BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alkitab adalah Firman Allah demikian keyakinan orang Kristen. Alkitab adalah Firman Allah karena diwahyukan oleh Allah kepada para penulis Alkitab. Isi Alkitab sangat berpengaruh untuk perubahan kehidupan manusia. Alkitab berpengaruh bagi kehidupan manusia karena Alkitab adalah sumber kebenaran. Karena sumber kebenaran maka kebenaran isi Alkitab mampu membentuk pola kehidupan seseorang. Alkitab. Menurut R.C. Sproul: “ (1997) Alkitab disebut Firman Allah oleh karena pengakuan dari Alkitab yang menyatakan bahwa penulis tidak sekedar menyatakan pemikiran mereka. Perkataan mereka diinspirasikan oleh Allah. Rasul Paulus menulis: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim. 3:16).
Alkitab terdiri atas 66 kitab. Selanjutnya kitab ini disebut Kanon yang mengatur atau menilai ajaran dan etika manusia. Berdasarkan Kanon, Gereja memiliki standar kebenaran. Standar kebenaran inilah yang menjadi kanon Gereja untuk menilai apakah kehidupan seseorang, ajaran seseorang sesuai dengan ajaran sehat (Alkitab). Tentu terbentuknya 39 kitab dalam Perjanjian Lama dan 27 kitab dalam Perjanjian Baru merupakan suatu proses sejarah. Artinya kitab-kitab dalam Alkitab memang diwahyukan Allah kepada manusia dan itu berlangsung dalam sejarah.
Sebelum Gereja (pengikut Yesus Kristus) lahir dan dimulai dari Yerusalem hingga berpengaruh ke seluruh dunia, Perjanjian Lama sudah ada. Yesuspun menggunakan Perjanjian Lama. Oleh karena itu Gereja perdana menerima Perjanjian Lama sebagai bagian dari kitab suci Gereja. Selanjutnya gereja mengumpulkan tulisan-tulisan para rasul yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Baru. Dalam proses pengumpulan tulisan-tulisan para rasul yang mendengar secara langsung pengajaran Yesus dan juga rasul-rasul yang mengalami perjumpaan dengan Yesus seperti rasul Paulus. Tulisan-tulisan itu diyakini merupakan wahyu artinya Allah menggerakan para penulis Perjanjian Baru untuk menulis apa yang diajarkan, dilakukan Yesus. Dalam proses pengumpulan dan pengakuan kewibawaan kitab suci Perjanjian Baru, muncul apa yang disebut dengan kitab-kitab non kanonik sehingga tidak dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru. Hal ini tentu memberi pertanyaan pada kelompok-kelompok tertentu. Kelompok-kelompok itu mempertanyakan mengapa hanya 27 kitab yang diakui dan diterima sebagai Kanon Perjanjian Baru?. Kelompok-kelompok yang dimaksud sebagaimana yang dikemukan oleh seorang teolog Teologi Sistematik yaitu Thiessen (1997:93). Kelompok ini mempertanyakan keabsahan kitab-kitab tertentu untuk ditempatkan dalam kanon Alkitab.
Jika demikian apakah 27 kitab Perjanjian Baru sudah cukup untuk menjadi Kanon Gereja? Apa konsekwensinya kalau ada kelompok Kristen yang menyatakan bahwa 27 kitab belum cukup seperti yang dikemukakan oleh kelompok-kelompok atau sempalan Kristen yang meragukan keabsahan kitab suci. Hal ini dapat diperhatikan dalam pernyataan Williamson sebagaimana yang dikemukakan dalam buku Thiessen (1997). Ada pula yang menyatakan bahwa kitab suci yang mereka miliki itu sama dengan Alkitab seperti yang dilakukan penganut Mormon yang menyatakan bahwa Buku Mormon itu sama dengan Alkitab (Thiessen, 1997:93)
B. Idenitifikasi Masalah Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Batasan Masalah
C. Pentingnya Penelitian
Baca Juga:
1. Contoh Bab I
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.