Beberapa pokok yang dibahas dalam bab ini: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Definisi Istilah, dan Sistematika Penelitian. Setiap pokok itu dijelaskan sebagai berikut.
A. Latar Belakang Masalah
Gereja Pentakosta memiliki pengaruh perkembangan yang signifikan di dunia. Pengaruh ini tentu karena karya Allah Tritunggal dalam diri anggota gereja Pentakosta, khususnya semangat penekanan kepenuhan Roh Kudus atau pengalaman dipenuhi Roh.
Dalam sejarah Pentakosta, kelahirannya dihubungkan dengan pergumulan spiritualitas pada masa lampau, yaitu pengamatan atas fakta daam kehidupan gereja kala itu terjebak kepada formalisasi, doktrinisasi dan pemetodean penghayatan iman kepada Yesus Kristus serta kurangnya pengalaman yang dinamis dengan Roh. Pengalaman dinamis yang dimaksud yaitu penghayatan akan firman TUHAN, pengalaman yang hidup, kesederhanaan, spontanitas, serta komitmen untuk mewujudnyatakan Firman TUHAN dalam kehidupan sehari-hari. Inilah roh atau spiritualitas Pentakostal. Jadi, dalam gereja Pentakosta, spiritualitas merupakan cirri yang melekat dan selalu menjadi indicator mengenal pentakostalisme.
Di atas telah dideskripsikan bahwa pada awal gerakan Pentakosta, penekanan utama adalah pada aspek praktis dari firman TUHAN yang dibaca, didengar dan direnungkan, ketimbang formulasi doktrin tentang isi kepercayaan. Dengan demikian yang diutamakan adalah pengalaman pada karya Rohkudus, penekanan pada kepenuhan Roh Kudus atau pengalaman baptisan Roh berimplikasi pada bahasa Roh. Bahasa Roh yang dimaksud disini seperti Kisah Para Rasul 2 dan I Korintus 14.
Dalam kasus kepenuhan Roh yang diceritakan dalam Kis 2, para murid Yesus dan orang-orang yang berkumpul bersama mereka di Yerusalem menggunakan bahasa yang dimengerti tetapi tidak dipelajari sebelumnya. Mereka mengalami kemampuan berbicara dalam bahasa lain karena pencurahan Roh Kudus. Kemudian dalam Korintus (lihat I Korintus 14), anggota jemaat mendapat karunia berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti. Kasus ini berbeda dengan kasus di Yerusaem. Selanjutnya dalam gerakan Pentakosta, gerakan ini disebut “Bahasa Roh”.
Bahasa Roh yang ditekankan dalam gerakan Pentakosta, telah diwariskan atau dipraktikkan gereja Pentakosta di berbagai tempat di dunia ini, khususnya di Indonesia. Pengalaman itu tentu didasari atas penafsiran terhadap teks I Korintus 14 dan reaitas bahasa Roh pada mereka yang telah mengalaminya dan ikut mempengaruhi anggota gereja Pentakosta. Dalam hal ini ada pengaruh pemahaman teks dan realsasi teks dalam kehidupan nyata. Tentu pemahaman teks I Korintus 14 juga bukanlah hal yang mudah. Hal ini memerlukan pendekatan biblika atas teks yang menjadi dasar pengalaman Bahasa Roh. Walaupun begitu, kenyataan menunjukkan bahwa ada anggota berbicara dalam bahasa-bahasa yang tidak dapat dimengerti sesamanya dan dirinya juga tidak memahaminya, namun ada gerakan yang mendorong diucapkannya kata-kata yang tidak dimengerti.
Fakta tentang ajaran kepenuhan Roh (Baptisan Roh) dan Bahasa Roh yang ditekankan dalam gereja Pentakosta, khususnya “berbahasa Roh” namun yang menjadi masalah yaitu beberapa gereja menyatakan bahwa, bahasa roh telah membangkitkan gereja, sementara yang lain mengamati bahwa bahasa roh telah menyebabkan kekacauan. Disini jelas, ada pro dan kontra. Ada kelompok Kristen yang menyatakan bahasa roh menumbuh kembangkan gereja, namun yang lain menyatakan bahwa hal itu menyebabkan ketidakteraturan atau kekacauan.
Selain itu adanya anggapan bahwa klaim kaum Pentakosta atas pengalaman dalam baptisan Roh atau bahasa roh telah menyebabkan suatu kontroversi yang serius dan meluas di antara cabang-cabang Gereja Kristen, terutama sekali sejak kelahiran Gerakan Karismatik pada tahun 1960-an.
Perdebatan di sekita bahasa roh telah ada dalam beberapa literature Kristen. Buku-buku Kristen yang membahas tentang bahasa roh juga dikelompokkan dalam dua kubu, ada yang membela bahasa roh, ada pula yang menyerang bahasa roh. Perdebatan itu tentu menjadi salah satu sebab perpecahan di gereja-gereja lokal maupun di tingkat denominasi yang lebih besar. Sementara isi syafaat Yesus agar umat-Nya menjadi satu.
Berbagai penilaian di atas merupakan hak setiap orang untuk menilai, namun yang jelas bahwa upaya untuk memahami gerakan pentakosta dengan segala kebenaran yang terkandung dalam gerakan Pentakosta yang merupakan pengalaman terindah dengan Roh Kudus harus menjadi bagian yang penting dari denominasi Pentakosta, sebab gerakan ini berdiri dan berkembang di atas dasar firman Tuhan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana cirri pentakosta ?
2. Apa penekanan Pentakosta?
3. Bagaimana sejarah gerakan pentakosta?
4. Bagaimana menjadi pentakostalisme?
5. Bagaimana implikasinya terhadap pertumbuhan gereja?
C. Batasan Masalah
Identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas memperjelas bahwa ada banyak masalah yang perlu diteliti. Namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada point 4 dan 5, yaitu menjadi pentakostalisme dan pertumbuhan gereja yang dirumuskan menjadi variabel penelitian Menjadi Pentakostalisme terhadap Pertumbuhan Gereja A
D. Rumusan Masalah
Adapun pertanyaan pengarah dalam peneitian ini yakni: Bagaimana menjadi pentakostalisme terhadap Pertumbuhan Gereja A
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik Manfaat penelitian ini berkenaan dengan aspek teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi disiplin ilmu teologi, khsusunya teologi pentakosta. Orang Pentakosta mesti berteologi secara pentakostalisme (dipengaruhi gerakan kepeunuhan roh dan bahasa roh) dalam konteks pentakosta yang bersifat biblika maupun konteks (gerakan pentakosta dalam kosteks kekinian)
2. Manfaat Praktika
Secara praktika, penelitian ini memiliki manfaat praktis yaitu memberi kontribusi praktis kepada kaum Pentakosta dalam meneruskan semangat pentakostal yang berkait dengan pengalaman dibaptis Roh dan hidup dalam karunia-karunia Roh termasuk penggunaan bahasa untuk pekabaran Injil. Identifikasi ini sesuai dengan pengalaman Pentakosta yaitu para murid menggunakan berbagai bahasa untuk memberitakan perbuatan Tuhan yang ajaib sebagaimana yang muncul dalam homilia Petrus pada saat pentakosta.
Catatan Metodologi:
lanjutan dari komentar awal. Dalam penelitian kuantitatif dipakai kuesioner untuk mendapatkan data/pengetahuan yang kita peroleh dari kuesioner yang kita bagikan kepada responden. Jawaban responden ini akan kita olah pakai analisis statitistik. Berdasarkan hasil olah data statistik dan komntar kita atas data tersebut yang kita muat dalam bab III dan IV, menjadi sebuah pengetahuan yang benar tentang variabel yang diteliti. Pertanyaan kita dalam quesioner atau angkek itu merupakan inti dari isi skripsi atau tesis yang kita simpulkan dalam definisi yang disebut konstruk penelitian (definisi kita) yang tersimpul dari uraian terhadap setiap variabel. Konstruk ini kemudian kita buat lagi menjadi definisi konseptual dan operasional atas setiap variabel penelitian. Ini biasanya kita lakukan di Bab III. Dalam definisi operasional mesti ada dimensi dan indikator. dari indikator-indikator inilah kita susun pertanyaan atau pernyataan untuk dijawab oleh responden. Jawaban responden itu saya sebut "Kebenaran empiris" atau pengetahuan yang kita peroleh berdasarkan informasi responden. sementara kebenaran rasional adalah pengetahuan yang kita peroleh dari buku tentang pokok yang kita teliti.Disini, pengetahuan yang kita peroleh itu tidak hanya berdasarkan buku tetapi berdasarkan juga fakta lapangan (tempat penelitian).
Misanya kita meneiti tentang Pemuda terkuat di Gereja A di kota A
Dalam Bab II kita bahas tentang Pemuda terkuat menurut buku. Setelah kita membaca 50 buku (lihat syarat daftar pustaka untuk S1 dan S2), kita mendapat jawaban tentang pemuda terkuat menurut penulis buku. Setelah kita membahas Bab II berdasarkan buku dan jurnal, kita mendapat pengetahuan yang benar tentang pemuda terkuat. Setelah itu kita membuat angket untuk disebarkan kepada pemuda untuk diisinya. Hasilnya kita olah dan kemukakan di BAB IV. Di Bab IV adalah hasil pengetahuan yang benar dari membaca buku dan hasil lapangan. Jadi kebenaran pengetahuan adalah perpaduan yang rasional dan empiris. Namun ini hanya pada tataran menguji teori. Belum menemukan teori. Jika mau menemukan teori maka pakailah penelitian kualitatif.
Misalnya pemuda terkuat di Gereja A. Ketika kita membaca buku ternyata pemuda terkuat adalah orang yang memiliki kemampuan memikul sebuah beban 200 kg. Namun ketika diadakan pengamatan lapangan di Gereja A, ternyata ada seorang pemuda yang kurus (badannya tidak gemuk) tetapi memiliki kemampuan memikul beban 250 Kg. Disini mulai ditemukan sebuah fakta baru yang tidak sesuai dengan bacaan buku. Fakta ini dikembangkan menjadi sebuah penemuan teori. Untuk Populasi, penelitian kuantitatif membutuhkan jumlah populasi penelitian yang banyak (lihat ketentuan statistik), sementara dalam penelitian kuaitatif, jumlah responden tidak harus banyak. Bisa dimulai dengan jumlah yang kecil bahkan berdasarkan 1 orang tetapi ia dianggap sebagai orang kunci. Misalnya ketika terjadi tawuran masal dan terjadi korban, pihak kemanan akan mengambil siapa saja yang ada di lokasi tawuran kemudian akan diinterogasi. Dari interogasi tersebut akan berkembang menjadi banyak, bahkan akan menemukan siapa pelakunya. Sedangkan orang yang tidak terlibat dilepas. Kira-kira itu penelitian kualitatif.
Semoga menginspirasi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.