday, August 7, 2016

Motivasi Berprestasi Dosen dalam Mengajar

Anda mencari kami menjawab. Silakan baca contoh skripsi S.Pd.K dan Tesis M.Pd.K. serta Tesis Teologi Kependetaan. Ada berbagai alternatfi judul skripsi, tesis dan disertasi.

KAJIAN BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS (Bila memakai metode kuantitatif)

BAB II KAJIAN TEORI (Bila memakai metode Kualitatif). Dalam penelitian kualitatif tidak ada hipotesis dalam bab II demikian juga kerangka berpikir. Hipotesis akan ditemukan setelah penelitian.Hal ini disebabkan karena penelitian kualitatif tidak bertujuan menguji teori. Itulah sebabnya tidak ada hipotesis di Bab II apalagi di Bab I.

Variabel Pembahasan berikut ini merupakan salah satu dari 5 variabel Penelitian Disertasi Yonas Muanley. Variabel yang dimaksud adalah: Motivasi Berpresatasi Dosen Teologi dalam Mengajar.
Dilarang kopi paste bahan ini. Bahan ini sifatnya memberi contoh kajian teori tentang variabel penelitian.
Motivasi Berprestasi Dosen Teologi dalam Mengajar di STT

Apa yang dimaksud dengan motivasi berprestasi dosen teologi, khususnya motivasi berprestasi dalam mengajar? Dalam postingan ini saya berusaha menjawabnya.

Motivasi adalah dorongan-dorongan (forces) yang membangkitkan dan menggerakkan kelakuan seseorang. Motivasi bukanlah tingkah laku tetapi suatu kondisi internal yang kompleks dalam diri seseorang, motivasi ini tidak dapat diteliti atau paling tidak diobservasi secara langsung. Motivasi merupakan sesuatu yang abstrak, namun keberadaan motivasi dalam diri seseorang mempengaruhi tingkah lakunya. Itulah sebabnya motivasi hanya dapat diamati melalui tingkah laku seseorang.
Secara konseptual motivasi telah ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para ahli. Dengan demikian terdapat banyak definisi dan teori tentang motivasi, kergaman definisi ini disebabkan dari sudut berangkat dari para ahli yang berbeda. Namun secara taksonomi, motivasi bahasa Latin movere diartikan bergerak atau berpindah. Kata ini menjelaskan satu definisi untuk mencapai suatu tujuan, namun secara umum motivasi meliputi gambaran, proses dari berbagai aspek yang menyatu pada aktivitas perilaku manusia (Richard M. Steers and Lyman W. Porter, 1991:5). . Selain itu dalam pengertian umum, George R. Terry mendefinisikan motivation is the desire within an individual that stimulates him or her to action”(Gibson). Artinya motivasi adalah hasrat atau keinginan yang terdapat dalam diri seseorang yang merangsang atau mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan. Searah dengan definisi ini, Barelson dan Steiner mengartikan motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong mengaktifkan atau menggerakkan, dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan (Harald Koontz, 1989:121).

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat dipahami bahwa motivasi seseorang akan senantiasa terkait dengan usaha-usaha pemuasan atau pemenuhan kebutuhan. Abraham Maslow menyimpulkan beberapa kebutuhan yang mendorong manusia berperilaku atau berusaha memenuhinya yaitu (1) kebutuhan fisiologis (psikological needs), (2) kebutuhan akan keamanan (safety needs), (3) kebutuhan social (social needs), (4) kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), (5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).

Penjenjangan kebutuhan di atas oleh Maslow dinamakan hierarchy of needs (jenjang kebutuhan). Dalam teori ini pemenuhan kebutuhan yang paling rendah dipenuhi sebelum pemenuhan kebutuhan yang paling tinggi yang mengendalikan perilaku seseorang, karena biasanya perilaku seseorang pada suatu saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang paling mendesak. Dalam teori ini diasumsikan bahwa orang akan berusaha memenuhi kebutuhan paling pokok sebelum berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Demikian halnya dengan dosen, senantiasa akan berusaha memenuhi kebutuhan pokoknya terlebih dahulu baru kemudian diikuti dengan kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya.

Berbeda dengan teori Maslow, Frederick Herzberg mengedepankan teori motivasi kesehatan. Dalam teorinya, Herzberg menyatakan manusia pada dasarnya memiliki dua macam kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan, dan (2) kebutuhan akan motivasi.(Fredrick Hezber). Kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan adalah kebutuhan yang berhubungan dengan hakikat/sifat manusia yang ingin menghindari rasa sakit atau menderita. (Fredrick Hesber). Kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan adalah kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang, yaitu (1) kondisi kerja fisik, (2) suasana hubungan antara pimpinan dan bawahan, (3) kebijaksanaan pengawasan, (4) gaji atau upah, (5) lain-lain kesejahteraan sosial.

Lima kebutuhan yang terakhir disebutkan bukanlah motivator yang sesungguhnya yang dapat mendorong atau menggerakkan kemauan mengajar atau kerja seseorang, hal-hal ini dapat mengakibatkan seseorang mencapai sesuatu dan berkembang serta tumbuh. Sifat kebutuhan ini hanya memelihara motivasi yang telah dimiliki seseorang dan mencegah timbulnya rasa ketidakpuasan yang dpat mengurangi kemauan mengajar atau kerja seseorang. Pengaruh kebutuhan kesehatan terhadap semangat kerja seseorang hanya akan terlihat dalam jangka waktu yang panjang. Jadi kebutuhan yang muncul dalam teori kebutuhan Maslow dan Hezberg menjadi pendorong seseorang melakukan berbagai kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.
Sedangkan kebutuhan akan motivasi adalah kebutuhan yang berhubungan dengan isi pekerjaan yang dilakukan seseorang. Kebutuhan ini merupakan motivator yang kuat untuk menggerakkan kemauan kerja seseorang. Kebutuhan akan motivasi meliputi: (1) pekerjaan itu sendiri (2) tanggungjawab (3) kemajuan (4) pengakuan (5) dan (6) kemungkinan untuk berkembang (Gibson, 278).

Berdasarkan deskripsi di atas dapat dipahami bahwa setiap orang memiliki dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan dalam dirinya. Hal ini disebabkan karena manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan. Sebagai mahluk ciptaan Tuhan manusia diciptakan Tuhan segambar dan serupa dengan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia dilengkapi atau diberi potensi keinginan atau dorongan-dorongan yang menolongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk dirinya, sesamanya dan terlebih kepada Tuhan. Dikatakan demikian karena jika tidak ada keinginan maka manusia tidak akan terdorong melakukan sesuatu kegiatan, termasuk kegiatan dalam hubungan dengan Tuhan. Disini sebenarnya manusia telah memiliki keinginan sejak diciptakan Tuhan. Keinginan-keinginan yang mendorong manusia untuk bertindak dalam penelitian ini disebut motivasi yang selanjutnya akan dibahas dalam teori motivasi.

Manusia yang memiliki keinginan-keinginan atau motivasi itu selalu mendambakan untuk keberhasilan atau prestasi atas keinginan tersebut. Artinya tidak ada manusia yang tidak mempunyai keinginan berprestasi, walaupun intensitas keberhasilan atas keinginan itu tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Ini bergantung dari tingkat kemampuan mengelola motivasi tersebut dalam bentuk keberhasilan. Keberhasilan itu dalam penelitian ini disebut berprestasi, yang selanjutnya pengertian tentang berprestasi dalam penelitian ini akan nampak dalam pembahasan teori motivasi berprestasi yang dihubungkan dengan kerja dosen yaitu mengajar.

Pemilihan motivasi berprestasi dosen ini disebabkan karena salah satu sebab yang mempengaruhi efektifitas proses pembelajaran kelompok mata kuliah historika di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar dipengaruhi oleh dorongan-dorongan mengajar yang dimiliki oleh dosen dalam melakukan kegiatan kerja yaitu mengajar, tanpa motivasi tidak dapat dipastikan akan kelangsungan proses pengajaran yang dilakukan dosen. Namun dorongan disini tidak sekadar keinginan mengajar tetapi lebih kepada keinginan untuk terus mengalami dan melakukan perbaikan-perbaikan dalam mengajar, secara khusus perbaikan dalam pemakaian prosedur pembelajaran yang efektif.

Berdasarkan pemahaman itu maka dosen juga tidak akan dapat melaksanakan tugas mengajar kalau tidak mempunyai keinginan atau dorongan mengajar. Keinginan atau dorongan mengajar dosen juga tidak dapat ditingkatkan apabila tidak ada keinginan berprestasi atau keinginan mengalami perubahan-perubahan dalam kemampuan mengajar. Setiap dosen pasti mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melaksanakan kegiatan kerja (mengajar) dan juga keinginan (dorongan) untuk mengerjakan kerja. Keinginan dosen untuk melaksanakan kerja itu disebut motivasi (Paul Hersey & Kenneth H. Blancard, 1988:19). Searah dengan pemahaman ini, Griffin mendefinisikan motivasi adalah seperangkat kekuatan yang menyebabkan seseorang berperilaku dalam cara-cara tertentu (Ricky W. Griffin, 1997:474)

Dua definisi motivasi tersebut diatas pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan makna esensial yang saling terpisah tetapi merupakan satu kesatuan pemaknaan. Hal ini disebabkan karena “seperangkat kekuatan” dapat saja berupa “keinginan”, dan keinginan juga merupakan kekuatan yang dapat menyebabkan lahirnya perilaku. Senada dengan definisi di atas motivasi juga diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang baik secara sadar maupun secara tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dalam hubungan dengan pelaksanakan kegiatan pembelajaran dalam pengertian mengajar, motivasi itu berfungsi untuk: (1) penggerak atau pendorong munculnya perbuatan mengajar; (2) menjamin kesinambungan prilaku atau perbuatan mengajar; (3) memberi arah perbuatan mengajar; (4) menentukan perbuatan mengajar yang dibutuhkan guna mencapai tujuan. Disini motivasi dalam diri dosen berperan untuk menumbuhkan gairah, rasa senang, dan semangat untuk mengajar. Searah dengan pemahaman ini, Riduwan menyatakan: motivasi adalah keinginan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong atau merangsang setiap orang untuk melakukan tindakan-tindakan. (Yusuf Hadi Miarso)

Bila motivasi dihubungkan pada pembelajaran maka sangat penting untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh Clark Hull (1952) dalam Sahlan Asnawi menyatakan bahwa Hull mengembangkan sebuah teori di tahun 1940-an yang menjelaskan tentang keterkaitan atau hubungan antara pembelajaran dan motivasi, keterkaitan itu pada akhirnya memunculkan perilaku. Dalam hal ini perilaku dipengarhui oleh motivasi. Para teoritisi pun menyatakan bahwa pembelajaran menekankan peran insentif dalam mengontrol perilaku yang diarahkan pada tujuan yang hendak dicapai. Hal ini dimaklumi karena adanya hasil penelitian yaitu pengkondisian klasik dan operan yang terlibat dalam munculnya motiv. Beberapa motiv dapat dipelajari melalui pengamatan, hal ini dinamakan pemodelan (modeling) yang merupakan dasar bagi sebagian besar motivasi manusia.(Sahlan Asnawi, 2007:23-28). Berdasarkan teori ini motivasi, khususnya motivasi dosen untuk berprestasi dalam proses pembelajaran juga dapat terjadi ketika seorang dosen menerima insentif yang mempengaruhinya untuk berprestasi. Akan tetapi aspek ini bukanlah satu-satunya pengaruh motivasi. Masih ada pengaruh lainnya yang menyebabkan terjadinya motivasi. Faktor itu disinggung dalam paparan berikut.

Proses kognitif (Cognitive Process) juga mempengaruhi motivasi. Jenis informasi yang diterima seseorang dan bagaimana informasi itu diolah, mempunyai pengaruh terhadap perilaku seseorang. Motivasi berprestasi dosen pun dapat dipengaruhi oleh beragam jenis informasi yang diterimanya. Informasi-informasi itu kemudian mempengaruhi seorang dosen untuk berprestasi. Terlebih lagi kini setiap orang berada dalam pengaruh teknologi informasi, khususnya yang berbasi internet. Informasi-informasi di Internet dapat pula menjadi motivasi bagi terjadinya motivasi berprestasi seorang dosen dalam proses pembelajaran sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Teori keseimbangan Heider, teori disonasi kognitif Festinger dan teori persepsi dari Bem sebagaimana yang dalam Sahlan Asnawi (2007) menyatakan: teori keseimbangan, teori disonasi dan teori persepsi menekakankan peran pengolahan informasi aktif “berpikir” dalam mengontrol perilaku. Ada pula teori atribusi yang juga menekankan tentang peran kognisi dalam menafsirkan orang lain. Penafsiran itu dapat pula termasuk diri sendiri yang menunjukkan bahwa perilaku seseorang sangat didasarkan pada penafsiran tersebut.(Sahlan Asnawi).

Teori motivasi sebagaimana yang disebutkan di atas mempunyai sub variable yaitu motif, harapan dan insentif. Motif disini diartikan suatu ransangan keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang, atau motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dan setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan yang terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Sedangkan insentif adalah hal-hal yang bersifat materil maupun non materil yang dapat dipakai untuk memotivasi atau merangsang orang yang telah berprestasi diatas prestasi standar. Dengan demikian maka sub variable atau dimensi motivasi adalah motif, harapan dan insentif. Indikator dari motif adalah: Gaji cukup, nyaman bekerja, hormati dosen, rasa takut dan cemas, fasilitas memadai, setia kawan, pemberlakuan mengajar sesuai perturan, perlakuan pekerjaan mengajar. Indikator dari harapan: kerja mengajar yang menyenangkan, rasa ikut memiliki, disiplin waktu mengajar, pemberian penghargaan, sifat kepemimpinan, menurut persyaratan mengajar. Indikator Insentif: Intrinsik: penyelesaian dan pencapaian atau prestasi. Ekstrinsik: Finasial yang terdiri dari gaji dan upah, tunjangan, antar pribadi, promosi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan: jiks dosen mempunyai motivasi menolong mahasiswa mengalami belajar yang berarti dan mencapai tujuan pembelajaran maka ia akan termotivasi untuk menggunakan prosedur pembelajaran yang berarti bagi mahasiswa sebaliknya jika dosen tidak termotivasi dengan keinginan berprestasi maka ia tidak akan termotiwasi untuk menggunakan prosedur pembelajaran yang efektif menolong nara didik mencapai tujuan pembelajaran.

Pembahasan motivasi dalam hubungan dengan lingkungan kerja, maka motivasi kerja berkaitan dengan perilaku yang diarahkan kepada prestasi yang tidak punya kerangka dalam hubungan kerja atau kerangka organisasi. Dengan kata lain motivasi dalam lingkungan kerja selalu muncul ketika tingkah laku ditujukan kepada pimpinan secara khusus dengan mempertimbangkan bagaimana meningkatkan frekwensi kerja lebih efektif.

Motivasi berprestasi dosen yang dibahas dalam penelitian ini adalah keinginan dosen di STT IKSM untuk mengadakan perbaikan-perbaikan mengajar dengan pemakaian prosedur-prosedur pembelajaran yang efektif termasukan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis internet dengan memanfaatkan aplikasi web gratis untuk prestasi mengajar sehingga menolong peserta didik mencapai standar kompetensi yang ditetapkan yaitu perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotorik.

Motivasi berprestasi dosen di STT yang paling mendasar adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yesus Kristus atas pekerjaan mengajar yang dosen laksanakan, yaitu pekerjaan mengajar harus diyakini sebagai bagian dari perintah Tuhan Yesus Kristus (bnd. Mat. 28 : 19-20). Perintah ini dapat disebut sebagai perintah instruksional. Dan bila pekerjaan mengajar diyakini sebagai bagian dari melaksanakan perintah/instruksi Kristus maka keyakinan seperti itu memberi dorongan yang kuat dalam berprestasi mengajar nara didik yang dipercayakan Tuhan melalui lembaga pendidikan. Keyakinan ini juga membuat seorang dosen semakin berjuang untuk mencapai keberhasilan dalam mengajar yaitu supaya nara didik mengerti apa yang diajarkan dosen. Kehidupan dosen adalah hidup berdasarkan instruksional Yesus Kristus Guru Agung itu.

Selain keyakinan motivasi berprestasi juga dipengaruhi oleh dimensi kehidupan doa dan perimbangan rasionalitas dalam melaksanakan tugas mengajar. Pada bagian ini kebutuhan-kebutuhan yang menjadi factor pendorong perilaku seseorang menjadi bagian yang sering tidak terlalu mendorong tetapi dorongan yang lebih kuat lebih kepada pengabdian mengajar karena panggilan Kristus. Penghargaan memang menjadi daya dorong tetapi yang lebih kuat mendorong seseorang berprilaku atau termotivasi untuk berprestasi dalam mengajar adalah pengabdian (ketaatan kepada perintah Kristus). Atau dengan kata lain mengajar adalah tugas yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada dosen yang percaya kepada Yesus Kristus melalui lembaga pendidikan baik pemerintah maupun swasta. Oleh karena itu maka mengajar harus dilaksanakan secara baik karena akan dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan terlebih kepada Tuhan pada waktu pengadilan Kristus.

Dalam teori motivasi, khususnya teori Abraham Maslow, sebagaimana yang dikatakan oleh Miarso: “setiap orang memiliki motivasi untuk menggunakan waktu dan tenaganya guna memenuhi sejumlah kebutuhan dasar yang sama, meskipun dengan intensitas yang berbeda. Kebutuhan yang paling dasar adalah untuk bertahan hidup dalam lingkungannya.” Dalam hubungan dengan profesi dosen, kebutuhan dasar seorang dosen adalah eksis atau tetap bertahan di dalam lingkungan akademik yang memberi kebebasan untuk berpikir mandiri. Kebutuhan dosen berikutnya adalah keamanan yaitu mempunyai tugas atau pekerjaan yang menarik dan memberinya manfaat. Dosen tidak merasa terancam keamanan di lingkungan akademik karena tidak mempunyai tugas atau pekerjaan. Selanjutnya kebutuhan yang tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan rasa untuk dimiliki yaitu didengarkan, diperhatikan, dan diberi kesempatan. Tingkat kebutuhan pada peringkat teratas adalah untuk memperoleh penghargaan, pengakuan dan kepercayaan. Sedangkan kebutuhan pada tingkat tertinggi adalah pemenuhan diri, yang terwujud dengan adanya usaha pengemabngan ketrampilan dan pertumbuhan diri guna mengatasi tantangan yang dihadapi.(Miarso).

Motivasi dosen sangat bergantung pada kekuatan motifnya. Dikatakan demikian karena motif didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, hasrat dalam diri dosen yang diarahkan untuk mencapai tujuan, baik secara sadar maupun tidak sadar.(Hersey dan Blanchard). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif merupakan kebutuhan, keinginan, hasrat dalam diri seorang dosen yang mempengaruhi tingkah laku dosen secara intrinsic. Motiv berupa kebutuhan, keinginan, hasrat atau impuls ini harus dipenuhi sehingga menimbulkan kepuasan bagi dosen dalam tugas mengajar. Pemenuhan atas motiv disebut sebagai pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan yang dimaksud disini yaitu pemenuhan motiv berupa kebutuhan, keinginan, hasrat atau impuls dalam diri seseorang. Motiv ini kemudian mempengaruhi tingkah laku secara interensik.

Salah satu dari sekian banyak motivasi manusia pada umumnya dan khususnya dosen adalah menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik dan di atas standar rata-rata orang lain. Motivasi ini disebut motivasi berprestasi, yang menurut Murray seperti dikutip oleh Beck, merupakan hasrat atau kecendrungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan berusaha keras mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin (Hersey dan Blanchard). Senada dengan pemahaman ini, Rue dan Byars menyatakan motivasi berprestasi merupakan hasrat untuk mengerjakan sesuatu secara lebih baik, lebih efisien dari pada yang telah dikerjakan sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa salah satu dari sekian banyak motivasi dosen adalah menyelesaikan tugas-tugas mengajar secara baik dan di atas standar rata-rata orang lain. Motivasi ini disebut motivasi berprestasi, yang oleh Murray seperti yang dikutip oleh Beck, disebut hasrat atau kecendrungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan berusaha keras mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin.(Robert C. Beck, 1990:291). Dengan kata lain motivasi berprestasi adalah hasrat atau kecendrungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan dan berusaha keras mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin. Pandangan yang sama disampaikan oleh Rue dan Byars, menurut mereka motivasi berprestasi merupakan hasrat untuk mengerjakan sesuatu secara lebih baik, lebih efisien dari pada yang telah dikerjakan sebelumnya.
Dari beberapa definisi motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi pada dasarnya merupakan hasrat dan kecendrungan untuk mengerjakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri dan orang lain.

Karakterisistik orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menurut Mc Clelland, seperti dikutip accel-team.com adalah (1) memiliki kecendrungan memilih tugas yang tingkat kesulitannya moderat; (2) lebih tertarik pada pencapaian pribadi dari pada imbalan yang akan diperoleh atas keberhasilannya; (3) lebih tertarik pada situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya. Sedangkan menurut seperti dikutip oleh Wagner III dan Hollenbeck, menyatakan ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah orang yang cendrung (1) mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin (2) ingin lebih berhasil (3) mengerjakan pekerjaan yang menuntut ketrampilan dan usaha (4) ingin mendapatkan pengakuan (5) mengerjakan tugas yang dianggap penting (6) menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik. John A. Wagner dan John R. Hollenbeck, 1995:176)

Selain itu karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi adalah: (1) mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin, (2) ingin lebih berhasil, (3) mengerjakan pekerjaan yang menuntut ketrampilan dan usaha (4) ingin mendapatkan pengakuan, (5) mengerjakan tugas yang dianggap penting (6) menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik (John A. Wagner dan John R. Hollenbeck, 1995:176)

Beberapa hasil penelitian yang dikutip oleh Steers, Porter dan Bigley, menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah: (1) memiliki hasrat yang kuat untuk bertanggungjawab secara pribadi dalam memecahkan masalah atau mengerjakan tugas; (2) memiliki kecendrungan memilih tugas yang tingkat kesulitannya moderat serta telah dipertimbangkan resikonya; (3) memiliki hasrat yang kuat untuk berkonsentrasi pada umpan balik yang diberikan dalam melaksanakan pekerjaannya; (4) berupaya sendiri menyelesaikan tugasnya (Richard M. Steers, Lyman W. Porter & Gregory A. Bigley). Disini dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi akan berusaha mengerjakan pekerjaannya pada standar-standar yang telah ditetapkan dan menyenangi situasi yang bersifat kompetitif.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah hasrat dan kecendrungan seseorang dosen untuk mengerjakan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, baik oleh individu itu sendiri maupun orang lain yang ditandai dengan cirri-ciri: (1) berusaha unggul (2) memiliki kecendrungan memilih tugas yang tingkat kesulitannya moderat; (3) lebih tertarik pada pencapaian pribadi dari pada imbalan yang diperoleh atas keberhasilannya; (4) lebih tertarik pada situasi yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil kerjanya; (5) mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin; (6) mengerjakan pekerjaan yang menghendaki ketrampilan dan usaha; (7) ingin mendapatkan pengakuan orang lain.
Selanjutnya motivasi berprestasi dalam penelitian ini disederhanakan menjadi: (1) berusaha unggul dalam mengajar, (2) memiliki kecendrungan mengajar lebih berhasil dalam tingkat kesulitan yang menantang, (3) lebih tertarik pada keberhasilan mengajar atau pencapaian pribadi dari pada imbalan yang diperoleh atas keberhasilan tersebut, (4) lebih tertarik pada situasi mengajar yang dapat memberikan umpan balik secara konkrit atas hasil mengajar, (5) mengajar sebaik mungkin, (6) melaksananakan tugas mengajar yang menghendaki ketrampilan dan usaha, (7) ingin mendapat pengakuan orang lain. 

Motivasi berprestasi dosen yang diuraikan di atas dapat dipengaruhi oleh aspek internal dan eksternal. Aspek internal lebih terkait dengan keinginan-keinginan yang ada dalam diri dosen, seperti aktualisasi diri dengan kesadaran penuh bahwa panggilan mengajar adalah panggilan Tuhan Yesus Kristus, dan oleh karena mengajar adalah tugas panggilan Kristus maka dosen melaksanakan tugas mengajar dengan baik dan bertanggung jawab atau keinginan untuk berprestasi karena keinginan berprestasi juga merupakan pemenuhan perintah Tuhan (penggandaan talenta) sedangkan aspek eksternal lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur di luar dosen yaitu mahasiswa yang kurang motivasi dan perhatian terhadap materi kuliah historika, kemanfaatan kuliah historika bagi mahasiswa dalam pelayanan Gereja khususnya kemanfaatan mata kuliah historika bagi visi dan missi Sekolah Tinggi Theologia. Dengan kata lain aspek internal dan eksternal dari motivasi dosen mempengaruhi terjadinya motivasi berprestasi dosen.

Variabel motivasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas tidak dapat diamati namun yang dapat diamati adalah motif kerja yang nampak dalam perilaku kerja atau yang nampak dari kebiasaan dosen untuk melakukan pekerjaan mengajar. Dengan kata lain dibelakang setiap perbuatan seseorang terdapat suatu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukukan suatu pekerjaan. Dalam hal ini kegiatan mengajar yang dilakukan dosen selalu didorong oleh motif, harapan dan insentif.

div>

Baca Juga:

Monday, August 1, 2016

Hubungan menjadi publisher iklan dengan eksistensi mengajar

Hasil Refisi 24/4 2018
Maaf saya menghapus beberapa nama situs penyedia program Publisher dalam postingan ini. Hal ini disebabkan karena beberapa tampilan iklan dalam blog yang mengganggu kenyamanan pengunjung. Ada beberapa iklan popup yang sangat mengganggu pengunjung, jadi saya hapus juga beberapa link hidup ke situs-situs Publisher. Saya sedang fokus dulu untuk kesehatan blog.

Selain itu saya menjaga agar tidak muncul blog iklan-iklan dewasa. Beberapa link-link aktif ke situs publisher juga saya hapus dari blog ini. Selanjutnya saya fokus pada Google. Apalagi kalau menjadi publisher Adsense Google. Pengunjung tidak akan terganggu dengan tampilan iklan, seperti iklan popup dan lain-lain.
Google memang berbeda. Google memberi kepuasan layanan online. Kita bisa berkarya online seperti menulis contoh Proposal skripsi, Tesis dan disertasi Pendidikan Kristen dan Teologi kependetaan. Bila selesai meneleiti dan mempertahankan maka Anda dapat gelar S.Pd.K dan M.Pd.K, serta D.Th.

Kegiatan mengajar dapat dilakukan oleh siapa saja yang punya visi untuk mengajar. Sering kegiatan mengajar identik dengan pekerjaan guru. Ya mengajar bukan hanya monopoli guru tetapi siapa saja dapat melakukan kegiatan edukatif ini. Namun dalam postingan ini saya fokus pada "mereka" yang telah memilih guru/dosen menjadi panggilan hidupnya. Artinya mengajar yang dilakukan hari demi hari bukanlah sebuah pelarian karena tidak mendapat tempat kerja di dunia di luar dunia pendidikan. Bagi mereka yang memilih mengajar sebagai panggilan hidup maka ia akan menghidupi tugas mengajar dari wakru ke waktu dalam sebuah energi yang akan mendorongnya melakukan kegiatan ini sampai akhir hayatnya.

Kegiatan mengajar dapat dilakukan secara payung kerja. Pertama, mereka yang diangkat menjadi pegawai negeri dan Kedua, mereka yang bekerja dalam instansi swasta yang bukan pegawai negeri. Bagi kelompok yang pertama tentu eksistensi mengajarnya selalu ditopang dengan gaji bulanan oleh Pemerintah RI. Namun tidak demikian untuk pendidik swasta, mereka harus bertarung dalam pergumulan yang sering menyebabkan harus ada kerja sampingan. Kerja sampingan ini tentunya menopang kegiatan mengajar dari sang pendidik swasta. Memang tidak semua pendidik swasta yang memerlukan pekerjaan sampingan karena jaminannya mungkin lebih dari pegawai negeri. Namun ada pula yang bekerja dengan hasil dibawah standar. Terhadap realitas ini, saya berusaha memposting sebuah tulisan dengan topik: "menjadi publisher iklan di website atau blog dengan memanfaatkan sosial media seperti facebook dan twiter". Lalu dimana hubungannya dengan eksistensi mengajar?

Pertanyaan di atas akan dijawab setelah akhir postingan ini. Baiklah kini saya mulai dengan pembahasan mengenai menjadi publisher iklan di blog (gratis seperti blogspot.com, wordpress.com dll.) atau website yang berbayar.
Beberapa Program Publisher berikut ini patut dipertimbangkan untuk diikutinya.
1. Menjadi Publisher (terbitkan iklan) di Adnow, popcash dll

Hubungannya yaitu dari iklan tersebut kita mendapat komisi dari pemilik website sehingga menopang kita dalam tugas mengajar. Dalam mengajar kita butuh anggran untuk beli buku, Laptop, sewa internet dll. Semua butuh uang terlebih lagi urusan keluarga. Jadi dari kegiatan blog kita dapat penghasilan tambahan untuk menopang eksistensi mengajar. Saya punya pengalaman bahwa mengajar kegiatan profesional tetapi sering lembaga tertentu karena satu dan lain mengalami kesulitan dana dalam operasional maka para karyawan, tenaga pendidik dibayar seadanya. Namun panggilan mengajar harus tetap dilaksanakan. Keharusan ini disebabkan karena panggilan dari sang Didaktik Agung itu. Bagi mereka yang tidak mengalami visi yang jelas untuk mengajar mungkin akan menjalani mengajar secara biasa-biasa saja. Jika tidak ada uang dari Yayasan atau lembaga pendidikan maka semangat juga berkurang. Oleh karena itu peluang "menjadi publisher iklan" dapat dipilih sebagai salah satu alternatif untuk punya penghasilan tambahan. Ingat jangan cepat percaya dengan iklan "cepat kaya di internet", semua butuh proses. Saya sudah mengalaminya yaitu butuh kerja keras barulah kita dapat penghasilan. Seluruh Publisher yang saya ikuti dan muncul dalam blog inipun tetap dalam konteks perjuangan. Walaupun hasilnya masih sedikit, saya tetap berjuang. Para pemilik website yang menyediakan program Publisher telah memberi kesempatan untuk kita bermitra dengan mereka untuk mencapai perubahan penghasilan. Namun tetap kita berhati-hati. Ada publisher yang layak dipercaya tetapi ada pula yang tidak layak dipercaya.

Beberapa hari yang lalu, saya surving di internet mencari program publisher yang punya kualitas layanan terbaik. Kualitas layanan terbaik yang saya maksudkan adalah tingkat kepercayaan beberapa publisher terhadap publisher (terbitkan iklan) dari beberapa website yang menyediakan layanan program publisher.

Saya kemudian bertemu dengan “Publisher dari beberapa website yang namanya saya hapus karena sedang merawat blog. Saya kemudian fokus di Adsense Google.
Jadi, apa hubungan menjadi publisher iklan dengan eksistensi mengajar. Hubungannya yaitu pada penghasilan. Bila mendapat penghasilan dari kerja sebagai Publisher di blog maka akan mempengaruhi juga semangat mengajar. Yang lebih bagus bila menjadi publisher Google Adsense.