Anda sedang mencari kajian teori? Postingan ini tentang contoh Bab II Skripsi S.Pd dan S.Th. Dikatakan demikian karena kajian tentang topik "Kanon" dalam terminologi Iman Kristen. Bila Anda tertarik dengan topik kanon maka monggo, baca secara inspiratif, kreatif dan inovatif untuk menemukan sesuatu yang baru. Silakan baca selanjutnya.
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG KANON
1. Kanon
Munculnya ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran sehat mendorong gereja berusaha mencari ajaran standar yang dapat dipakai untuk menilai setiap ajaran yang muncul pada lingkungan gereja pada abad ke-2, khususnya pada pertengahan abad kedua. Para tokoh-tokoh gereja berusaha untuk menemukan ajaran sehat yang berasal dari ajaran Yesus yang ditulis dan diajarkan oleh murid-murid Yesus, dan mereka yang dekat dengan murid Yesus serta yang mengalami perjumpaan dengan Yesus seperti Paulus. Perjuangan pada proses kanon yang dipakai gereja mula-mula (30 – 590) dapat diperhaikan sebagai berikut.
2. Kanon Muratorian
Daftar kitab Perjanjian Baru yang pertama disusun oleh Gereja mula-mula adalah Kanon Muratorian. Nama Kanon Muratorian diambil dari nama seorang sejarawan dan pustakawan Italia. Menurut Willi Marxsen, “daftar tertua yang ada di tangan kita dari kalangan Gereja adalah Kanon Muratori yang tersusun pada parohan kedua dari abad II dan disimpan sebagai sebuah fragmen dalam sebuah naskah salinan dari abad VIII. la dinamai sesuai dengan nama seorang pustakawan Milano (Itali), L.A. Moratori, yang menemukan fragmen tersebut dan menerbitkannya dalam tahun 1740.
Naskah sebagaimana yang disebutkan di atas, menurut Tenney ditulis tidak lebih awal dari abad ke-7, tetapi isinya mungkin berasal dari pertiga terakhir abad ke-2, sekitar tahun 170. Dalam Kanon Muratorian hanyalah bagian dari karangan yang lebih panjang, karena itu isinya tidak lengkap. la dimulai dari tengah-tengah suatu kalimat, dan buku pertama yang disinggung adalah Lukas, yang disebut Injil ketiga. Injil Matius dan Markus dapat dipastikan bahwa mendahului Injil Lukas dalam daftar itu; diikuti oleh Yohanes dengan penyebutan yang jelas tentang Surat Pertama, Kisah Para Rasul, 1 dan 2 Korintus, Efesus, Filipi, Kolose, Galatia, 1 dan 2 Tesalonika, Roma, Filemon, 1 dan 2 Timotius, Yudas, 2 dan 3 Yohanes dan Wahyu.
Surat-surat dalam Perjanjian Baru yang belum dimuat dalam Kanon Muratorian adalah Surat Ibrani, 1 dan 2 Petrus, dan Yakobus, namun mencakup juga tulisan-tulisan Apokrifa, yaitu Hikmat Salomo dan Wahyu Petrus. Tentang tulisan Apokrifa itu, penulis fragmen Muratorian agak ragu-ragu mengenainya sehingga ia berkata, “Ada di antara kalian yang menganggapnya tidak layak untuk dibacakan secara umum di dalam Gereja”.
Menurut Lukas Tjandra, meskipun bagian awal kanon muratorian telah hilang, namun gulungan ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kitab-kitab Perjanjian Baru. Karena inilah kitab kuno pertama yang memandang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru itu setara adanya. Di depan Perjanjian Baru terdapat daftar isi Perjanjian Lama dan secara resmi menerangkan akan perbedaan Alkitab dengan karangan fiktif.
Jadi, Kanon Muratorian memberikan daftar sementara kepada Gereja mula-mula tentang kitab-kitab Perjanjian Baru yang diakui sebagai kitab-kitab kanonik.
3. Ireneus
Ireneus adalah seorang uskup di Lyon (Perancis Selatan). Dia adalah salah seorang dari bapak-bapak Gereja yang berjuang untuk memerangi ajaran-ajaran sesat. Tentang hal itu Lukas Tjandra menyatakan, “Di akhir abad ke-2 di antara bapak-bapak Gereja, Ireneus adalah pemimpin yang menonjol, dia adalah uskup dari kota Lyon, seumur hidup ia berjuang dalam memerangi ajaran-ajaran palsu, mendebat ajaran Bidat”. Menurut Th. van den End, “Salah seorang teolog yang paling keras melawan Gnostik (bidat) ialah uskup Ireneus dari Lyon. Ia menulis karya: 'Penyingkapan kedok dan sanggahan terhadap pengetahuan pura-pura' (kira-kira tahun 180 M.).”
Menurut M.E. Duyverman, Ireneus banyak menggunakan dan mengutip keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-surat Paulus (kecuali Filemon), 1 Petrus, 1 dan 2 Yohanes dan Wahyu dalam setiap tulisannya. Namun Surat Ibrani tidak ada dalam tulisan Ireneus. Artinya Ireneus tidak mengutip surat Ibrani, Yakobus, 2 Petrus dan Yudas.
Jadi, pada akhir abad kedua, Ireneus sebagai pemimpin Gereja (uskup) membuat daftar kitab-kitab Perjanjian Baru dengan mengutip kitab-kitab itu dalam tulisan-tulisannya.
4. Tertullianus
Menurut Lukas Tjandra, Tertulianus adalah pemimpin Gereja di Kartago. Dia pernah mengutip ke empat Injil, tiga belas surat Paulus, 1 Yohanes, 1 Petrus, Yudas, dan Surat Ibrani yang menurutnya ditulis oleh Barnabas.
Semnatara itu menurut Tenney, “Tertullianus dari Kartago (sekitar tahun 200) mengutip seluruh Perjanjian Baru kecuali Filemon, Yakobus, serta II dan III Yohanes. Seperti Ireneus ia mengutip bukan sekedar sebagai suatu gambaran melainkan sebagai suatu bukti kebenaran. Dengan mengaku bagi Gereja “dokumen lengkap dari kedua perjanjian”, ia menyatakan bahwa ada “Perjanjian Lama” dan “Perjanjian Baru”.
Jadi, pada masa Tertullianus, ia telah mengutip hampir seluruh kitab Perjanjian Baru untuk memberi bukii kebenaran bahwa kitab-kitab itu adalah Firman Allah.
5. Klemens Alexandrianus
Menurut M.E. Duyverman, Klemens Alexandrianus adalah salah seorang teolog dari Mesir. Ia juga banyak memakai kitab-kitab Perjanjian Baru dalam profesinya sebagai kepala sekolah. Seperti dikemukakan Duyverman, “Selaku kepala sekolah 'guru agama', mungkin ia mempergunakan lebih banyak daripada yang biasa dipakai di dalam Gereja. Dari kitab-kitabnya kita mengetahui bahwa ia mengakui keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-surat Paulus dan Ibrani, Wahyu”.
Jadi, Klemens Alexandrianus juga turut mengakui kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab kanonik. Ia memakai hampir seluruh kitab-kitab Perjanjian Baru dalam tulisan-tulisannya.
6. Origenes
Setelah memasuki abad ke-3 umumnya kitab-kitab Perjanjian Baru diakui dan diterima oleh Gereja mula-mula sebagai kanon, kecuali tujuh kitab, yaitu: Surat Yakobus, 2 Petrus 2 dan 3 Yohanes, Yudas dan Wahyu Yohanes. Ketujuh kitab ini masih diragukan oleh sebagian orang.
Pada masa itu juga seorang teolog besar dah ahli Alkitab dari Kota Kaisarea, bernama Origenes mengakui dan menerima sebagian besar kitab-kitab Perjanjian Baru. Tentang hal ini Lukas Tjandra menyatakan, Pada masa itu (awal abad ke-3), orang yang paling berpengaruh terhadap Gereja adalah Origenes dari Alexandra (Kaisarea), juga memberikan tafsiran terhadap setiap kitab dalam Alkitab, dia telah secara sah menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru yang kita pakai sekarang, meski masih sedikit meragukan Surat Yakobus, 2 dan 3 Yohanes, 2 Petrus.
Kemudian Halley menyatakan bahwa Origenes (185-254) yang telah menjelajahi negeri-negeri jauh serta berpengetahuan luas, dan yang telah mempersembahkan hidupnya untuk penyelidikan Alkitab, mengakui dan menerima ke-27 kitab dalam Perjanjian Baru sebagaimana kita miliki sekarang, sekalipun ia tidak mengenal penulis Surat Ibrani dan meragukan Surat Yakobus, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes.
Selain itu, Bruggen menyatakan bahwa menurut banyak buku pedoman, dari catatan Origenes terbukti bahwa Gereja-gereja dalam masanya masih terlibat dalam pembahasan yang bersemangat mengenai diterima tidaknya beberapa kitab yang sekarang dimuat dalam Kanon Perjanjian Baru. Sehingga ada pendapat bahwa Origenes telah membagi kitab-kitb yang menjadi pokok pembahasan itu dalam tiga bagian, yaitu: (1) kitab-kitab yang sudah diterima umum; (2) kitab-kitab yang ditolak umum; dan (3) kitab-kitab yang (masih) dipermasalahkan. Pembagian kitab itu, menurut Bruggen bahwa tidak benar dilakukan oleh Origenes karena Origenes tidak menyebutkan keragu-raguan gerejani mengenai inspirasi beberapa kitab tertentu. tetapi hanya ada catatan tentang perbedaan pendapat antara para teolog mengenai hal yang berkenaan dengan penulis beberapa kitab tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa Origenes penyusim Kanon Perjanjian Baru terus berjalan, tetapi kitab-kitab yang dikategorikan sebagai kanon (kitab-kitab yang tidak diragukan) sudah semakin mantap.
7. Eusebius
Pada awal abad ke-4 seorang tokoh sejarah Gereja dari Kaisarea yang bernama Eusebius, turut memberi sumbangsih dalam penyusunan Kanon Perjanjian Baru. Tentang ahli sejarah ini, Bruggen menyatakan, Sebagai ahli sejarah, pada saat yang tepat Eusebius ... memperkenalkan tiga pembagian (kitab Perjanjian Baru), di mana dia menyebutkan secara berturut-turut: (l)kitab-kitab yang tidak dipermasalahkan, (2) kitab-kitab yang dipermasalahkan, dan (3) kitab-kitab yang palsu.
Lukas Tjandra merinci informasi di atas dengan menyatakan bahwa setelah Eusebius melalukan perjalanan keliling guna meneliti pendapat dari masing-masing Gereja, maka dia membagikan Alkitab Perjanjian Baru menjadi empat kategori, yaitu: (1) Kitab-kitab yang diakui secara umum oleh semua Gereja, yang mencakup: empat Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Paulus, 1 Yohanes, 1 Petrus, dan Wahyu. (2) Kitab-kitab yang masih diragukan oleh sebagian orang, karenanya masih perlu dipertimbangkan adalah: Yakobus, Yudas, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. (3) Kitab-kitab Apokrifa yang bermasalah, termasuk: Acts of Paul, Shepherd of Hermas, Apocalypse of Peter, Epistle of Barnabas, Teaching of Twelve Apostles. (4) Kitab-kitab Bidat, yaitu kitab-kitab yang sama sekali ditolak, seperti: Gospel of Peter, Gospel of Thomas, Act of Andrew, Act of John, dan Iain-lain.
Jadi, beberapa kitab Perjanjian Baru yang masih diragukan adalah bagian dari kitab-kitab kanonik. Hanya saja diragukan karena kurang terkenal secara meluas di seluruh wilayah Gereja mula-mula. Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana status kitab-kitab yang diragukan itu, dapat dipahami dalam pembahasan tahap pemantapan Kanon Perjanjian Baru berikut ini.
Baca Juga:
1. Masalah Penelitian tentang Kanon