JUDUL PENELITIAN: IMPLEMENTASI KECERDASAN MAJEMUK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DI SEKOLAH DASAR
Sambil MEnanti Google Adsense, aku beri peluang kepada informasi berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Realitas ini mendapat perhatian secara ilmiah oleh Howard Gardner seorang psikolog yang fokus pada psikologi perkembangan. Salah satu hasil teorinya yaitu kecerdasan majemuk atau multiple intelegenci. Temuan ini tentunya memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam berbagai bidang kehidupan manusia, khususnya bidang Pendidikan, termasuk Pendidikan Agama Kristen.
Kecerdasan majemuk tersebut meliputi: kecerdasan berbahasa, musik, logika- matematika, spatial, kinestetis-tubuh, intrapersonal, interpersonal, naturalis, eksistensial. Beberapa kecerdasan ini ada pada peserta didik. Untuk itu maka pendidik Kristen perlu berusaha mengembangkan kecerdasan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan yang dapat dikemukakan disini yakni: apakah kecerdasan majemuk pada anak dapat dibentuk atau sebuah warisan genetika? Jawaban terhadap pertanyaan ini tentu berbeda-beda. Suhartin, menyatakan: “berdasarkan penyelidikan ara Prikolog modern, membuktikan bahwa kecerdasan dapat ditanamkan. Penanaman kecerdasan harus pada waktu yang tepat, paa waktu lahir, gerakan-gerakan anak selalu merupakan gerakan reflex, seperti menggerakkan tangan dan kaki, berkedip,menyusu dan sebagainya”(Suhartin, 1980:73) Selanjutnya menurut James W. Prescott Cs, dalam R.I. Suhartin, menyatakan bahwa “pertumbuhan bayi setelah lahir, yang lebih dahulu ternyata otaknya.Pada waktu lahir berat otak bayi, 350 gram dan mencapai 900, ketika anak itu berumur 14 bulan. Dengan demikian disimpulkan bahwa berat otak bayi mencapai 80 % dari otak orang meningkatkan dewasa” (Suhartin, 1980:75).
Bila kecerdasan anak dapat dibentuk maka bagaimana cara membentuk kecerdasan anak? Riset literatur memberi informasi bahwa ada tiga (3) cara meningkatkan kecerdasan anak, yaitu (1) merangsang pikiran, caranya melalui benda-benda yang berwarna terang atau cerah, benda yang digerakkan kesana-kemari, bayi akan mengikuti dengan mata atau kepalanya. (2) Pelajaran bahasa, kekayaan bahasa kepada anak ditunjukkan dengan nama barang-barang yang ada di rumah, selanjtnya nama-barang-barang yanag ditemui di jalan.(3) Persiapan membaca, anak-anak dapat diiming-imingi bacaan yaitu, buku yang bergambar indah. Bila anak telah agak besar (4 tahun) anak dpat diperkenalkan nama-nama huruf (metode yang digunakan adalah metode suara) (Suhartin, 1980:75-76).
Tiga cara tersebut di atas dapat dipakai oleh orangtua atau Pendidikan Kristen untuk meningkatkan kecerdasan pada anak, bila di sekolah disebut. Oleh karena itu pendidik Kristen dapat berusaha secara ilmiah untuk mengetahui tingkat kecerdasan dan kemampuan peserta didiknya serta berusaha membimbing, mengajar peserta didik sesuai dengan kecerdasan mereka.
Akan tetapi masalah yang terjadi yakni diduga Guru Pendidikan Agama Kristen kurang memahami secara baik teori kecerdasan majemuk peserta didik sehingga pengelolaan kelas berlangsung kurang efektif. Selain itu pemilihan metode belajar yang dipakai juga kurang sesuai dengan kecerdasan peserta didik. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen menjadi tidak produktif. Akibatnya Guru Pendidikan Agama Kristen kurang memotivasi peserta didik berdasarkan kecerdasan majemuk peserta didikn dan mengembangkan kemampuan atau kecerdasannya.
B. Identifikasi Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah kali ini adalah:
1. Bagaimana mengembangkan kecerdasan majemuk peserta didik?
2. Bagaimana pemahaman Guru Pendidikan Agama Kristen tentang kecerdasan majemuk?
3. Bagaimana pengaruh penerapan kecerdasan majemuk dalam proses Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen?
4. Bagaimana implementasi kecerdasan majemuk dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Dasar?
C. Fokus Penelitian
Mengingat banyak masalah di sekitar kecerdasan majemuk maka fokus/batasan penelitian hanya pada implementasi kecerdasan majemuk dengan efektivitas proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yakni mencari tahu ada tidaknya hubungan implementasi kecerdasan majemuk dengan efektivitas proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen.
E. Pentingnya Penelitian
Pentingnya penelitian ini dapat dijabarkan dalam beberapa kemanfaatan, yaitu untuk guru Pendidikan Agama Kristen agar mengenal kecerdasan peserta didik dan berusaha mengajar sesuai kecerdasan tersebut. Sementara bagi peserta didik, pembelajaran Agama Kristen sesuai kecerdasan akan membuat mereka lebih suka belajar Pendidikan Agama Kristen. Untuk lembaga pendidikan, penelitian ini memberi kontribusi pengembangan disiplin ilmu psikologi pembelajaran.
BAB II
KAJIAN TEORITIS MULTIPEL INTELIGENSI
A. Pengertian Multiple Intellegence
Multiple Intellegence terdiri dari beberapa dua suku kata yaitu Multiple dan Intellegence. Jika dilihat arti secara kamus, maka kata multiple dapat berarti, “penggandaan, banyak atau lebih dari satu”. Kata intellegence berarti, “cerdas, kecerdasan atau intelegensi” John M. Ecols dan Hassan Shaddily:388, 3261). Maka dari kedua kata tersebut jika digabungkan, akan mengandung arti baru yakni dimana kata Multiple Intellegence mengandung arti, “kecerdasan ganda, kecerdasan majemuk atau multi talenta”.
Multiple Intellegence sebagaimana yang diartikan di atas merupakan suatu teori dalam psikologi perkembangan yang dapat diimplikasikan dalam berbagai bidang, khususnya pada pendidikan. Teori Multiple Intellegence merupakan suatu penemuan salah seorang Direktur Projeck Zero di Harvard Graduate School of Edyang bernama Howard Gardner dan melaluinya dapat dilihat bahwa peserta didik memiliki banyak aspek kecerdasan yang harus terus menerus dikembangkan.
Multiple Intellegence jika dilihat arti secara kamus, maka kata multiple dapat berarti, “penggandaan, banyak atau lebih dari satu” ohn. Kata intellegence berarti, “cerdas, kecerdasan atau intelegensi” (Kamus Bahasa Inggris oleh M. Ecols dan Hassan Shaddily, 388, 3261).
Berdasarkan arti kamus tersebut di atas maka multiple intellegence dapat diartikan “kecerdasan ganda/kecerdasan majemuk/multi talenta”. Jadi, multiple intellegence adalah sejumlah kemampuan atau kecerdasan dalam diri anak dengan indikator: kecerdasan berbahasa, musik, logika- matematika, spatial, kinestetis-tubuh, intrapersonal, interpersonal, naturalis, eksistensial.
B. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Peserta Didik
Apakah kecerdasan majemuk pada setiap peserta didik dapat dikembangkan? Jawabannya yakni kecerdasan dapat ditingkatkan dan diperluas, setiap orang dapat mengeksresikan kecerdasannya dengan berbagai cara, karena setiap orang mempunyai kemampuan dan kombinasi kecerdasan yang berbeda-beda. Ada yang memiliki IQ yang tinggi, ada yang pandai bernyanyi, pandai melukis ataupun pandai berhitung. Menurut penelitian Dr. Daniel Golleman dari Amerika mengatakan. “Keberhasilan seeorang dipengaruhi oleh 20% IQ (Intelectual Quotien atau Intelectual Intellegence dan 80% EQ (Emosional Quotien atau Emotional Intellegence) serta SQ (Spritual Quotien atau Spritual Intellegence)”( Jarod Winajarko: 10)
Sebelumnya orang mengira bahwa keserdasan itu merupakan warisan, tetapi sebenarnya itu merupakan pemikiran yang keliru, seperti pada pembahasan sebelumnya, bahwa berdasarkan penelitian para ahli, sebenarnya kecerdasan itu dapat ditanamkan, dengan berbagai cara bukan saja sejak masa bayi, tetapi dapat diterapkan pada saat bayi itu masih dalam kandungan. Misalnya, membunyikan alat music seperti tape, radio atau dengan mendendangkan sebuah pujian. Dengan demikian dapat merangsang bayi yang ada di dalam kandungan untuk bergerak, sehingga pada waktu janin yang dalam kandungan itu lahir, maka ia akan mengalami perkembangan dengan hasil IQ an setelah empat bulan IQ akan bertambah. Menurut Benyamin S. Bloom, dalam bukunya: Stabulity and Change in Human Characteristic” mengatakan dalam hasil penyelidikannya yang paling penting adalah yang pertama bahwa pertumbuhan intelegensi yang paling cepat terjadi pada tahun pertama. Kedua pada waktu anak berumur empat tahun telah memiliki inteligensi 50% dari inteligensi yang bakal dimilikinya waktu ia telah dewasa”(Suhartin, 2004:74)
Dari pandngan Bloom dapat disimpulkan bahwa anak yang bertumbuh dan berkembang akan memiliki perkembangan secara intelektual, oleh karena itu anak-anak tersebut senantiasa perlu dibimbing agar tingkat kecerdasannya terus mengalami perkembangan yang positif.
Jika dilihat dari factor psikologis yang terdiri dari minat, motivasi, perhatian, berpikir (ingatan atau lupa) dan kecerdasan. Kecerdasan adalah salah satu factor yang menentukan berhasil atau tidaknya peserta didik dalam mengajar. Masa pendidikan di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar merupakan pengalaman belajar bagi subjek yang belajar. Dalam prakteknya, ada akibat jika anak yang berusia muda dipaksakan untuk mempelajari suatu pengetahuan diluar jangkauan kematangan psikis dan mentalnya. Menurut Halgard bahwa, “daya kecerdasan seseorang meningkat mencapai usia 20 tahun sampai 30 tahun, kemudian akan menurun paa usia 30 tahun sampai 60 tahun, dan akan lebih menurun lagi pad usia 60 tahun sampai 80 tahun,menurun sejalan dengan mundurnya seseorang di usia tuanya.
Ada beberapa panadangan dari para ahli mengenai Multiple Intelegence, yaitu:
1. Menurut Termann, intelligence atau kecerdasan adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Maksudnya adalah kecerdasan seseorang itu tidak berwujud
2. Menurut Thorndike, intelligence atau kecerdasan adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu, dengan pernsangan tertentu. Artinya adalah peserta didik Mmpu menghubungkan kegiatan belajar mengajar tertentu, dengan dorongan tertentu atau adannya respon
3. Menurut Spearman menjelaskan intelligence sebagai hasil perpaduan antara factor umum dan sejumlah factor khusus. Faktor yang dimaksud oleh Spearman adalah pembawaan, kematngan, pembentukan, minat.
4. Menurut Thurstone, intelligence atau kecerdasan merupakan kombinasi dari beberapa kemampuan dasar yaitu: bilangan, ingatan, kelancaran kata, kecepatan dan kelancarn dalam mengamati, penggunaan bahasa, , memecahan problem, pengamatan ruang.
Ketujuh hal ini dimiliki oleh setiap peserta didik, tingga dalam pengembangannya. Guru dituntut untuk membimbing para peserta didik dan memotivasi mereka dalam meningkatkan kecerdasan para pesert didik.
• Menurut Guilford, intellegensi merupakan perpaduan dari banyak factor khusus, hamper mirip dengan Spearman, yang membedakan adalah Spearman menggabungkan factor umum dan factor khusus
• Menurut Weschler, intelligence adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri.
Jadi dari keenam pandangan ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Intellegence adalah factor total
b. Intellegence adalah kemampuan yang abstrak tetapi dapat dilihat dari tingkah laku.
c. Perbuatan Intelegensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir.
d. Kemampuan untuk bersikap dan berpikir kritis terhadap diri sendiri.
e. Kemampuan untuk mencapai tujuan yang optimal.
Menurut Howard Gardner, psikolog yang terlibat dalam Harvad’s Project Zero (mempelajari perkembangan kognitif anak rata-rata, menonjol dan mengalami kerusakan otak). Teorinya mengenai Multiple Intellegence dalam bukunya yang berjudul “Frames of Mind (susunan pikiran) menyajikan hasil penelitiannya yang luas dan mendokumentasikan teori multiple Intellegence cross cultural atau lintas budaya”.
Didalamnya diidentifikasi tujuh macam keceradan yaitu:
a. Viasual-spasial
b. Fisik-kinestetik
c. Verbal-linguistik
d. Musical
e. Logis-matematis
f. Intrapersonal (pemahaman diri)
g. Interpersonal (pemahaman individu lain (Yovan, 2008:74)
Konsep Multiple Intellegence dari Gardner ini berorientasi pada produkan isi, karena kecerdasan bukan tujuan akhir pada diri sendiri, focus pelajaran adalah pemahaman (understanding), pengembangan potensi dan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi dunia di luar kelas.
Multiple Intellegence dan Learning Styles merupakana dua proses pembelajaran yang berbeda. Kalau Learning Styles mengakui peserta didik sebagai kinestetik, tidak sama dengan Multiple Intellegence yang melakukan peserta didik sebagai kinestetik, tidak sam dengan Multiple Intllegence yang melakukan pesertaa didik secara bermakna sebagai pelajar yang Visual-verbal atau Bodily-kinestetik. Gardner menekankan intelegensi merupakan sesuatu yang dapat dan harus dikembangkan (Yovan P. Putra, 2008:76).
3. Implementasi Multiple Intellegence dalam Pembelajaran PAK
Proses pembelajaran bagi setiap peserta didik dengan implementasi Multiple Intellegence:
a. Kegiatan awal. Dimaksudkan untukmemberikan motivasi kepada peserta didik untuk memusatkan perhatian dan pengetahuan peserta didik terhadap bahan yang akan dipelajari.
b. Apersepsi (penilaian kemampuan awal), tujuannya untuk mengetahui sejauh maa peserta didik mempunyai kemampuan menangkap materi sebelumnya.
c. Menciptakan kondisi belajar awal, baik itu semangat belajar melalui bimbingan guru kepada peserta didik dan suasana belajar yan demokratis, untuk mendorong peserta didik berkreatif dan mengembangkan keunggulannya.
1. Kegiatan Inti:
Tujuannya yaitu untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, berkaitan dengan bahan pelajaran yang bersangkutan. Kegiatan ini kurang lebih mencakup:
a. Penyampaian tujuan pembelajaran
b. Penyampaian materi dengan endekatan metode
c. Sarana dan media yang sesuai dengan nateri hari itu
d. Pemberian bimbingan untukmeningkatkan pemahaman peserta didik
Selanjutnya melakukan pemeriksaan atau pengecekan terhadpa pemahaman peserta didik. Dalam proses pembelajaran peserta didik dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a. Pembelajaran klasikal digunakan apabila materi lebih bersifat fakta, atau formatif, untuk memberikan informasi atau pengantar dalam pembelajaran, sehingga cenderung menggunakan metode cramah dan Tanya jawab. Penekanan utama dalam pembelajaran alah seluruh anggota kelas. Tindakan pembelajarannya adalah menciptakan tertib belajar, suasana senang.
b. Pembelajaran kelompok. Materi pembelajarannya lebih menekankan konsep atau seb pokok bahasan, sekaligus mengembangkan aktivitas social, sikap, nilai, kerja sama, dan aktifitas dalam pengembangan masalah (Majid,106) Pada proses pembelajarn ini guru memberikan bimbingan kepaa setiap angota kelompok, tujuannya adalah kerjasama tim, dalam pembelajarannya guru dapat berperan sebagai pemberi informasi, setelah peserta didik memahami guru sebagai fasilitator, kemudian mengevaluasi program pembelajaran.
c. Pembelajaran Individu, dimana dalam kegiatan belajar mengajar guru menitik beratkan paa bantuan atau bimbingan kepada setiap individu. Artinya setiap individu belajara di kelas dan guru yang memberikan bimbingan secara langsung. Dalam proses pembelajaran ini, siswa dituntut untuk mampu mengerjakan tugasnya sendiri sesuai kemampuan masing-masing. Implikasi pembelajaran ini adlah guru harus memberikan perhatian dan pelayanan secara individu, sebab setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda. Tujuan dari pembelajaran individu adalah: “memberikan kelulusan kepaa setiap peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan daya berpikirnya, karena daya tangkap setiap peserta didik berbeda-beda. Selain itu juga untuk mengembangkan kemampuan setiap individu secara optimal”(Dimyati: 162).
Setiap anak multiple intelligence memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, aya tangkap yang baraneka ragam dan mereka juga memiliki pemahaman dan pendapat yang bervariasi. Semakin berkembangnya kurikulum di Indonesia, guru memiliki peran yang semakin produktif dalam menddik peserta didiknya. Oleh karena itu penyususnan rangkaian pembelajaran yang baik akan mendukung kegiatan belajar mengajar. Berikut ini bentuk karakteristik kurikulum PAK:
- Kompetensi (umum) serangkaian ketrampilan atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai yang dimiliki individu setelah dididik an dilatih melalui pengalaman belajar.
- Sasaran utama (Sekolah Dasar), bukan menghasilkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan sebanyak-banyaknya (kognitif), tetapi memiliki serangkaian keterampilan dan kemampuan serta memiliki sikap nilai penting yang tidak hanya untuk melanjutkan kemampuan pada tingkat selanjutnya.
-Dalam proses belajar mengajar, bukan belajar apa yang harus dipelajari (learning what to be learn), tetapi belajar bagaimana (learning what to learn)
-Pendekatan. Dialogis partisipis dan belajar aktif (aktif learning approach)
-Upaya ang dilakukan pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat dan penguasaan ilmu pengetahuan alam
Penerapan kurikulum bagi pengembangan multiple intelligence, sangat tepat dalam mewujudkan model PAK yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai Kristiani. Pelaksanaan PAK dalam kurikulum sebelumnya didominasi oleh doktrin agama yang mengutamakan aspek kognitif, karena diarahkan pada pemahaman dan penanaman nilai-nilai Kristiani. Kurikulum PAK bukanlah standar moral yang megikat peserta didik, tetapi bimbingan dalam pengenalan akan Tuhan. Fokus kurikulum adalah pusat kehidupan manusia. Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, peserta didik diperkenalkan pada hakekat Allah dan prespektif hubungan Allah dengan manusia. Tujuannya dlah memahami Allah yang dimulai dari diri, keluarga, teman,lingkungan sekolah dan masyarakat.
Gaya belajar adalah kunci utama mengembangkan kinerja dalam pekerjaan di sekolah dalam situasi antar pribadi. Variable yang mempengaruhi gaya belajar. Menurut Rita Dunn yang dikutip oleh Dra. Endang S. Hartarto, dalam diktatnya berbicara tentang factor fisik, emosional, sosiolog dan lingkungan. Ada dua kategori tentang belajar:
a. Bagaimana menyerap informasi dengan mudah
b. Cara mengatur dan mengelola informasi
Gaya belajara seseorang adlah kombinasi arimana dia mengatur serta mengelola informasi. Dengan mempelajari bagaimana cara belajar orang lain, maka akan dapat membantu guru memperkuat hubungan dengan peserta didik.
Diketahui bahw proses pengajaran kepada peserta didik yang multiple intelligence adalah haal sulit tetapi sudah merupakan tanggungjawab guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Menurut Gardner, “proses mengajarkan kecerdasan dimulai dengan reorganisasi system sekolah, Gaerdner berbicara mengenai siswa yang menjanjikan , yang berbakat mnengenali kecerdasannya (Gardner, 173).
Agar proses pembelajaran dpat berjalan dengan baik, maka hal-hal yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut:
a. Guru menguasai bahan ajar atau pelajaran
b. Pengelolaan program belajar-mengajar, dimana guru menganl kemampuan setiap pesertta didik menurut tingkat kecerdasannya.
c. Mengelola kelas, guu mampu mengkondisikan kelas, apabila menghadapi peserta didik yang mempunyai karakter dan tingkat kecerdasan yang berbedaa-beda.
d. MPenggunaan media atau sumber, setelah guru memahami kemampuan peserta didik msks guru mampu menerapkannya secara seimbang.
e. Guu dapat mengelola interaksi-interaksi hasil belajar
f. Guru menilai perkembangan intelektual peserta didik, apakah mengalami kemajuan dalam pembelajaran.
Baca Juga Artikel:
1. Metodologi Kualitatif
Sambil MEnanti Google Adsense, aku beri peluang kepada informasi berikut:
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.