PERPUSTAKAAN ONLINE. Penyedia layanan referensi online Contoh Skripsi Sarjana Pendidikan Agama Kristen(S.Pd.K),Tesis Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K), dan Disertasi (D.Th.) Bidang Pendidikan Agama Kristen.
Sponsor
Sponsor
Saturday, September 28, 2013
Penawaran Judul Skripsi dan Tesis
Saturday, September 21, 2013
Contoh Disertasi Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Variabel penelitian dalam disertasi ini berkenaan dengan situasi sosial yang kini menjadi pergumulan bangsa Indonesia, dan berbagai pergumulan di sekolah tinggi teologi, khususnya yang berkenaan dengan karakter peserta didik. “Pendidikan karakter bangsa ini urgen diajarkan dan dijadikan teladan. Mengapa pendidikan karakter? Peserta didik tidak hanya harus dicerdaskan secara intelektual dan emosional, namun juga karakternya perlu dibangun agar tercipta pribadi yang unggul dan perbuatan baik
Pendidikan termasuk pendidikan teologi tidak hanya mendidik para peserta didik untuk menjadi manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadiannya agar beraklak mulia. Saat ini, pendidikan di Indonesia dinilai oleh banyak kalangan tidak bermasalah dengan peran pendidikan dalam mencerdaskan para peserta didiknya, namun dinilai kurang berhasil dalam membangun kepribadian peserta didiknya agar beraklak mulia. Oleh karena itu pendidikan karakter dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak. Pendidikan karakter sudah tentu penting untuk semua tingkat pendidikan, yakni dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Secara umum, pendidikan karakter sesungguhnya dibutuhkan semenjak anak berusia dini.
Peserta didik di Sekolah Tinggi Teologi lebih terkenal dalam kecerdasan intelektual ketimbang karakteristik unggul yang menjadi penentu keberhasilan dalam kerja. Dengan kata lain, pembelajaran lebih mengedepankan kecerdasan intelektual yang diukur dengan angka dari pada keunggulan dalam karakter. Ada mahasiswa teologi yang dipukul ketua STT karena kedapatan menyimpan gambar porno di hand phone, mahasiswa tingkat atas memikul adiknya karena berpacaran. Kasus ini tidak dijadikan sebagai generalisasi perilaku peserta didik di seluruh STT tetapi yang hendak ditegaskan di sini bahwa perlunya pendidikan karakter yang terintegrasi dengan mata kuliah yang diasuh oleh setiap dosen sehingga mempengaruhi peserta didik dalam rangka membangun karakteristik unggul.
Bertolak dari paparan di atas maka fokus variabel penelitian disertasi ini di dasarkan pada Matius 4:19 dan Matius 5:1-12. Berdasarkan ayat ini dirumuskan variable penelitian disertasi dengan judul: “Pengaruh Perbuatan Baik Dosen Teologi Berdasarkan Matius 4:19; 5:1-12 Terhadap Karakteristik Unggul Mahasiswa S1 di STT .........., STT .........., STT ........... Jakarta.
Pokok-pokok yang dibahas dalam bab I ini terdiri atas: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah Penelitian, Rumusan Masalah Penelitian, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian. Masing-masing pokok ini dibahas sebagai berikut.
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Beragam karakter terjadi di negeri ini, di dunia pasar: penjualan daging yang sudah diawetkan dengan formalin, ikan juga diawetkan dengan bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia, jualan seperti cacanan di sekolah-sekolah sebagian telah memakai sat pewarna yang berbahaya bagi manusia, penjualan pasir, timbangan penjualan buah, penjualan obat, penjualan makanan dan lain sebagainya telah merisaukan banyak kalangan. Bila ada karakter unggul maka tidak mungkin terjadi hal seperti ini. Dan lain sebagainya. Dalam konteks ini maka pendidikan karakter menjadi sesuatu yang urgen di Negara ini, termasuk di STT tempat mencetak calon-calon pendeta dan guru Pendidikan Kristen. Pendidikan karakter harus mendapat perhatian dari setiap dosen yang mengajar mata kuliah apapun di STT. Meningkatnya perhatian terhadap pendidikan karakter belum dibaringi dengan ketersediaan buku-buku yang menyajikan wawasan teoritis sekaligus saran-saran praktis.
Pengajaran ditujukan kepada sekelompok manusia muda untuk kemanusiaan yang unggul. Kemanusiaan yang unggul tidak hanya keunggulan kecerdasan intelektual tetapi juga unggul dalam karakter. Bagian terakhir ini, kini di Indonesia menjadi suatu solusi yang ditawarkan melalui dunia pendidikan yang biasa disebut dengan pendidikan Karakter. Beberapa literature pendidikn karakter berbahasa Indonesia menyebutkan bahwa pendidikan karakter ini menjadi solusi tetapi solusi ini memerlukan proses, tidak instan.
Alkitab menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah segambar dan serupa dengan Allah. Sebagai mahluk berpribadi, manusia itu memiliki karakter-karater. Karakter-karakter itu sesuai dengan nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dimiliki manusia mempengaruhi karakteristik seseorang. Nilai itu dapat berupa norma-norma yang secara umum dianut oleh kelompok masyarakat tertentu, misalnya pada masyarakat gereja, nilai yang menggerakkan perilaku anggota gereja dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang bersumber dari Alkitab, dan juga norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat umum di mana gereja berada.
Alkitab memberi pengajaran yang tegas tentang karakteristik manusia. Karakteristik manusia sebagaimana yang disaksikan di dalam Alkitab disesuaikan dengan tiga konteks kehidupan manusia, yaitu konteks manusia sebelum berdosa, dan konteks manusia setelah jatuh dalam dosa, serta yang terakhir adalah konteks manusia setelah ditebus oleh Yesus Kristus. Dalam konteks karakteristik, Richard L. Pratt Jr. mengelompokkan dalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik manusia sebelum jatuh dalam dosa; karakteristik manusia berdosa, karakteristik manusia setelah ditebus oleh Kristus.
Pertama, karakteristik manusia sebelum kejatuhan dalam dosa (bnd. Kej. 1:26). Manusia menampilkan karakteristik “segambar dan serupa dengan Allah”. Karakteristik berdasarkan kata segambar dan serupa mengandung makna penampilan karakteristik unggul pada manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Karakteristik ini menurut penulis kitab Kejadian, ada dalam laporan Kejadian pasal 1- 2. Di dalam Kejadian 1-2 diinformasikan bahwa manusia pertama yaitu Adam dan Hawa dicipta oleh Tuhan “segambar dan serupa” (bnd. Kej. 1:26). Manusia pertama itu dinamakan Adam dan Hawa (bnd. Kej. 5:1 untuk nama Adam; Kej. 3:20 untuk nama Hawa). Dalam konteks karakteristik manusia sebelum jatuh dalam dosa, penulis kitab Kejadian memberi informasi bahwa ada karakteristik unggul pada manusia pertama. Karakteristik unggul itu dapat dipahami dalam kata: beranak cucu, memenuhi bumi dan menaklukkannya, berkuasa atas ikan-ikan di laut, dan burung-burung diudara, dan atas segala binatang yang merayap di bumi (bnd. Kej. 1:28), kemudian perintah: “mengusahakan dan memelihara” (bnd. Kej. 2:15) dalam format karakteristik, dapat dikelompokkan dalam kelompok karakteristik unggul.
Kedua, karakteristik manusia yang berdosa. Menurut penulis kitab Kejadian dalam informasinya sebagaimana yang dapat diikuti dalam kitab Kejadian 3, disana dinyatakan bahwa manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa melanggar perintah Tuhan yaitu mengambil dan memakan buah yang dilarang Tuhan (bnd. Kej. 3:6). Tindakan ini merupakan indikator karakteristik rendah, sebuah karakteristik yang tidak diharapkan oleh Tuhan. Dengan kata lain, pelanggaran terhadap larangan merupakan karakteristik di luar format karakteristik unggul. Anak-anak Adam dan Hawa, yaitu Kain dan Habel pun penampilkan karakteristik yang beragam. Kain misalnya, mewujudkan karakteristik yang rendah yaitu mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada Tuhan sebagai korban persembahan (bnd. Kej. 4:3), memukul dan membunuh adiknya yaitu Habel. Tindakan ini merupakan karakteristik yang tidak unggul atau karakteristik yang menyimpang dari norma.
Selain tindakan Kain, ada pula tindakan anak Nuh yaitu Ham. Ham bertindak tidak terpuji, yaitu melihat aurat ayahnya, bercerita kepada adik-adiknya tanpa bertindak sopan terhadap orangtuanya (Kej. 9:22). Karakteristik menyimpang juga dapat diperhatikan dalam tujuan atau maksud membangun menara babel. Mendirikan menara babel itu tidak salah, yang salah adalah tujuan mendirikan menara babel yaitu supaya tidak terpencar ke seluruh muka bumi, sementara Allah bermaksud untuk memenuhi bimi ini. Tujuan membangun menara babel juga merupakan salah satu karakteristik yang menyimpang dari maksud Allah kepada manusia (bnd. Kej. 11). Penyimpangan perilaku itu berlanjut dari zaman ke zaman.
Karakteristik manusia yang berdosa sebagaimana yang diparkan di atas dapat itu bersifat individual, tetapi juga dalam kitab kejadian diinformasikan penyimpangan karakter itu secara komunal yang dapat diperhatikan dalam Kejadian 6 yaitu seiring pertambahan manusia maka bertambah juga penyimpangan-penyimpangan karakter. Ada penyimpangan seksual (bnd. Kej. 6:2), dan kejahatan lainnya sebagaimana deskripsi kualitatif akan kejahatan dengan istilah kejahatan manusia besar di bumi (bnd. Kej. 6:5).
Menurut Richard L.Pratt Jr. “karakter dari manusia telah berubah di bawah kutuk dosa. Manusia tidak lagi merupakan gambar Allah yang sempurna: manusia tidak lagi hidup dan berpikir sebagaimana halnya dengan Adam dan Hawa sebelum jatuh dalam dosa”(Pratt Jr. 2000:39). Sejak manusia pertama Adam dan Hawa jatuh, genarasi selanjutnya berjuang dalam dua kategori karakteristik, yaitu karakteristik yang sesui kehendak Tuhan, dan karakteristik yang menyimpang dengan kehendak Tuhan yang oleh Rasul Paulus disebut dengan buah daging, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (bnd. Gal. 5:19-21). Dalam ayat selanjutnya rasul Paulus menyinggung tentang karakteristik unggul yang disebut dengan buah Roh.
Karakteristik yang menyimpang sebagai akibat dari manusia berdosa yang masih dipengaruhi dosa sehingga keinginannya selalu menghasilkan buah-buah daging yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang terjadi di negeri ini, seperti: tindakan sistematis dalam hal korupsi yang semakin meresahkan di Negara Republik Indonesia, kebohongan pemimpin-peminpin, janji para pemimpin dalam kampanye pemilihan yang tidak ditepati, kasus Bank Centuri, Nazarudin, Enggelina Sondak dan kasus-kasus lainnya menyebabkan karakter pribadi dan karakter bangsa menjadi menurun di mata bangsa-bangsa lain.
Karakter bangsa Indonesia seperti: mengutamakan nilai spiritual seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan dan tindakan, berpikir positif, dan rela berkorban yang dulu sejak kemerdekaan sampai era pembangunan nasional dijunjung tinggi, kini karakteristik bangsa Indonesia itu mulai terkoyak. Artinya mulai luntur. Oleh karena itu Pemerintah melalui Mendiknas mulai mengatasi ini dengan cara mereviltalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Dan melalui pendidikan karakter diharapkan bangsa Indonesia kembali pada karakter merah putih, bangsa yang bermartabat, masyarakat memiliki nilai tambah , mampu bersaing dengan bangsa lain. Karakter pribadi dan bangsa mulai terkoyak dengan indicator penyimpangan-penyimpangan yang kini menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat dalam Negara Republik Indonesia.
Pendidikan karakter sebagaimana yang disebutkan di atas sebenarnya sudah diamantkan dalam UUD 1945 dan filsafat Pancasila yang ditandai dengan system nilai: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan bangsa, permusyawaratan dan keadilan, hanya saja sering terjadi penyimpangan. Penyimpangan tersebut menjadikan bangsa Indonesia terpuruk dengan berbagai penyimpangan social. Dalam kondisi itulah dicanangkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter mulai diminati. Pemerintah melalui Mendiknas mulai mengatur dan melaksanakan pendidikan berbasis karakteristik unggul. Perhatian terhadap pendidikan karakter pada tahun-tahun terakhir ini mulai meningkat. Peningkatan ini patut diapresiasi oleh semua komponen bangsa.
Ketiga, karakteristik manusia setelah ditebus oleh Yesus Kristus. Karakteristik ketiga ini merupakan karakteristik unggul yang merupakan daya tarik yang mempesona manusia. Dukungan untuk karakteristik yang ketiga misalnya diambil dari contoh karakteristik Nuh. Di dalam Kejadian 6:9; pasal 7-9:1-20, penulis kitab Kejadian menampilkan Nuh sebagai perwakilan manusia yang menampilkan karakteristik unggul. Karakteristik anak-anak Nuh juga terpecah dalam dua kubu, ada anak-anakNuh yang menerapkan karakteristik unggul yaitu bertindak sopan terhadap orangtuanya yang telanjang karena kelebihan menikmati Anggur, (Kej. 9:23). Sem dan Yafet dengan karakter sopan santun terhadap orangtuanya, sedangkan Ham menunjukkan karakteristik rendah atau tidak terpuji. Hambertindak buruk terhadap orangtuanya yang sedang mabuk.
Karakteristik manusia setelah ditebus oleh rasul Paulus disebut dengan buah Roh, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (bnd. Gal. 5:22-23). Buah roh dalam paparan Paulus, merupakan karakteristik unggul. Selanjutnya rasul Paulus menyatakan karakteristik unggul itu harus ada di dalam orang yang percaya kepada Yesus Kristus karena orang yang percaya Yesus Kristus menjadi milik Kristus Yesus harus menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Keinginan yang dimaksud adalah keinginan yang menyimpang dari kehendak Tuhan (bnd. Gal. 5:24).
Jadi, sejak manusia pertama berdosa dan generasi manusia selanjutnya juga dipengaruhi dosa. Karakteristik unggul sebagai makluk yang segambar dan serupa memerlukan pemulihan dalam Yesus Kristus. Untuk mewujudkan itu maka perlu ada pribadi-pribadi yang dididik sehingga mampu menampilkan karakteristik unggul. Dalam konteks berpikir ini maka narasi Matius yang mengisahkan proses pendidikan yang berporos pada Yesus sebagai guru, dan Simon Petrus dan kawan-kawannya sebagai murid-murid pertama sebagaimana dalam kisah Matius 4:19 dan 5:1-12.
Yesus tidak menulis apa yang dilakukan-Nya (Fee dan Stuart, t.th.:113-114) segala yang dilakukan Yesus ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Pada bahasan ini,lebih difokuskan pada tulisan Matius tentang kegiatan didaktis Yesus. Kegiatan didaktik itu Yesus dalam versi Matius, Yesus memulai dengan memanggil murid-murid-Nya yang pertama, kemudian Yesus memberitahu apa yang menjadi tujuan panggilan itu atau dalam konteks didaktik disebut tujuan pengajaran. Tujuan itu dapat diamati dalam Matius 4:19. Dalam ayat ini, penulis Injil Matius memaparkan bahwa sang guru yaitu Yesus Kristus memberitahukan kepada murid-murid yang pertama akan tujuan. Rumusan tujuannya sebagai berikut: “menjadi penjala manusia” (bnd. Mat. 4:19). Sebelum dunia pendidikan modern menemukan dan menerapkan betapa pentingnya penentuan tujuan dalam pengajaran, Yesus telah memberikan teladan terbaik di sekitar perumusan tujuan dan penyampaian tujuan itu kepada murid. Di sini sangat jelas sebuah teladan yang agung yaitu pengajaran, khususnya dalam pendidikan karakter harus memiliki tujuan. Tujuan itu mempengaruhi seluruh kegiatan, baik yang dilakukan oleh guru maupun murid. W.James Popham dan Eva L. Baker menyatakan: Bila seorang guru/dosen/pendidik Kristen hendak melakukan kegiatan mengajar maka yang pertama-tama dilakukan adalah merumuskan tujuan yaitu perubahan apakah yang guru/dosen/pendidik Kristen inginkan dalam diri peserta didik yang dididiknya. Dengan kata lain, kedua penulis ini menyatakan: ketika hendak memasuki kelas, pertanyaan yang harus ada di dalam diri guru adalah “perubahan apakah yang saya inginkan dalam diri siswa-siswa saya?”(Popham dan Baker, 2005:6). Sebelum kebenaran yang dirumuskan dalam pertanyaan di atas ditemukan, Yesus sudah melakukannya kepada murid-murid-Nya. Yesus menghendaki perubahan secara utuh, perubahan intelektual tetapi juga perubahan karakter sebagaimana muncul dalam materi pengajaran Yesus yang disampaikan oleh Matius dalam Injilnya. Isi Injil Matius 5:1-12 oleh beberapa penafsir dihubungkan dengan etika atau karakter pengikut Yesus.
Isi Matius 4:19, selain dapat dilihat dalam paradigma tujuan pengajaran tetapi juga dipandang dari proses atau kegiatan-kegitan terstruktur yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kegiatan terstruktur atau misi itu dapat dipahami dalam ungkapan kata “kamu akan kujadikan penjala manusia”, bila tujuan ini dirumuskan dalam format rumusan misi maka rumusannya sebagai berikut: membentuk atau menjadikan murid menjadi penjala manusia. Dengan demikian, jelas bahwa dalam Matius 4:19 terdapat rumusan tujuan dan rumusan misi pengajaran atau kegiatan terencana untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep pemahaman ini ada dalam Matius 4:19. Jadi, dalam rangka pendidikan karakteristik unggul, Yesus merumuskan tujuan, menyampaikan tujuan tersebut kepada murid, menentuan kegiatan-kegiatan terstruktur (metode, media, strategi, tempat, dll).
Berdasarkan tujuan pengajaran yang telah disampaikan kepada murid sebagaimana dalam Matius 4:19, selanjutnya Yesus memilih dan menggunakan materi yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan disampaikan kepada murid-murid-Nya. Materi pengajaran Yesus yang dimaksud di sini, dapat dilihat dalam Matius 5: 1-12. Dalam ayat-ayat ini, materi pendidikan karakter yang disampaikan Yesus sangat berbeda dengan materi pada zaman itu. Menurut para ahli tafsir, materi dalam Matius 5:1-12 itu terdiri dari 8 materi pendidikan karakter, isinya sangat berbeda dengan isi pengajaran guru-guru pada umumnya. Misalnya, materi pengajaran tentang kebahagian. Secara umum yang berbahagia adalah orang yang kaya, memiliki fasilitas yang memadai, memiliki banyak materi dunia. Akan tetapi materi pengajaran Yesus tentang kebahgiaan berbeda dengan yang biasanya, yaitu orang yang berbahagia adalah orang yang miskin di hadapn Allah. Arti miskin di hadapan Allah akan dijelaskan dalam bab II. Materi pengajaran Yesus dalam fersi Matius sedikit berbeda dengan fersi Lukas. Akan tetapi penelitian ini terikat pada fersi Matius.
Beberapa buku tafsiran mengelompokkan materi pengajaran Yesus berdasarkan Matius 5:1-12 dalam delapan (8) ucapan bahagia. Dalam pembahasan ini, istilah yang dipakai adalah delapan (8) materi pengajaran Yesus yang berorientasi pada pendidikan karakter. Kedelepan materi itu berhubungan dengan kebahagiaan orang-orang yang percaya kepada Tuhan. Kualitas pemilihan materi sangat berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan, komponen tujuan dan materi serta komponen lainnya dalam pengajaran Yesus akan membentuk karakteristik unggul dari para murid dan pendengar pertama yang hadir dalam khotbah (ceramah) Yesus di bukit.
Selain materi pengajaran karakteristik unggul, ada pula penggunaan metode oleh Yesus. Metode yang dipakai Yesus Kristus dalam memberi pengajaran karakter adalah metode ceramah. Hal ini dapat di amati dalam Matius 5: 3-12. Ternyata metode ceramah yang dipakai oleh Yesus membantu pendengar pada waktu itu. Penulis Injil Matius menyatakan bahwa orang banyak hendak mendengar pengajaran Yesus (bnd. Mat. 5:1). Berdasarkan informasi Matius, dapat dipastikan bahwa ternyata metode ceramah yang dipergunakan Yesus disukai orang banyak (masih relevan) dengan konteks zaman itu. Orang banyak itu memutuskan untuk mendengar Yesus mengajar. Yesus walau memakai metode ceramah tetapi dapat didengar oleh orang banyak. Di sini membuktikan bahwa ada keunggulan dari metode ceramah.Aspek lain yang Yesus pakai dalam pengajaran kepada murid-murid adalah pemberian pujian yang tepat. Yesuspun memakai reword kepada murid-murid-Nya. Yesus dengan tulus dan tidak berlebihan dalam memberi pujian kepada para pendengar pada waktu itu. Kepada para murid, Yesus menyapa mereka dengan pujian: kamu adalah garam dan terang dunia(kamu ini berguna bagi sesamamu). Betapa hebat Yesus menggunakan pujian kepada murid-murid-nya sehingga murid-murid merasa bahagia.
Berdasarkan informasi di atas, mencari materi yang relevan dengan tujuan adalah sesuatu hal yang saling membahagiakan murid dan guru. Yesus menunjukkan perbuatan baik dalam pengajaran yaitu: merumuskan tujuan, memikirkan kegiatan tersruktur yang cocok dengan tujuan, memilih materi, menggunakan metode, mencari tempat untuk proses pendidikan karakter, mencari murid, memberi pujian yang tepat kepada murid merupakan kategori perbuatan baik dari sang guru yang pada akhirnya membentuk karakteristik unggul pada diri murid-murid, para murid menjadi penjala manusia sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan Yesus. Tujuan ini dibuktikan pada waktu Petrus berkhotbah dan 3.000 orang bertobat.
Dalam pengajaran yang berbasis karakter (perbuatan baik) sebagaimana yang disebutkan dalam Matius 4:19 dan Matius 5:1-12 terdapat teladan pendidikan karakter yang patut diteladani sehingga peserta didik yang diajar memiliki karakter unggul. Dalam pendidikan karakter unggul, Yesus menetapkan tujuan, memilih materi yang relevan, menggunakan strategi dan metode pengajaran berbasis karakter sehingga akhirnya mempengaruhi para murid dalam menampilkan karakter unggul dan berhasil dalam pelayanan. Pendidikan karakter ini memiliki pengaruh, oleh karena itu di Sekolah Tinggi Teologi para dosen harus memiliki perbuatan baik yang akan mempengaruhi karakteristik unggul mahasiswa S1. Keberhasilan pendidikan karakter juga tidak terletak pada retorika tapi pada keteladanan. Yesus tidak hanya sekedar retorika tetapi Yesus memberi teladan dalam pendidikan karakter unggul. Pendidikan karakter tidak berhasil jika hanya retorika. Suksesnya pendidikan karakter justru butuhketeladanan. "Tidak cukup membicarakan karakter bangsa, tetapi hanya sebatas retorika. Tidak sedikitpun tercermin dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari pemimpin bangsa. Padahal, pendidikan karakter itu efektif dengan keteladanan,"
Para dosen melakukan kegiatan mengajar tetapi lebih banyak pada kegiatan mengajar murni dan bukan mendidik. Para dosen cenderung memfokuskan pada kecerdasan intelektual. Sementara hasil penelitian membuktikan bahwa 20 % keberhasilan dalam kerja termasuk pelayanan dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual yang ditandai dengan nilai dalam bentuk angka baik kualitatif maupun kuantitatif (A = 90 -100, B = 80 -90, C = 70 -79).
Keberhasilan pendidikan yang diukur dari rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator masih dilaksanakan dalam format kecerdasan intelektual. Akibatnya mahasiswa nilainya bagus tapi bermasalah dalam karakter. Kecerdasan lain yang prosentasinya lebih besar yaitu 80 % pada kecerdasan emosional, khususnya pendidikan karakter yang sangat menentukan keberhasila kerja atau pelayanan mahasiswa di kemudian hari tidak terbangun secara baik dalam setiap perkuliahan. Semestinya mata kuliah apapun harus digandeng dengan pendidikan karakter.
Fokus pencapaian sebagaimana yang dikatakan di atas menyebabkan pendidikan di Indonesia dinilai mengutamakan ranking dari pada karakter. Oleh karena itu jangan heran bila ada ungkapan seperti ini: Sebagai orang tua, kita harus jeli dalam melihatkeunikan anak kita, jangan pernah tertipu dengan sistem ranking yang ada disekolah, karena itu hanya menilai aspek kognisi anak saja. Nilai raport, ranking, jangan disama artikan dengan nilai diri anak. Masih banyak nilai-nilai yang tidak tercantum dalam raport, nilai sosial, emosi, dan akhlak anak. Tetapi tentunya orang tua jangan sampai menumbuhkan persepsi bahwa prestasi di sekolah itu tidak penting. Yang perlu digaris bawahi adalah, mungkin dari segi pelajaran di sekolah, anak memang tidak mempunyai kemampuan yang lebih, akan tetapi bisa saja anak memiliki kemampuan yang membanggakan dibidang yang lain, olahraga, seni, tarik suara, dsb.
Apa yang dikemukakan di atas dapat dihubungkan dengan hasil penelitian David Coleman, yaitu 20 % keberhasilan anak dalam pekerjaan ditentukan oleh kecerdasan intelektual, sedangkan 80 % ditentukan oleh kecerdasan emosional. Dalam hal inilah maka dapat dikatakan bahwa Pendidikan karakter sangat penting dilaksanakan di setiap sekolah karena mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan peserta didik. ( Popham dan Baker,2005:41-50)
Selain itu, terdapat kecenderungan perumusan tujuan pengajaran tidak dipikirkan, direnungkan secara mendalam. Rumusan-rumusan tujuan pada setiap mata kuliah hanya sebatas perubahan kecerdasan intelektual, sedikit sekali pada karakteristik unggul.
Komunitas STT juga tidak hidup sesuai dengan perbuatan baik berdasarkan format Matius 4:19 dan Matius 5:1-12. Selalu memulai kegiatan pengajaran dengan tujuan, memikirkan kegiatan terstruktur yang relevan, merekonstruksi materi yang relevan dengan tujuan pendidikan karakter, pemilihan strategi dan metode sering menjadi masalah dalam proses pendidikan karakter.
Pendidikan karakter sebagaimana yang disebutkan dalam Matius 5:1-12 tepat dilakukan oleh warga Sekolah Teologi di Indonesia karena berbagai penyimpangan yang terjadi di Indonesia menyebabkan pemerintah melaui kementerian pendidikan merancang pendidikan karakter. Disini pendidikan karakter sedemikian urgen karena berbagai persoaln yang dihadapi di Indonesia.
Berdasarkan program pendidikan karakter yang sedang digalakkan di Indonesia sebagai suatu solusi untuk pemecahan masalah membawa bangsa kepada karakteristik unggul maka pendidikan karakter yang dilakukan Yesus yang disaksikan oleh Matius 4:19 dan Matius 5:1-16 perlu dilaksanakan oleh warga sekolah tinggi teologi, khususnya oleh para dosen dan mahasiswa.
Berbagai fakta dalam STT menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual memang baik tetapi sering menjadi masalah adalah pada kecerdasan emosional. Baru-baru ini seorang ketua STT menampar mahasiswa karena salah satu mahasiswa kedapatan menyimpan gambar yang kurang sopan di Hpnya. Ada pula pengakuan salah satu Puket III yang menangani bidang kemahasiswaan menyatakan bahwa sering terjadi masalah berkait dengan karakter mahasiswa Teologi yang tidak sesuai dengan harapan dalam pembinaan-pembinaan di STT. Ada yang ......., ada mahasiswa .........pergi ke kolam renang dan berenang bersama-sama, ada pula yang dipukul orang karena sikapnya tidak terpuji. Adanya keluhan-keluhan masyarakat di sekitar tempat kos mahasiswa ........
B. dentifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas peneliti mengindikasikan bahwa sebagian dosen STT di STT ........., STT … sebagai berikut:
Pertama, sebagian dosen masih menerapkan mengajar murni, bukan mendidik. Para dosen ini lebih banyak menitik beratkan kecerdasan intelektual dalam pelaksanaan proses pembelajaran atas mata kuliah yang diasuhnya. Akibatnya kurang pengaruh terhadap mahasiswa dalam hal pembangunan karakter unggul. Sementara Negara menggalakkan pendidikan karakter, terlebih lagi Yesus sendiri telah melaksanakan pendidikan karakter
Kedua, diindikasikan bahwa sebagian dosen tidak serius memikirkan secara sungguh-sungguh akan tujuan pengajaran, sedangkan Yesus sendiri telah menentukan dan menyampaikan tujuan itu kepada murid-murid yang pertama dipanggil menjadi murid-Nya. Perumusan tujuan mata kuliah dan tujuan pokok-pokok bahasan hanya sekedar mengikuti ketentuan yang berlaku. Yang dipentingkan adalah bagaimana menyelesaikan materi pelajaran, tujuan pengajaran yang berbasis karakter tidak terlalu Nampak dalam rumusan tujuan, indicator dan penekakanan pada proses pembelajaran.
Ketiga, diindikasikan bahwa kegiatan terstruktur yang dipakai dosen pun hanya sekedar berjalan untuk memenuhi persyaratan. Kegiatan yang terarah pada pembentukan karakteristik unggul tidak begitu ditekankan dalam pembelajaran. Pada hal Yesus memilih kegiatan-kegiatan terstruktur untuk mencapai tujuan pengajaran.
Ketiga, ada indikasi bahwa ada dosen yang memilih mataeri tidak sesuai dengan tujuan, khsusnya pendidikan karakter. Materi yang disajikan lebih banyak berhubungan dengan kecerdasan intelektual. Pada hal ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan intelektual sedikit sekali menentukan keberhasilan dalam kerja.Pemilihan materi tidak disesuaikan dengan pendidikan karakter.
Keempat, ada indikasi bahwa perumusan tujuan, memilih materi pendidikan karakter, memilih prosedur pengajaran tidak dipandang sebagai perbuatan baik yang bersumber dari pengajaran dan teladan Yesus. Sementara Yesus memberi teladan perbuatan baik dalam pengajaran berupa merumuskan tujuan, menyampaikan ke murid dan mencari materi pengajaran yang relevan, serta penggunaan strategi dan metode. Aspek-aspek komponen pengajaran ini tidak dipandang sebagai perbuatan baik yang akan mempengaruhi karakteristik mahasiswa S1 Teologi.
Kelima, ada indikasi bahwa kurangnya kesadaran akan betapa pengaruh perbuatan baik yang disampaikan dalam Matius 4:19 dan Matius 5:1-12 yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik unggul mahasiswa. Sedangkan isi Matius 5:1-12 merupakan ajaran Yesus tentang sejumlah karakteristik yang harus dimiliki para murid-Nya. Bila karakrteristik ini dimiliki maka akan mempengaruhi orang lain sehingga orang lain dapat memuliakan Tuhan.
Keenam, ada dugaan bahwa pendidikan karakter harus menjadi mata kuliah tersendiri sehingga dosen yang mengajar mata kuliah lain tidak perlu memikirkan dan melaksanakan pendidikan karakter. Karakter unggul mahasiswa bukan urusan dosen di ruang kuliah. Di ruang kuliah hanya terjadi mengajar.
Ketujuh, diduga sebagian dosen masih memilih paradigma bahwa penentu keberhasilan adalah kecerdasan intelektual, sehingga kecerdasan emosional yang didalamnya ada pendidikan karakter tidak diutamakan. Mahasiswa yang bermaslah dalam proses pendidikan hanya menjadi perhatian kemahasiswaa.
Kedelapan, diduga belum ada pemahaman yang baik akan fakta bahwa keteladanan lebih efektif mempengaruhi pendidikan karakter ketimbang sejumlah retorika tentang pendidikan karakter. Pendidikan karakter dianggap berhasil jika telah ditulis, telah diseminarkan, dan lain-lain.
C. Batasan Masalah
(dibuat pernyataan atau pertanyaan sesuai dengan variabel yang akan diteliti, Jika dua variabel penelitian maka batasannya berkenaan dengan dua variabel tersebut)D. Rumusan Masalah
Dapat dibuat dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan. Bila dua variabel maka rumusan malasahnya 1E. Tujuan Penelitian
Menjelaskan apa yang hendak dicapai dalam penelitian yang disesuaikan dengan jenis studi. Artinya bila penelitiannya adalah korelasi maka tujuan penelitian adalah mencari hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan terikat.
F. Pentingnya Penelitian
Menggambarkan tentang manfaat yang dihasilkan dari penelitian tersebut. Manfaat itu berupa manfaat teoritis dan praktis.